Gambar 1 Kolom Stratigrafi Daerah Penelitian

Pembagian dan penamaan satuan batuan di daerah penelitian dilakukan berdasarkan ciri-ciri litologinya meliputi jenis, kombinasi, dan ciri fisik batuan yang diamati di lapangan. Identifikasi satuan batuan dilakukan secara megaskopis pada batuan yang tersingkap di lapangan dan secara mikroskopis pada sayatan tipis sampel batuan di laboratorium. Berdasarkan hasil analisis dan identifikasi, stratigrafi daerah penelitian dibagi menjadi tujuh satuan batuan tidak resmi. Satuan batuan tersebut dari tua ke muda yaitu Satuan Batulempung, Satuan Batulempung — Batupasir, Satuan Batupasir — Konglomerat, Satuan Andesit, Satuan Tuf Lapili, Satuan Breksi Volkanik, dan Satuan Endapan Aluvial.

Satuan Batulempung

Satuan ini menempati 30,7% daerah penelitian, tersebar di bagian utara daerah penelitian, dan ditandai dengan warna hijau pada peta geologi. Penamaan satuan ini didasarkan pada litologi batulempung sebagai litologi dominan pembentuk satuan ini. Satuan ini tersingkap baik di Sungai Cikeruh, Sungai Cijurey, Sungai Citangkil, dan Sungai Cisadapan seperti pada Gambar 2.

Satuan Batulempung disusun oleh litologi batulempung masif dan batulempung sisipan batupasir, setempat terdapat nodul batulempung, batupasir, dan batugamping. Litologi batulempung pada satuan ini memiliki ciri-ciri berwarna abu-abu gelap hingga abu-abu kecoklatan, ukuran butir lempung, porositas buruk, dan getas. Menurut analisis petrografi, batulempung pada satuan ini adalah mudrock (Pettijohn, 1973). Batupasir hadir sebagai sisipan pada batulempung dengan ciri-ciri berwarna putih kecoklatan, berukuran pasir sangat halus-halus, membundar, terdiri dari fragmen litik andesit dan mineral plagioklas, matriks detritus lempung, kemas tertutup, kompak, porositas sedang.

Gambar 2 Singkapan batulempung bernodul batupasir dan batulempung

Jurus umum lapisan berarah barat-timur dengan kemiringan ke arah utara dan selatan. Terdapatnya dua arah orientasi kemiringan mengindikasikan terdapatnya struktur lipatan yang berupa antiklin. Pengukuran kedudukan lapisan tersebut dilakukan pada batulempung sisipan batupasir (Gambar 3).

Gambar 3 Singkapan batulempung sisipan batupasir pada Sungai Cisadapan

Lingkungan pengendapan satuan ini dapat ditentukan dengan menganalisis foraminifera bentonik pada sampel batulempung. Mengacu pada klasifikasi Robertson Research (1983), satuan ini diendapkan pada lingkungan pengendapan neritik tengah (20–100 m). Berdasarkan pada Diagram Hjulström sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4, batulempung dengan ukuran butir lempung pada satuan ini diendapakan dengan mekanisme suspensi pada lingkungan berarus tenang.

Gambar 4 Diagram hubungan kecepatan arus air dengan ukuran butir Hjulström

Umur satuan ini diestimasi dengan menganalisis fosil formanifera planktonik yang teramati pada sampel batulempung (Gambar 5). Pengamatan terhadap tiga sampel batulempung menunjukkan terdapatnya fosil Globorotalia laguaensis, serta kemunculan Globigerina bulloides dan Globorotalia acostaensis acostaensis. Berdasarkan pengamatan terhadap sampel batulempung tersebut, menurut Blow (1969) diketahui Satuan Batulempung memiliki umur Miosen Akhir (N16 — N17).

Gambar 5 Analisis umur Satuan Batulempung berdasarkan foraminifera

Ketebalan Satuan Batulempung tidak dapat diketahui secara pasti karena pada daerah penelitian tidak tersingkap satuan batuan yang lebih tua di bawah satuan ini. Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, satuan ini diperkirakan memiliki ketebalan >945 m. Oleh karena tidak adanya satuan yang secara stratigrafi lebih tua tersingkap di daerah penelitian, maka Satuan Batulempung merupakan satuan tertua yang terdapat di daerah penelitian.

Berdasarkan kesamaan karakteristik litologi batulempungnya, satuan ini disetarakan dengan Formasi Subang (Martodjojo, 1984).

Satuan Batupasir-Batulempung

Satuan ini menempati 23,4% luas daerah penelitian, tersebar di bagian tengah daerah penelitian yang memanjang arah barat-timur, dan ditandai dengan warna kuning pada peta geologi. Penamaan satuan ini didasarkan pada perulangan antara litologi batupasir dan batulempung sebagai litologi dominan penyusun satuan ini. Satuan ini tersingkap baik di Sungai Cikeruh (Gambar 6), Sungai Cihalang, Sungai Cibayawak, dan Sungai Citangkil.

Gambar 6 Singkapan perselingan batupasir-batulempung di Sungai Cikeruh

Satuan ini tersusun oleh litologi batupasir sangat halus hingga kasar, batupasir tufan, batupasir karbonatan, batupasir konglomeratan, batupasir sisipan konglomerat, dan batulempung, dengan ketebalan masing-masing lapisan antara 6 cm — 2,4 meter. Litologi batupasir pada satuan ini memiliki ciri-ciri berwarna putih kecoklatan hingga abu gelap, ukuran butir pasir sangat halus-kasar, membundar tanggung — membundar, terpilah baik, terdiri dari fragmen litik andesit dan basalt, mineral plagioklas, biotit, kalsit, glaukonit, dan gelas volkanik, matriks lempung hingga pasir halus, kemas tertutup, kompak, porositas baik. Hasil analisis petrografi menunjukkan batupasir pada satuan ini adalah litharenite dan lithic arkose (Pettijohn, 1973). Struktur sedimen yang terdapat pada batupasir yaitu parallel lamination, cross lamination, reverse gradding, dan termati adanya Sekuen Bouma dengan kenampakan lapangan seperti pada Gambar 7. Batulempung pada satuan ini berwarna abu-abu terang hingga abu-abu kecoklatan, ukuran butir lempung, karbonatan, porositas buruk. Konglomerat yang hadir sebagai sisipan memiliki ciri warna coklat gelap, ukuran butir butiran hingga kerikil, membundar, terpilah sedang, terdiri dari fragmen litik andesit, basalt, kalsit, oksida besi, matriks pasir sedang, grain supported, kemas terbuka, kompak, porositas buruk.

Gambar 7 Sekuen Bouma pada litologi batupasir

Kedudukan lapisan pada satuan ini memiliki jurus umum berarah barat daya-timur laut dengan kemiringan ke arah tenggara. Semakin ke timur terjadi perubahan arah orientasi jurus yang mana cenderung berubah menjadi barat-timur. Kemiringan lapisan memiliki besaran antara 23° — 47°.

Lapisan-lapisan batupasir di lapangan teramati menunjukkan pola penebalan dan butir penyusunnya mengasar keatas seiring semakin mudanya lapisan, sehingga diketahui suksesi vertikal pada litologi batupasir menunjukkan pola coarsening upward dan thickening upward. Teramati lapisan batupasir yang mengerosi lapisan dibawahnya, sehingga dapat disimpulkan lapisan-lapisan pada satuan ini tidak mengalami pembalikan. Semakin muda lapisan pada satuan ini, ketebalan batupasir semakin tebal dan muncul sisipan konglomerat dengan ketebalan 35 cm. Pada Satuan Batupasir-Batulempung bagian atas, umumnya batupasir memiliki ukuran butir yang lebih kasar dan teramatinya fragmen gelas volkanik.

Lingkungan pengendapan satuan ini dapat ditentukan dengan menganalisis foraminifera bentonik pada sampel batupasir pasir sangat halus dan batupasir halus. Mengacu pada klasifikasi Robertson Research (1983), satuan ini diendapkan pada lingkungan pengendapan neritik dalam (0–20 m). Teramatinya unit-unit dalam Sekuen Bouma menunjukkan bahwa satuan ini diendapkan dengan mekanisme arus turbidit.

Umur satuan ini diestimasi dengan menganalisis fosil formanifera planktonik yang teramati pada sampel batupasir dan batulempung (Gambar 8). Pengamatan terhadap sampel batulempung dan batupasir halus menunjukkan terdapatnya kemunculan akhir Globigerina nepenthes dan Globigerinoides obliquus, serta kemunculan awal Globigerinoides ruber dan Globigerinoides conglobatus. Berdasarkan pengamatan tersebut, mengacu pada Blow (1969), diketahui Satuan Batupasir-Batulempung memiliki umur Pliosen Awal (N18 — N19).

Gambar 8 Analisis umur Satuan Batupasir-Baulempung berdasarkan foraminifera

Ketebalan satuan ini diketahui dengan rekonstruksi penampang pada peta geologi. Berdasarkan rekonstruksi penampang tersebut diperkirakan Satuan Batupasir-Batulempung memiliki ketebalan ±960 m. Pengamatan langsung di lapangan menunjukkan kontak selaras antara Satuan Batupasir-Batulempung dengan Satuan Batulempung yang dapat dilihat pada Gambar 9. Ditinjau analisis foraminifera, tidak adanya time gap antara umur satuan ini dengan umur satuan dibawahnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara Satuan Batupasir-Batulempung dengan Satuan Batulempung yang ada di bawahnya yaitu selaras.

Gambar 9 Kontak selaras Satuan Batupasir — Batulempung dengan Satuan Batulempung

Berdasarkan ciri-ciri litologinya, satuan ini disetarakan dengan Formasi Kaliwangu (Martodjojo, 1984).

Satuan Batupasir-Konglomerat

Satuan ini menempati 14% luas daerah penelitian dan tersebar di bagian tengah hingga ke timur daerah penelitian, berada di selatan Satuan Batupasir, ditandai dengan warna jingga pada peta geologi. Penamaan satuan ini didasarkan pada perselingan litologi batupasir dan konglomerat sebagai penyusun utamanya. Satuan ini tersingkap baik di Sungai Cikeruh, Sungai Cibayawak, dan Sungai Ciburial. Gambar 10 merupakan singkapan kontak antara batupasir konglomeratan dari Satuan Batupasir-Konglomerat dengan batulempung Satuan Batupasir-Baulempung dibawahnya di Sungai Cibayawak.

Singkapan perselingan batupasir-konglomerat pada Satuan Batupasir-Konglomerat

Satuan ini disusun oleh litologi batupasir halus hingga kasar, konglomerat, dan batulempung. Ketebalan masing-masing litologi yang teramati di lapangan yaitu antara 15 cm — 2,5 m. Litologi batupasir pada satuan ini memiliki ciri-ciri berwarna coklat gelap, abu-abu gelap, abu-abu kecoklatan, ukuran butir pasir sedang — kasar, membundar tanggung — membundar, terpilah baik, terdiri dari fragmen litik, mineral plagioklas, ortoklas, biotit, mineral opak, gelas volkanik, dan karbonan, matriks lanau hingga pasir halus, kemas tertutup, kompak, porositas sedang — buruk. Hasil analisis petrografi menunjukkan batupasir pada satuan ini adalah lithic arkose dan litharenite (Pettijohn, 1973). Struktur sedimen yang terdapat pada batupasir yaitu parallel lamination dan reverse gradding. Konglomerat memiliki ciri warna abu-abu gelap, ukuran butir butiran hingga bongkah, membundar, terpilah buruk, terdiri dari fragmen litik andesit, basalt, oksida besi, kalsit, batupasir, matriks pasir sedang, grain supported, kemas terbuka, kompak, porositas buruk. Batulempung pada satuan ini berwarna abu-abu, abu-abu kehijauan, ukuran butir lempung, karbonan, porositas buruk.

Kedudukan lapisan pada satuan ini memiliki jurus umum berarah barat daya-timur laut dan cenderung berubah menjadi barat-timur di sebelah timur daerah penelitian, dengan kemiringan ke arah tenggara.

Lingkungan pengendapan satuan ini ditentukan berdasarkan karakteristik litologi pembentuk satuan ini. Keterdapatan fragmen karbon pada litologi konglomerat dan batupasir mengindikasikan litologi terbentuk dekat atau di darat. Berdasarkan pengamatan di lapangan, lapisan batuan yang lebih muda pada satuan ini didominasi oleh litologi konglomerat dengan struktur sedimen masif dan tidak teramatinya gradding. Lapisan litologi konglomerat juga teramati menggerus lapisan litologi batupasir yang ada dibawahnya (Gambar 11). Berdasarkan pengamatan tersebut dan mengacu pada model endapan sedimen Boggs (2001) seperti pada Gambar 12, satuan ini diperkirakan diendapkan dengan mekanisme arus butir.

Gambar 11 Gerusan konglomerat pada batupasir
Gambar 12 Model endapan sedimen mekanisme arus butir (Boggs, 2001)

Penentuan umur satuan ini tidak dapat dilakukan dengan menganalisis mikropaleontologi karena tidak terdapatnya fosil foraminifera planktonik pada sampel yang diambil dari satuan ini. Penentuan umur satuan dilakukan berdasarkan hukum superposisi dan mengacu pada peneliti sebelumnya. Menurut Koenigswald (1933) dalam Martodjojo (1984), satuan ini memiliki rentang umur N20 — N22, sehingga diperkirakan satuan ini berumur Pliosen Tengah hingga Pliosen Akhir. Berdasarkan pengamatan di lapangan, kontak lapisan batuan antara satuan ini dengan satuan dibawahnya yaitu tegas seperti ditunjukkan pada Gambar 13. Oleh karena tidak adanya time gap dengan satuan batuan dibawahnya dan kedudukan yang relatif sama, maka hubungan stratigrafi satuan ini dengan satuan dibawahnya adalah selaras.

Gambar 13 Kontak tegas Satuan Batupasit — Konglomerat dengan Satuan Batupasir — Batulempung

Ketebalan satuan ini diketahui dengan rekonstruksi penampang pada peta geologi. Berdasarkan rekonstruksi penampang tersebut diperkirakan Satuan Batupasir-Konglomerat memiliki ketebalan >1330 m. Pada pengamatan di lapangan teramati bahwa kedudukan lapisan-lapisan pada satuan ini relatif sama dengan kedudukan lapisan-lapisan satuan di bawahnya. Oleh karena tidak adanya time gap dengan satuan batuan dibawahnya dan kedudukan lapisan batuan yang relatif sama, maka hubungan stratigrafi Satuan Batupasir-Konglomerat dengan Satuan Batupasir-Batulempung dibawahnya adalah selaras.

Berdasarkan ciri-ciri litologinya, satuan ini disetarakan dengan Formasi Citalang (Martodjojo, 1984).

Satuan Andesit

Satuan ini menempati 0,5% luas daerah penelitian dan berada di bagian tengah daerah penelitian, ditandai dengan warna merah pada peta geologi. Penamaan satuan ini didasarkan pada intrusi andesit. Satuan ini tersingkap baik di sisi Sungai Cikeruh (Gambar 14). Kenampakan di lapangan menunjukkan instrusi andesit memotong batuan sedimen secara diskordan sehingga penulis menginterpretasikan geometri intrusi andesit berupa korok.

Gambar 14 Singkapan Satuan Andesit di sisi Sungai Cikeruh

Satuan ini disusun oleh litologi andesit masif yang memiliki ciri-ciri berwarna abu gelap bintik-bintik putih, tekstur porfiritik, besar butir halus (<1 mm), inequigranular, fenokris berupa mineral plagioklas, kompak. Hasil analisis petrografi menunjukkan andesit pada satuan ini memiliki tekstur khusus intergrabular dan sieve, bentuk kristal idiomorfik-hipidiomorfik, dan masadasar berupa mikrolit plagioklas dan mineral oksida besi.

Penentuan umur Satuan Andesit mengacu pada peneliti sebelumnya. Menurut van Bemmelen (1949) terbentuk bukit-bukit intrusi andesit berumur Pliosen Akhir hingga Pleistosen Awal di daerah Purwakarta yang mana berada di timur daerah penelitian, sehingga penulis meginterpretasikan satuan ini terbentuk pada rentang waktu yang relatif sama dengan pembentukkan intrusi andesit tersebut. Diperkirakan intrusi andesit ini berasosiasi dengan aktivitas vulkanisme Gunung Pra-Sunda yang terjadi pada Pleistosen Awal (Sunardi dan Kimura, 1998).

Berdasarkan ciri-ciri litologi, umur, dan lokasinya, satuan ini disetarakan dengan satuan batuan Andesit (Silitonga, 1973).

III.1.5. Satuan Tuf Lapili

Satuan ini menempati 14,8% luas daerah penelitian dan tersebar di bagian selatan dan barat daya daerah penelitian, ditandai dengan warna merah muda pada peta geologi. Penamaan satuan ini didasarkan pada litologi tuf lapili sebagai penyusun utamanya. Satuan ini tersingkap baik di Sungai Cilutung (Gambar 15), Sungai Ciledang, Sungai Cilamaya, dan Gunung Leutik.

Gambar 15 Singkapan Satuan Tuf Lapili di Sungai Cilutung

Satuan ini disusun oleh litologi tuf lapili, tuf, dan tuf breksi. Litologi tuf lapili pada satuan ini memiliki ciri-ciri berwarna putih kecoklatan, ukuran butir abu halus — lapili, membundar tanggung-membundar, terpilah sedang-buruk, terdiri dari gelas volkanik, mineral plagioklas, biotit, hornblende, mineral opak, matriks abu halus, kemas terbuka, porositas baik-sedang. Hasil analisis petrografi menunjukkan tuf lapili pada satuan ini adalah tuf lapili (Fisher, 1966). Tuf breksi memiliki ciri warna abu-abu keputihan bercak abu-abu gelap dan merah gelap, agak lapuk, ukuran butir lapili hingga blok, menyudut tanggung-menyudut, terpilah buruk, fragmen polimik terdiri dari batuan beku basalt dan andesit pofiritik, matriks debu kasar, matrix supported, kemas terbuka, kompak, porositas sedang. Tuf memiliki ciri warna putih, lapuk, ukuran butir debu halus — kasar, matriks debu halus, getas, porositas buruk.

Mengacu pada model fasies pada gunungapi strato oleh Bogie dan Mackenzie (1998) dalam Bronto (2006) seperti pada Gambar 16, berdasarkan lokasinya yang berada di kaki gunungapi dan litologi penyusunnya, satuan ini diendapkan pada fasies proksimal hingga medial. Ditinjau dari tekstur tuf breksi yang memiliki pemilahan buruk seperti pada Gambar 17, menurut karakteristik piroklastik berdasarkan mekanisme pembentukannya oleh McPhie dkk. (1993), diperkirakan satuan ini diendapkan melalui mekanisme aliran piroklastik.

Gambar 16 Model fasies pada gunungapi strato (Bogie dan Mackenzie, 1998 dalam Bronto, 2006)
Gambar 17 Tekstur pemilahan buruk pada litologi tuf breksi

Penentuan umur dilakukan dengan mengacu pada kesebandingan satuan dengan peneliti sebelumnya. Menurut Sunardi dan Kimura (1998), hasil aktivitas vulkanisme Gunung Sunda pada Kala Pleistosen menghasilkan produk erupsi berupa batuan beku vulkanik beserta piroklastik dengan fragmen berupa material juvenil dan litik andesit dan basaltik. Berdasarkan persebaran dan kemiripan litologinya, diperkirakan Satuan Tuf Lapili memiliki umur Pleistosen (Sunardi dan Kimura, 1998).

Ketebalan satuan ini diketahui dengan rekonstruksi penampang pada peta geologi. Berdasarkan rekonstruksi penampang tersebut diperkirakan Satuan Tuf Lapili memiliki ketebalan ±200 m. Adanya time gap antara pembentukan satuan ini dengan satuan batuan sedimen dibawahnya menunjukkan hubungan stratigrafi satuan ini dengan satuan batuan dibawahnya yaitu tidak selaras.

Berdasarkan ciri-ciri litologinya, satuan ini disetarakan dengan Piroklastik Sunda (Sunardi dan Kimura, 1998) dan Formasi Tambakan (Martodjojo, 1984).

Satuan Breksi Volkanik

Satuan ini menempati 12,3% luas daerah penelitian dan tersebar di bagian tenggara daerah penelitian, ditandai dengan warna coklat pada peta geologi. Penamaan satuan ini didasarkan pada litologi breksi volkanik sebagai penyusun utamanya. Satuan ini tersingkap baik di Sungai Cibarubus (Gambar 18).

Gambar 18 Singkapan Satuan Breksi Volkanik di Sungai Cibarubus

Satuan ini disusun oleh litologi breksi volkanik dan batulapili. Breksi volkanik pada satuan ini merupakan endapan lahar dengan ciri litologi berwarna abu-abu gelap, ukuran butir butiran hingga bongkah, menyudut tanggung-menyudut, terpilah buruk-baik, fragmen terdiri dari batuan beku andesit dan basalt, matriks berupa tuf kasar dan lempung, kompak, porositas buruk. Pada Sungai Cibarubus tersingkap dengan baik breksi volkanik yang memiliki tekstur grain supported hingga matrix supported. Litologi batulapili pada satuan ini memiliki ciri-ciri berwarna putih kecoklatan, ukuran butir abu halus — lapili, membundar tanggung-membundar, terpilah sedang-buruk, terdiri dari gelas volkanik, mineral plagioklas, hornblende, mineral opak, matriks abu halus, kemas terbuka, porositas sedang.

Mengacu pada model fasies pada gunungapi strato oleh Bogie dan Mackenzie (1998) dalam Bronto (2006), Satuan Breksi Volkanik bersama dengan Satuan Tuf Lapili merupakan endapan gunungapi fasies medial. Hal ini diidentifikasi berdasarkan lokasinya yang berada di kaki gunungapi dan kemiripan jenis litologi penyusun satuan ini dengan himpunan litologi penciri fasies medial endapan gunungapi strato.

Penentuan umur dilakukan dengan mengacu pada kesebandingan satuan dengan peneliti sebelumnya. Menurut Martodjojo (1984), vulkanisme di Kompleks Pegunungan Sunda menghasilkan produk berupa breksi lahar dengan komponen batuan beku, tuf pasiran, dan lempung. Berdasarkan persebaran dan kemiripan litologinya, diperkirakan Satuan Breksi Volkanik memiliki umur Pleistosen (Martodjojo, 1984).

Ketebalan satuan ini diketahui dengan rekonstruksi penampang pada peta geologi. Berdasarkan rekonstruksi penampang tersebut diperkirakan Satuan Breksi Volkanik memiliki ketebalan ±225 m. Diperkiran satuan ini dengan Satuan Tuf Lapili dibawahnya terbentuk pada waktu yang relatif bersamaan sehingga hubungan statigrafi antara Satuan Breksi Volkanik dengan Satuan Tuf Lapili dibawahnya yaitu selaras.

Berdasarkan ciri-ciri litologinya, satuan ini disetarakan dengan Formasi Tambakan (Martodjojo, 1984).

Satuan Endapan Aluvial

Satuan ini menempati 4,3% luas daerah penelitian dan tersebar sepanjang Sungai Cikeruh dan Sungai Cilamaya yang terdapat di daerah penelitian, ditandai dengan warna abu-abu pada peta geologi. Satuan ini disusun oleh material-material lepas berukuran pasir hingga bongkah, bentuk butir membundar — membundar tanggung, terdiri dari fragmen batulempung, batupasir, konglomerat, andesit, dan basalt. Gambar 19 menunjukkan fragmen-fragmen berukuran bongkah hingga pasir yang terbentuk di Sungai Cikeruh.

Gambar 19 Fragmen-fragmen penyusun Satuan Endapan Aluvial di Sungai Cikeruh

Satuan ini merupakan satuan termuda di daerah penelitian yang berumur Holosen. Proses sedimentasi yang masih berlangsung hingga saat ini dengan mekanisme pengendapan sedimen fluvial yang diendapkan pada lingkungan darat. Satuan ini diendapkan secara tidak selaras di atas satuan batuan yang telah terkompaksi di bawahnya. Berdasarkan rekonstruksi penampang dan pengamatan terhadap persebaran endapan aluvial, Satuan Endapan aluvial diperkirakan memiliki ketebalan kurang lebih 5 meter.

Daftar Pustaka

Blow, W. H. (1969): Late Middle Eocene to Recent Planktonic Foraminiferal Biostratigraphy, Proceedings First International Conference on Planktonic Microfossils Geneva 1967 I, 199–422.

Boggs, S.J. (2009): Petrology of Sedimentary Rocks, Second Edition, Cambridge University Press, New York, USA. url.

Bronto, S. (2006): Fasies gunung api dan aplikasinya, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1, 2, 59–71. url.

Fisher, R.V. dan Schmincke, H.U. (1984): Pyroclastic Rocks, Springer-Verlag, Berlin.

Martodjojo, S. (1984): Evolusi Cekungan Bogor Jawa Barat, Penerbit ITB, Bandung.

McPhie, J., Doyle, M., dan Allen, R. (1993): Volcanic Textures: A Guide to the Interpretation of Textures in Volcanic Rocks, University of Tasmania, Hobart.

Nichols, G. (2009): Sedimentology and Stratigraphy, Wiley-Blackwell, West Sussex. United Kingdom. url.

Pettijohn, F.J. (1975): Sedimentary Rocks, Second Edition, Harper and Row, New York.

Robertson Research (1983): Benthonic Foraminifera Age Zonation and Environments of Deposition, Lecture, 33.

Sigurdsson, H. dkk. (2015): Encyclopedia of Volcanoes, Second Edition, Academic Press, London.

Silitonga, P.H. (1973): Peta Geologi Lembar Bandung, Djawa, Direktorat Geologi, Bandung.

Sunardi, E. dan Kimura, J. (1998): Temporal chemical variation in late Cenozoic volcanic rocks around Bandung Basin, West Java Indonesia. Journal Mineralogy, Petrology, Economic Geology, Vol. 93, 103–128. url.

Surmayadi, M. dkk. (2011): Dinamika vulkanisme Gunungapi Tangkuban Parahu Jawa Barat, Joint Convention Makasar 2011 The 26th HAGI and 40th IAGI Annual Convention exhibition. url.

van Bemmelen, R.W. (1949): The Geology of Indonesia, Government Printing Office, Nijhoff, The Hague.

van Zuidam, R.A. (1985): Guide to Geomorphic Aerial Potographic Interpretation and Mapping, ITC, Enschede, Netherlands. url.

--

--