struktur sedimen 1980

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "struktur sedimen 1980"

Transkripsi

1 struktur sedimen 1980

2 pendahuluan Studi tentang struktur sedimen penting karena merupakan bentukan yang berharga untuk interpretasi lingkungan pengendapan. Dengan mengetahui bagaimana mekanisme genesa dari struktur sedimen, kita dapat menginterpretasi kondisi dari lingkungan pengendapannya. Akan lebih berguna daripada hanya berdasarkan informasi distribusi besar butir dan bentuk butir.

3 struktur sedimen

4 klasifikasi waktu fisik kimia biologi Primer Stratifikasi Stratifikasi Bioturbation Sole marks (track, trail) Sekunder Deformation Nodul Bioturbation Intrusion Konkresi (burrow) Desiccation Deformation Stylolites

5 stratification

6 Wave ripples gelombang (undulations) yang dihasilkan oleh tenaga gelombang (wave) pada suatu permukaan noncohesive. 1) Symmetrical wave ripples puncak tajam, palung membundar. internal struktur chevron-like laminations. 2) Asymmetrical wave ripples mirip current ripples puncak lurus, lee side yang curam dan stoss side yang landai

7 Current ripples dihasilkan pada permukaan noncohesive akibat arus atau aliran (current or flow) yang searah. Ripple ini memanjang memotong terhadap aliran 1) Small-current ripples <60 cm 2) Megaripples >60cm a) Straigth-crested small ripples puncak lurus, paralel, daerah yang relatif rendah kecepatan pengendapannya. perlapisan dihasilkan akibat migrasi, per unit <3 atau 4 cm, tidak pernah melampaui tinggi dari puncak ripple.

8 b) Undulatory small ripples, bentuk transisi antara straigth-crested yang berenergi rendah & lingoid yang berenergi tinggi. Puncak dari ripple ini dapat ditelusuri untuk jarak yang jauh, dan bentuknya bergelombang (wavy or undulatory). c) Lingoid small ripples puncak terputus-putus, tidak dapat ditelusuri untuk jarak yang jauh. puncak menjadi diskontinyu atau lobate dengan meningkatnya energi pada lingkungan pengendapan.

9 d) Rhomboid small ripples Puncak reticulate, jajaran genjang kecil, seperti lidah. Terbentuk pada lapisan air yang tipis, biasanya pada slope pantai ke arah laut, backwash dan slope beach bars ke arah darat akibat dari washovers. Kedalaman air tidak pernah melebihi 1 atau 2 cm. 3) Giant ripples giant > 30 m, kedalaman air beberapa meter. puncak lurus, undulatory & bifurcating bisa hadir. Puncak simetris atau tidak simetris. Bentuk dalamnya adalah diskordan superimposed megaripples.

10 4) Antidunes mengikuti bentuk permukaan air, pada kondisi aliran cepat (rapid). Kurang lebih antidune berbentuk long crest, relief rendah, slope landai. Panjang 1-6 cm, tinggi 1 mm -45 cm. Berbentuk simetris.

11 Distribusi ripples dalam berbagai lingkungan pengendapan Genesa dari ripples dikontrol oleh kondisi hidrolik atau kondisi hidrolik khusus yang kadang-kadang terjadi seperti storms, sheet floods dll. Faktor penting lainnya adalah tipe sedimen. Kondisi hidrolik dominan = ciri lingkungan pengendapan tertentu, ripple = parameter untuk mengenali lingkungan pengendapan.

12 Bedding Otto (1938): suatu single bed adalah unit sedimen yang telah diendapkan dibawah kondisi fisik yang konstan. Geometri dari bed tergantung pada hubungan antara bedding surface

13 I. Cross bedding suatu single layer dari satu unit sedimen terdiri dari internal laminae (foreset laminae) miring terhadap permukaan sedimen. Unit sedimen ini terpisah dari lapisan yang berdekatan oleh suatu permukaan erosi, non depositional, atau perubahan mendadak dari karakter. a) planar cross-bedding b) trough cross-bedding section 3 dimensi. dapat dihasilkan dari beberapa genesa, tapi pada kebanyakan kasus adalah akibat dari migrasi small ripples dan megaripples

14 Bentuk special: herringbone cross-bedding, unit cross-bedding dengan arah yang berbeda pada suatu foreset laminae lapisan yang bersebelahan. section 3 dimensi. sangat khas untuk lingkungan tidal Cross-bedding memperlihatkan diskontinyu pola dan letak dari foreset laminae = reactivation surface. fluktuasi / perubahan mekanisme atau arah aliran & kemungkinan tidak menjadi penciri lingkungan tertentu. Memang tidak dapat disangsikan struktur ini umumnya hadir pada lingkungan tidal flat, tapi juga diketahui hadir pada lingkungan fluvial dan aeolian.

15 Harms (1975) hummocky cross-stratification erosional lower bounding surfaces yang miring ke bawah kurang dari 10 o, laminae sejajar dengan lower bounding surface. naiknya energi gelombang. tinggi cm berjarak beberapa m. sekuen shore-line purba, terutama pada fine sandstone dari shoreface. a) Small ripple bedding, migrasi dari small-current ripple, paling melimpah pada sandy intertidal flats, shoals, fluvial sediments-upper point bars, levee, pada deep sea sediment, dimana arus tersedia untuk menghasilkan ripples dan juga pada lesser degree pada sedimen lacustrine dan sedimen fluvio glasial.satu unit < 4 cm, dapat hadir hanya setebal 1 mm.

16 b) megaripple bedding migrasi dari mega current ripple, satu unit tinggi >4 cm - >1 m. Semua lingkungan yang dapat mendukung terjadinya megaripples juga memperlihatkan megaripple bedding, seperti beaches, shoals, tidal channels, rivers dll. c) wave ripple bedding migrasi dari wave ripple. asimetris wave ripples bedding sulit dibedakan dengan small-current ripple bedding. karakter endapan yang dibangun oleh wave.

17 d) longitudinal cross bedding, Perpindahan lateral dari tidal channels, paralel terhadap arah arus. Pada meandering channels pengendapan berlangsung pada bagian sisi cekung-point bars, sedimentasi berjalan lateral, dengan bentuk inclined beds pada point bars, juga dikenal sebagai epsilon cross bedding. Longitudinal cross bedding sangat umum pada lingkungan intertidal flat khususnya pada mixed flat, juga terbentuk pada point bar pada sungai meander dan braided. e) channel-fill cross bedding, pengisian small aluvial atau erosional channel. perlahan diisi oleh set dari laminae tipis, trough-shaped floor, sedimen fluvial, overbank flow, natural levees dari sungai yang lebih besar.

18 f) antidune cross bedding, migrasi antidunes,unit sandy lentikular, sudut rendah membutuhkan tenaga stream yang sangat tinggi. shallow water, high stream power pada kecepatan arus rendah, kondisi air yang lebih dalam pembentukan antidune tidak dapat dilakukan, beaches, natural levee dan point bars dari sungai. g) Microdelta cross bedding, migrasi dari microdelta. bentuk khas segitiga. Pada low-water stage, microdelta terbentuk pada emerging bars dari sungai dan pada bars dari braided stream di suatu sandur plain.

19 h) beach and longshore bar cross bedding permukaan pantai miring secara perlahan ke seaward dengan slope yang panjang, akibat aktivitas gelombang. Perbedaan kecil terhadap sudut dan arah dip dari laminae terhadap set dari lapisan di bawahnya memperlihatkan crossbedding. low and high angle bar bedding, dipping shoreward sudut 16 o sampai 20 o. seawardnya sudut lebih landai 4 o sampai 5 o, sehingga menghasilkan cross bedded unit. i) sand dune cross bedding, proses migrasi dan longsoran sand. bersudut curam. Ciri penting dari sand dune cross bedding adalah relatif berskala besar, dengan sudut curam 30 o sampai 40 o.

20 j) sand drift cross bedding, pada aeolian, hanyutan sand k) scour and fill cross bedding, jika satu seri dari scour and fill hadir di atas yang lainnya maka akan membentuk unit cross-bedded. Umum pada glasial outwash plains, glacio-fluvial sediment-eskers, alluvial fan sediments dll. l) low-angle cross bedding pada fluvial sediment. Set unit cross bedding dengan tebal beberapa decimeter, dengan dip foreset 5-15o, dapat diikuti sampai beberapa meter, akibat migrasi bar pada endapan fluvial, pengendapan biasanya berlangsung pada arus berkecepatan rendah pada cakupan air yang dangkal. m) planar cross bedding pada fluvial bars Ciri khasnya adalah slipface yang curam, foresets dipping 30o. Unit biasanya tabular.. Reactivation surface. n) backset bedding, dipping pada arah upcurrent Dipnya (<15 o ). upper flow regime, endapan arus turbid dan juga pada aliran energi tinggi lainnya, migrasi antidunes.

21 II. Climbing ripple lamination migrasi dan pertumbuhan ke atas secara simultan dari ripples, arus maupun gelombang. sedimen yang melimpah yang terus tersedia untuk arus atau gelombang. Lingkungan dengan sedikit sedimen baru dan banyak reworking tidak bisa menghasilkan struktur ini. straigth-crest, undulatory, atau lingoid small-current ripples atau bahkan oleh wave ripples. megaripple sangat jarang. McKee (1966a) umum pada sedimen fluvial, overbank flow, flood plain dan natural levee. Coleman dan Gagliano (1965) Mississippi river delta, subaqueous levee dari delta front dan subaerial levee. Jopling dan Walker (1968) endapan fluvio lacustrine. Walker (1963, 1969) lingkungan turbidit. tidak pada intertidal flats.

22 III. Flaser dan Lenticular bedding a) Flaser bedding Ripple bedding dengan banyak mud flaser diidentifikasi sebagai flaser bedding. sand maupun mud tersedia dan periode dari arus aktif berseling dengan periode kepasifan. kondisi untuk pengendapan dan preservasi sand lebih baik daripada untuk mud.

23 b) Wavy bedding mud dan sand layer berselingan dan membentuk lapisan yang kontinyu. Lapisan mud hampir sepenuhnya mengisi ripple troughs dan membuat lapisan tipis menutupi ripple crests. genesa kondisi pengendapan dan preservasi baik sand maupun mud harus tersedia. c) Lenticular bedding lensa-lensa sand tidak kontinyu, terisolasi vertikal maupun horisontal. kondisi lingkungan yang lebih mendukung pengendapan dan preservasi mud ketimbang sand. Suplai sand sangat kecil, sehingga hanya ripples yang tidak komplit yang dihasilkan.

24 flaser bedding dan lenticular bedding, kondisi di mana aksi arus atau gelombang mengendapkan sand, berseling dengan kondisi kendurnya air untuk mengendapkan mud. dan adanya suplai sedimen. subtidal zones dan intertidal zones. tidal rhythm. Coleman dan Gagliano (1965) lenticular bedding pada marine delta front, lake bottom sediments di depan pembentukan small delta (Coleman, 1966). Mutti (1977) lenticular dan flaser bedding type dari channel-mouth facies, terendapkan oleh proses traksi dari endapan deep sea fan berbutir halus.

25 IV. Graded bedding gradasi besar butir, dari kasar menjadi halus, upward. sekuen tebal dari tipe endapan flysch. arus turbid Kuenen (1950). Reverse grading karakter khusus untuk high concentration flow dari arus turbid, conglomeratic gravity flow. Small scale graded bedding pada suspended load fluvial deposits. pada sediment shallow water tidak pernah memuat sekuen yang tebal, sedimentasi dari suspended clouds, oleh pengendapan pada fase terakhir dari banjir besar, pada periode silting pada delta distributaries, oleh settling dari debu volkanik setelah erupsi dll, Bahkan pada intertidal flat, graded bedding secara lokal dapat diamati sebagai akibat menurunnya aktifitas arus. Secara lokal pada intertidal flat dan beaches reverse graded bedding (skala kecil) dapat diamati.

26 V. Evenly laminated sand dan horizontal bedding lapisan sand yang horisontal dan paralel, ketebalan 1 atau 2 mm. beberapa meter. fine sand dan medium sand, beaches atau sandy areas yang terekspose terhadap aksi gelombang. Dapat terbentuk dalam banyak cara dan ditemukan dalam berbagai lingkungan: pada beaches, shoals, shorefaces, storm-sand layer dari shelf mud, channel slopes pada intertidal flats, pada lingkungan fluviatil biasanya melimpah secara lokal pada levees dan point bars, juga pada horisontal laminae interval di sedimen flysch. Terminologi horizontal bedding atau paralel bedding lebih umum digunakan daripada laminated sand.

27 VI. Coarsely interlayered bedding perselingan lapisan berbutir kasar dengan berbutir halus, tebal beberapa milimeter - beberapa centimeter. sedimen mixed di intertidal flat. Genesa aslinya belum secara jelas dimengerti. Perlapisan seperti ini juga dapat dihasilkan pada lingkungan lainnya.

28 VII. Thinly interlayered bedding (rhyrmites) perselingan lapisan tipis dari perbedaan komposisi, tekstur dan warna. Individu laminae <3-4 mm. ritmik. perulangan secara regular dari transportasi dan material. periode pendek: fluktuasi arus, variasi dari karakter aliran, perubahan tidal, perubahan long-term: perubahan musiman akibat kondisi cuaca. tidal bedding. intertidal flats, river estuaries, jarang ditemukan pada lingkungan open-shelf. sedimen foreset dan bottomset di Rhine delta, sorting selama sedimentasi oleh suspencion clouds, lingkungan laut pada constricted bay, kedalaman air 20 m, kaya akan H 2 S. Juga pada Saanich Inlet pada fjord sedalam 120 m, rhythmic bedding akibat seasonal couplet. stagnan basin pada Black Sea, ritmik seasonal varves dari glacial environment. varve di danau, kehadiran suspended matter pada kolom air.

29 VIII. Thinly laminated mud Kebanyakan dari lapisan lempung yang tebal (> 1cm), alternasi antara lapisan floculated dan nonfloculated dan perbedaan kandungan colloidal organics. IX. Homogenous bedding massive bedding terjadi akibat aktifitas bioturbasi yang kuat, aktifitas binatang menghancurkan primary layering, akibat proses inorganik, ketika air yang dikeringkan keluar selama dekompaksi atau ketika gelembung gas keluar menghancurkan perlapisan. bisa juga asli massive, sedimentasi sangat rapid, sedimen dibuang sebagai massa homogenous. sedimen yang diendapkan oleh grain flow kadang tidak memperlihatkan struktur perlapisan. X. Thin sand layer Pada suatu sekuen yang muddy kadang lapisan sand ditemukan ketebalannya hanya beberapa mm sampai beberapa cm, yang diakibatkan karena perbedaan proses tergantung lingkungan pengendapan. Reineck (1974d) membandingkan sand layers seperti itu dari berbagai lingkungan pengendapan.

30 Scour marks Dihasilkan sebagai akibat dari erosi pada permukaan sedimen oleh aliran arus yang melewatinya. Permukaan sedimen yang lunak tapi kohesive, biasanya mud, dipahat dan dibentuk ulang oleh aksi gosokan dari arus. 1)Flute marks Walaupun ditemukan paling melimpah pada flysch sediment, flute mark juga melimpah pada lingkungan laut dangkal juga pada lingkungan nonmarine.

31 2) Transverse scour marks Memperlihatkan gradasi menuju normal flute marks. erosi yang berkombinasi dengan fenomena shearing dihasilkan pergerakan arus di atas muddy bottom. 3) Flute rill marks Terdiri dari bagian sempit yang menerus, struktur scour yang agak berkelok, memanjang pararel dengan arus. Flute rill marks jarang ditemukan.

32 4) Longitudinal furrow dan ridge Struktur ini tersusun atas ridge dan furrow yang berjarak dekat dan kontinyu, aliran dari liquid atau suspension dalam tubuh seperti tali atau pipa. 5) Triangular marks tapering down-current flute marks yang berbentuk segitiga, berorientasi tehadap arah yang berlawanan. Arah runcingnya menunjuk arah downstream

33 6) Pillow like scour marks tidak memperlihatkan orientasi yang jelas, mirip dengan load structures. Kehadiran struktur ini bersama semua bentuk transisi yang mungkin dan juga adanya longitudinal ridges, memberi kesan yang kuat bahwa arus yang bekerja adalah scouring. akibat dari campur tangan dalam aliran arus. 7) Harrow marks arus yang berbaris, ridge berbutir halus, dan campur tangan carikan seperti trough dari sedimen yang berbutir lebih kasar dan umumnya berkembang pada aliran yang berlangsung sebentar. 8 ) Setulfs Friedman dan Sanders (1974) positif relief menyerupai flute dengan panjang 4-5 cm, lebar 2-3 cm dan tinggi sekitar 1 cm. Sumbu panjangnya paralel dengan arah arus dan arah menunjuknya adalah sisi upcurrent. Bentuk ini dikenali dari karbonat pelletal dari tidal flats, terbentuk oleh aliran lembar pada responnya terhadap pola kompleks dari garis aliran pada suatu arus dangkal.

34 Tool marks Objek yang berbaring pada jalur suatu arus sebagai rintangan, atau objek yang terbawa oleh arus, menghasilkan marking pada permukaan sedimen. 1) Stationary tool marks lebih umum pada lingkungan yang mengalami ekspose subaerial daripada di lingkungan yang selalu di bawah air. Tapi, kemungkinan untuk preservasi dari struktur ini sangat terbatas, mengingat permukaan yang sering dirework.

35 2) Obstacle marks umumnya juga dikenal sebagai current crescent (arus bulan sabit). Juga dapat hadir dalam dimensi besar seperti di Baltic sea, sebagai jejak dari komet. 3) Moving tool marks Beragam objek dapat digerakkan oleh arus di dasar. continous marks, berbentuk memanjang oleh objek yang disapu terus sepanjang dasar (groove marks dan chevron marks) dan discontinous marks, pendek, jelas, single atau tersusun dalam set, dihasilkan oleh objek yang menyentuh permukaan dalam interval (prod marks, bounce marks, brush marks, skip and roll marks).

36 a) Groove marks panjang, sangat lurus, trough seperti selokan, lebar <1 mm - puluhan centimeter, flysch sedimen, sedimen laut dangkal, daerah yang terpengaruh oleh perubahan water-level seperti: intertidal flats, flood plains dll., b) Chevron marks bentuk V, menutup ke arah down-current. objek yang bergerak tepat di atas permukaan sedimen, tidak menyentuh permukaan. Juga dikenal adanya bentuk chevron marks yang bentuk V nya menutup ke arah up current.

37 c) Prod marks Asimetris, depresi memanjang semi kerucut segitiga, titik yang rendah up current dan bagian yang dalam down current. objek mencapai permukaan sedimen pada sudut yang agak tinggi dan berhenti sementara sebelum diangkat kembali oleh arus. d) Bounce marks Jika suatu objek yang jatuh mencapai permukaan sedimen pada sudut yang agak rendah dan seketika memantul kembali ke dalam arus, akan menghasilkan depresi yang kurang lebih simetris, meruncing dan mendatar baik pada up-current maupun downcurrent.

38 e) Brush marks Depresi dangkal yang memanjang dengan punggungan mud yang kecil membulat pada bagian downcurrent. objek mencapai permukaan sedimen pada sudut yang sangat rendah dan kemudian diangkat kembali.

39 f) Skip and roll marks Ketika suatu objek bertubrukan dengan permukaan sedimen pada interval teratus, suatu set marking yang berbaris akan terbentuk terbentuk akibat saltation. Tetapi jika objek tidak bersaltasi malah rolling di atas permukaan sedimen, maka markingnya adalah jejak yang kontinyu, disebut sebagai roll marks

40 VI. Penecontemporaneous deformation structures Terdiri dari disturbed, distorted atau deformed lapisan sedimen akibat kejadian inorganik. Bentukan-bentukan ini terbentuk pada saat atau sesaat setelah pengendapan sedimen, tapi dalam beberapa kasus terjadi sebelum konsolidasi sedimen. Van Loon dan Wiggers (1975a, 1976c) memakai terminologi metasedimentary structure. Dapat dibagi atas:

41 1) Load structures Pada bagian bawah lapisan sand yang melapisi lapisan mud. Berhubungan dengan struktur ini adalah flame structures (curved, lidah mud yang menunjuk ke atas ke arah lapisan sand yang melapisinya). Struktur ini tidak khusus menunjuk suatu lingkungan pengendapan tertentu, yang dibutuhkan untuk pembentukannya hanyalah adanya lapisan sand yang menindih lapisan hydroplastic mud.

42 2) Ball and pillow structure Diperlihatkan oleh lapisan sand di atas lapisan muddy. Lapisan sand terpecah menjadi beberapa bentuk bantal, kurang lebih massa elipsoidal. Genesanya adalah: lapisan pasir pecah dan kemudian tenggelam ke bawah masuk ke lapisan lempung. Struktur ini tidak terbatas pada suatu lingkungan tertentu, dapat dikenali baik pada lingkungan laut dangkal maupun pada endapan turbidit laut dalam. Tapi, menunjukkan adanya rapid sedimentasi pada unit yang berasosiasi dengannya.

43 3) Convolute bedding Memperlihatkan struktur yang menggumpal atau lapisan yang terlipatkan secara kompleks. dapat dihasilkan melalui lebih dari satu cara. liquefaction dari sedimen adalah merupakan faktor yang paling penting dari genesa convolute bedding. Convolute bedding pada awalnya dianggap sebagai ciri khas sekuen turbidit, tapi secara lokal juga dapat melimpah pada intertidal flats dan lingkungan fluviatile (pada endapan flood plain dan point bar).

44 4) Dish stucture water escape structure dan memperlihatkan struktur deformasi yang terbentuk sepanjang konsolidasi dan dewatering dari sedimen yang diendapkan secara cepat yang mengalami liquefaction dan fluidization. Dish structure dilaporkan dari endapan proximal continental rise, endapan delta fronts, dan endapan alluvial fan, dimana perioda pengendapan cepat diselingi pengurangan sedimentasi. Juga terdistribusi luas pada fluvial, lake dan lingkungan delta.

45 5) Slump structure diakibatkan oleh pergerakan dan pengalihan tempat dari suatu lapisan sedimen yang telah diendapkan, utamanya akibat gaya gravitasi. rapid sedimentasi, tidak stabil karena slope yang besar, tipe sedimen yang diendapkan atau alasan-alasan lainnya. percampuran chaotic, pada endapan flysch (dapat sangat tebal dan tersebar luas), continental margin, pada intertidal flats, river channels, endapan glasial dan lingkungan-lingkungan lainnya.

46 6) Water-escape structures keluarnya air melalui pore dalam proses konsolidasi. a)soft sediment mixing bodies, convolute bedding, deformed cross bedding dan pillar structures. b)soft sediment intrusions, clastic sills dan dykes. c)soft sediment folds, Convolute bedding, cross-bedding dengan overturned foresets d)consolidation, Dish struktur

47 III. Surface markings and imprints 1)Mud dan sand volkano dan bentuk yang menyerupai mirip dengan volkano kecil. Terbentuk dari sumber mata air yang mengalir melalui quicksand dan quickmud atau slumped material. Sedimen volkano terbentuk pada wilayah yang sebentar-sebentar mengalami rate sedimentasi yang tinggi. Dapat hadir hampir di semua lingkungan pengendapan dari sedimen laut dalam (flysch) sampai laut dangkal sampai sedimen nonmarine.

48 Pit dan mound struktur (Shrock, 1948) adalah struktur yang berhubungan dengan sedimen volkano, tapi pada skala yang lebih kecil. Spring pits (Quirke, 1930) adalah bentuk yang lebih besar dari struktur pit dan mound dan dihasilkan pada sandy beaches akibat naiknya air.

49 Bentuk lainnya adalah mud lumps pada Mississippi river delta, ekspresi dekat permukaan dari instrusi diapir dari shelf dan prodelta clays yang lebih tua menuju dan melalui endapan sand bars. berasosiasi dengan reverse faulting dan pergeseran lapisan. akibat pengendapan yang cepat dari endapan bar yang berat di atas clay yang plastis dan lebih ringan

50 2)Clastic dykes Dapat terjadi pada kondisi sedimen yang belum terkonsolidasi atau pada rekahan. Clastic dykes tidak dapat menunjukkan suatu lingkungan pengendapan tertentu. Dapat hadir hampir di semua lingkungan pengendapan dari sedimen laut dalam (flysch) sampai laut dangkal sampai sedimen nonmarine, dan bahkan pada desert (inland sebkhas).

51 3)Mud cracks Pengeringan dan kompaksi dari muddy sediment yang jenuh air menghasilkan penyusutan rekahan, tersingkap ke permukaan, seperti: kolam yang mengering, coastal dan inland sebkha, danau dan lagoons, abandoned river channel, flood plains, dan zona intertidal. Dalam area seperti itu, mud craks biasanya berasosiasi dengan bentukan lainnya dari pembukaan ke permukaan (subaerial exposure), seperti raindrop imprints, hailstone imprints dll.

52 4) Frost dan ice Cracks Tanah dan permukaan sedimen pada daerah yang dingin terdeformasi dan terekahkan akibat pembekuan, menghasilkan celah yang berbentuk V dengan panjang, dalam dan lebar beberapa m. Selanjutnya, celah seperti itu dapat diisi oleh material asing. Tetapi, bentukan seperti ini juga diketahui hadir pada daerah tropik dan subtropik (Bremer 1965).

53 5)Raindrop imprint Tetesan air hujan pada permukaan sedimen yang lunak membentuk kawah kecil, yang berbentuk membulat jika jatuhnya vertikal dan agak elips jika jatuhnya miring. Cincin dari kawah agak menonjol di atas permukaan dan agak kasar, hal inilah yang membedakan dengan lubang yang dihasilkan oleh gelembung busa.

54 6)Foam impressions Bubble impression dibuat pada permukaan sedimen yang mengalami paling tidak sebentar-sebentar penyingkapan ke permukaan. Pada sedimen modern paling umum terdapat di sea beaches, lake coasts, dan intertidal flats. Karena daerah seperti ini dirework berulang-ulang, maka kemungkinan preservasi dari foam impression sangat kecil.

55 7)Crystal imprints dan casts Pada kondisi tertentu, kristal dari berbagai substansi seperti es, garam, gipsum dll., tumbuh pada permukaan sedimen. Jika kemudian kristal ini hilang (akibat melebur, melarut dll.) maka akan meninggalkan impressi. Pada beberapa intertidal flat dari laut yang hangat mereka terbentuk bersama dengan kristal gipsum. Dapat hadir baik pada sedimen marin ataupun nonmarin. Gipsum terbentuk baik pada kondisi subaerial maupun subaqoueus. Jejak dari kristal es sangat melimpah terbentuk pada banks pada danau, flood plain pada sungai dan intertidal flats pada iklim dingin dan temperate.

56 8)Water level marks Pada kontak antara water level dan sloping dari permukaan sedimen, akan terukir suatu tanda. Dengan turunnya water level, pada level yang berbeda-beda suatu seri dari water level mark akan terbentuk. Permukaan sloping ini dapat berupa slope dari channel, longshore bars atau juga ripples. Water level mark adalah indikator yang baik untuk water level yang tenggelam pada suatu area yang sebentar-sebentar terekspos ke permukaan.

57 9)Primary current lineation Adalah lineasi yang hadir pada permukaan lapisan. Lineasi dicirikan oleh punggungan (ridge) berseling dengan lembah (hollow) Tinggi punggungan adalah beberapa butir, terpisah beberapa mm sampai 1 cm, dan panjang 20 sampai 30 cm, tersusun dalam en-echelon fashion. indikator yang baik untuk pengendapan pada upper flow regime. Primary current lineation umum untuk daerah beach, dimana dihasilkan oleh backwash berkombinasi dengan beach lamination. Fluvial sand juga umum memperlihatkan primary current lineation dengan asosiasinya dengan perlapisan laminasi horisontal.

58 10)Wrinkle marks Permukaan sedimen terlihat seperti telah dikerutkan (wrinkle) Jika permukaan sedimen ditutupi oleh lapisan tipis air (sampai 1 cm) dan jika angin yang kuat meniupnya, maka pada permukaan sedimen itu akan berbentuk wrinkle. Tanda wrinkle dapat dianggap sebagai indikator yang baik untuk permukaan sedimen yang sebentar-sebentar terangkat. Struktur yang sangat mirip dengan wrinkle marks ditemukan pada sole marking di sedimen flysch laut dalam, sehingga kemungkinan ada model lain yang bersumber dari flysch sedimen.

59 11)Millimeter ripples ripples yang yang puncaknya hampir lurus dengan puncak yang nyaris datar, di mana trough dan crest berluas sama (2-5 mm) dan tinggi crests kurang dari 1 mm. Bentuk ini hanya bentukan permukaan dan bukan struktur internal. Ripple ini dikenali dari lingkungan laut dangkal seperti: coastal sand, tidal flat, lake coast dll., dan dapat digunakan sebagai indikator pengangkatan subaerial dari permukaan sedimen. 12)Antiripplets (adhesion ripples) Antirpplets disusun dari irregular paralel running crest dari sand yang bersusun pada sudut siku-siku dari arah angin Crest sangat asimetris pada cross section. Sisi stoss pada antiripplets lebih curam dari sisi lee. Terbentuk ketika dry sand ditiupkan oleh angin ke permukaan yang halus dan lembab. Crestnya bermigrasi dan tumbuh melawan arah dari angin.

60 13)Bubble sand structure dan berbagai rongga bubble Umumnya pada beaches dan sandy intertidal flat yang berslope curam yang pada saat rapid sedimentasi dari swash banyak gelembung udara yang terperangkap dalam sedimen. Pada preservasinya gelembung udara ini akan memberikan texture sponge pada sedimen. Bubble sand terbentuk pada coast di mana ombak tidak terlalu kuat dan permukaan sedimen dibanjiri oleh air dengan cepat. Struktur bubble sand adalah indikator yang baik untuk pengendapan di foreshore atau lingkungan serupa. Struktur bird eye (Shinn, 1968) pada batuan karbonat juga dihasilkan oleh terperangkapnya udara pada sedimen intertidal flat.

61 14)Swash marks Pada pantai berpasir bagian lobate dari gelombang selama backwash meninggalkan pola kecil imbrikasi sand ridges. Ridge yang melengkung ini dengan arah konveks nya ke arah darat menandai jarak terjauh yang dicapai oleh ombak. Ridge tingginya tidak pernah lebih dari 1 atau 2 mm dan tersusun utamanya oleh butir pasir sangat halus. Biasanya material yang lebih kasar: pecahan cangkang, pecahan kayu, ganggang laut dan lain-lain juga berakumulasi pada punggungan ini.

62 15)Rill marks erosi dendritic yang dibuat oleh sistem anak sungai kecil. Terbentuk pada aliran lapisan tipis air pada permukaan sedimen selama proses terendam oleh water level.. berhubungan dengan perubahan kondisi dari subaqueous ke subaerial. Selama permukaan sedimen terekspose oleh mundurnya air, air dikeringkan dari sedimen dan mengalir melalui rill dan mengerosi permukaan sedimen. Perubahan seperti itu dapat terjadi pada saat turunnya water level pada intertidal flats, swash dan backwash dari gelombang pada pantai dan longshore bars, pada river banks dan flood plains setelah suatu periode banjir atau mengalirnya air hujan yang mengeringkan lingkungan terrestrial. Terkadang juga air yang keluar dari sedimen itu sendiri pada saat kompaksi juga cukup untuk membuat rill mark. Rill mark adalah kriteria tertentu untuk ekspose subaerial dari suatu permukaan.

63 16)Scour and fill structures Menirukan bentuk asimetris dari troughs, dihasilkan pada channel bottom, dengan sumbu yang lebih panjang paralel terhadap arah arus. Pada kondisi tertentu air yang mengalir diatas permukaan sedimen yang belum terkonsolidasi menggosok (scour) membentuk depresi dangkal. Ketika kecepatan arus menurun depresi ini diisi oleh material yang lebih kasar dari material substratumnya. Setiap scour and fill structures berdimensi beberapa cm sampai beberapa m. Beberapa tipe dari scour and fill structures adalah umum untuk lingkungan sungai, merupakan tipe struktur yang umum untuk endapan aluvial fan berbutir kasar dan endapan outwash plains, juga dikenal sebagai cut and fill structures.

64 17)channel disini hanya untuk channel yang kecil dengan kisaran beberapa m dalam cross-section. Di dalam channel itu sendiri beberapa variasi struktur sedimen dapat ditemukan. small-ripples bedding. Laminasi horisontal, Parting lineation, groove mark dan mark lainnya. Convolute bedding, slump structure, dan load structure Sedimen dari channel fill biasanya berbeda dari sedimen sekelilingnya. Biasanya di dekat dasar dari channel, material lebih kasar seperti: mud pebbles, boulders, shells, plant debris dll., diendapkan sebagai endapan channel lag. Di lingkungan tidal flat, beberapa selokan (gullies) dan channels terisi utamanya oleh muddy sediment. Channel yang lebih kecil dapat ditemukan pada lingkungan fluvial atau bahkan pada lingkungan laut dalam (flysch sediments). Pada sedimen fluvial umumnya berada pada natural levees sebagai crevasse splays dan juga di flood basins. Erosional channel dapat berbentuk simetris atau asimetris dan dapat berprofil U atau V. Gambar memperlihatkan tiga model pengisian channel (McKee 1957a).

65 Finish

66 Tiga skenario utama asal-usul stratifikasi sedimen klastik Quiet-fluid deposition of particles by settling: utamanya di ocean bottom (+ lakes) mainly; low-velocity currents carrying a supply of suspended sediment from upcurrent; usually fine-grained but not always; usually thin lamination, because deposition rate is slow relative to the slight changes in settling regime; usually nearly or perfectly even and planar, unless later deformed. Often such deposits are later bioturbated to the point that none of the original lamination remains. Deposition of particles by tractional currents: deposition onto a well defined fluid-sediment interface during bed-load (or bed-load plus plus suspended-load) transport by moderate to strong currents; stratification thick to thin depending on nature of variations in sediment supply, currents, and deposition rate; even stratification and cross stratification can both be important; usually fairly coarse sediment, coarsest silt size into gravel range. Mass deposition of coarse and fine sediment mixtures (or only fine sediment, or rarely only coarse sediment) by sediment gravity flows (highconcentration sediment-water mixtures flowing as a single fluid) coming to rest without differentiation or particle-by-particle deposition; usually thick-bedded, with little or no internal stratification.

Berdasarkan genetiknya, struktur sediment dikelompokkan menjadi 4 yaitu:

Berdasarkan genetiknya, struktur sediment dikelompokkan menjadi 4 yaitu: Struktur Primer Batuan Jenis-Jenis struktur sedimen : Struktur Sedimen Struktur sediment adalah bentukan struktur yang terbentuk saat pengendapan batuan sediment terjadi. Struktur pada sediment sangat

Lebih terperinci

Foto 4.9 Singkapan batupasir sisipan batulempung

Foto 4.9 Singkapan batupasir sisipan batulempung sebagai endapan delta mouth bar pada sistem delta. 4.3.3 Lintasan C Delta Front Pada bagian bawah dari kolom stratigrafi lintasan ini, didapatkan litologi batupasir dan batulempung dengan suksesi vertikal

Lebih terperinci

Batuan Sedimen 2.1. Struktur Sedimen Struktur Sedimen Pengendapan (Depositional Sedimentary Strucures)

Batuan Sedimen 2.1. Struktur Sedimen Struktur Sedimen Pengendapan (Depositional Sedimentary Strucures) Batuan Sedimen 2.1. Struktur Sedimen Struktur sedimen termasuk ke dalam struktur primer yaitu struktur yang terbentuk pada saat pembentukan batuan (pada saat sedimentasi). Struktur sedimen dapat dibagi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis urutan vertikal ini dilakukan

Lebih terperinci

Arus Traksi dan Arus Turbidit

Arus Traksi dan Arus Turbidit Arus Traksi dan Arus Turbidit Transportasi dan Deposisi Sedimen Media transportasi dari sedimen pada umumnya dapat dibagi menjadi berikut ini : Air - Gelombang - Pasang Surut - Arus Laut Udara Es Gravitasi

Lebih terperinci

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang

Lebih terperinci

Catatan Kuliah Lapangan Sedimentologi. Parapat Samosir Pusuk Buhit April 2011

Catatan Kuliah Lapangan Sedimentologi. Parapat Samosir Pusuk Buhit April 2011 Catatan Kuliah Lapangan Sedimentologi Parapat Samosir Pusuk Buhit 22 24 April 2011 Hari Pertama. Jum at, 22 April 2011 Materi : Sedimentologi Sungai, Meander, Flood Plain Sungai adalah suatu sistem yang

Lebih terperinci

4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas

4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis perkembangan urutan vertikal lapisan batuan berdasarkan data singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili.

Lebih terperinci

Tekstur dan Struktur Pada Batuan Sedimen

Tekstur dan Struktur Pada Batuan Sedimen Tekstur dan Struktur Pada Batuan Sedimen Tekstur Batuan Sedimen a. Ukuran butir Dalam pemerian ukuran butir digunakan pedoman ukuran dari Skala Wentworth yaitu b. Sortasi atau Derajat Pemilahan Derajat

Lebih terperinci

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR BENTUK LAHAN MAYOR BENTUK LAHAN MINOR KETERANGAN STRUKTURAL Blok Sesar Gawir Sesar (Fault Scarp) Gawir Garis Sesar (Fault Line Scarp) Pegunungan Antiklinal Perbukitan

Lebih terperinci

07. Bentangalam Fluvial

07. Bentangalam Fluvial TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi 07. Bentangalam Fluvial Salahuddin Husein Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 2010 Pendahuluan Diantara planet-planet sekitarnya, Bumi

Lebih terperinci

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN

BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN IV.1 Litofasies Suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen terlihat padanya karateristik fisik, kimia, biologi tertentu. Analisis rekaman tersebut digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C

BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C 4.1. Analisis Litofasies dan Fasies Sedimentasi 4.1.1. Analisis Litofasies berdasarkan Data Batuan inti Litofasies adalah suatu tubuh batuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SEDIMENTASI

BAB IV ANALISA SEDIMENTASI BAB IV ANALISA SEDIMENTASI Lingkungan pengendapan menurut Krumbein (1958, dalam Koesoemadinata, 1985) adalah keadaan yang kompleks yang disebabkan interaksi antara faktor-faktor fisika, kimia dan biologi,

Lebih terperinci

Diagram Hjulstrom Diagram Hjulstrom menunjukkan hubungan antara kelajuan aliran air dengan ukuran butir. Diagram ini di tunjukkan oleh Hjulstrom pada

Diagram Hjulstrom Diagram Hjulstrom menunjukkan hubungan antara kelajuan aliran air dengan ukuran butir. Diagram ini di tunjukkan oleh Hjulstrom pada Diagram Hjulstrom Diagram Hjulstrom menunjukkan hubungan antara kelajuan aliran air dengan ukuran butir. Diagram ini di tunjukkan oleh Hjulstrom pada tahun 1939. Ada dua garis utama dalam diagram ini.

Lebih terperinci

Struktur Primer (Primary Structures)

Struktur Primer (Primary Structures) Struktur Primer Struktur Primer (Primary Structures) Struktur Geologi (Geologic Structure) : Suatu bentuk atau struktur pada batuan yang dapat digambarkan dengan jelas. Struktur Primer (Primary Structure)

Lebih terperinci

Lingkungan Pengendapan Laut

Lingkungan Pengendapan Laut Lingkungan Pengendapan Laut Oleh : Nur Ryshalti Pratama Disa Bambelia Utami Ade Triyunita Gerson Yosef Tapang Dai Bianda Daniel Bahana Rinaldi Ikram Alif N Muklis Habib Bey Anural Irvan Rahmawan FACIES

Lebih terperinci

SISTEM ARUS TURBID DAN ARUS PEKAT

SISTEM ARUS TURBID DAN ARUS PEKAT SISTEM ARUS TURBID DAN ARUS PEKAT I. Pengenalan Sistem Arus Struktur sedimen di alam tidak dapat dipisahkan dari gambaran muka lapisan. Muka lapisan dihasilkan oleh materi yang inkoheren terhadap fluida.

Lebih terperinci

IV-15. Bab IV Analisis Asosiasi Fasies

IV-15. Bab IV Analisis Asosiasi Fasies pengaruh laut. Litofasies Sf, di bagian atas asosiasi, mengindikasikan adanya pengaruh arus pasang surut. Suksesi vertikal menghalus ke atas dan perubahan litofasies dari Sp dan Spb menjadi Sf. mengindikasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pantai 2.1.1. Pengertian Pantai Pengertian pantai berbeda dengan pesisir. Tidak sedikit yang mengira bahwa kedua istilah tersebut memiliki arti yang sama, karena banyak

Lebih terperinci

Tucker (1982) mengelompokkan struktur sedimen kedalam 4 kelompok, yaitu :

Tucker (1982) mengelompokkan struktur sedimen kedalam 4 kelompok, yaitu : STRUKTUR SEDIMEN Struktur sedimen adalah kenampakan pada batuan sedimen sebagai akibat dari adanya proses pengendapan. Struktur ini merupakan sifat yang sangat penting pada batuan sedimen baik yang berada

Lebih terperinci

TUGAS GEOLOGI KELAUTAN (DELTA DAN SUBMARINE VOLCANO)

TUGAS GEOLOGI KELAUTAN (DELTA DAN SUBMARINE VOLCANO) TUGAS GEOLOGI KELAUTAN (DELTA DAN SUBMARINE VOLCANO) Oleh: Aditya Suroso (113130034) Athaurrohman Alfaina Shidiq (113130070) I Dewa Gde Wedastana Y. K. (113130100) Faisal Salim (113130111) Harimawan Pasca

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTERISTIK RESERVOAR KARBONAT. 1. Lingkungan Pengendapan 2. Proses Diagenesa

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTERISTIK RESERVOAR KARBONAT. 1. Lingkungan Pengendapan 2. Proses Diagenesa FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTERISTIK RESERVOAR KARBONAT 1. Lingkungan Pengendapan 2. Proses Diagenesa 1. LINGKUNGAN PENGENDAPAN - Mempengaruhi : distribusi dan ukuran pori inisial serta geometri

Lebih terperinci

Terbentuknya Batuan Sedimen

Terbentuknya Batuan Sedimen Partikel Sedimen Terbentuknya Batuan Sedimen Proses terbentuknya batuan sedimen dari batuan yang telah ada sebelumnya. Material yang berasal dari proses pelapukan kimiawi dan mekanis, ditransportasikan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA III.1 Stratigrafi dan Fasies Lapangan Bekasap Secara garis besar karakter fasies pengendapan di Formasi Bekasap, Bangko dan Menggala memperlihatkan lingkungan shallow water of

Lebih terperinci

(Sebagian Lembar Peta Rupabumi Digital Indonesia (Bakosurtanal) No ) SKRIPSI : STUDI SEDIMENTOLOGI

(Sebagian Lembar Peta Rupabumi Digital Indonesia (Bakosurtanal) No ) SKRIPSI : STUDI SEDIMENTOLOGI STUDI FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN SATUAN BATUPASIR FORMASI HALANG BERDASARKAN ASOSIASI LITOFASIES DI DAERAH AJIBARANG, KECAMATAN AJIBARANG, KABUPATEN BANYUMAS, PROPINSI JAWA TENGAH (Sebagian Lembar

Lebih terperinci

APLIKA ANALIS IS L A L NSEKA KES E E S S E UAI UAI LAH AN UNTUK UNT TANAM AN P AN ADI

APLIKA ANALIS IS L A L NSEKA KES E E S S E UAI UAI LAH AN UNTUK UNT TANAM AN P AN ADI APLIKASI ANALISIS LANSEKAP SEBARAN KELAS KESEUAIAN UNTUK PADI PADA LANSEKAP KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN PADI Suhu : 24 29o C Kelembaban tanah (%) : 33 90 Tekstur : halus agak halus Kedalaman tanah (cm)

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI. didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel

KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI. didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI Satuan geomorfologi morfometri yaitu pembagian kenampakan geomorfologi yang didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel 3.1) dan dalam

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

Bab IV. Analisa Fasies Pengendapan. 4.1 Data Sampel Intibor

Bab IV. Analisa Fasies Pengendapan. 4.1 Data Sampel Intibor BAB IV ANALISA FASIES PENGENDAPAN 4.1 Data Sampel Intibor Data utama yang digunakan dalam penfasiran lingkungan pengendapan dan analisa fasies ialah data intibor (Foto 4.1), data intibor merupakan data

Lebih terperinci

FAKTOR PEMBENTUK TANAH

FAKTOR PEMBENTUK TANAH Analisis Lansekap BENTANG LAHAN (lansekap) DAN FAKTOR PEMBENTUK TANAH IKLIM BAHAN INDUK TANAH VEGETASI TOPOGRAFI (LANSEKAP) PENGELOLAAN WAKTU 1 2 3 4 5 6 DAERAH FLUVIAL/ALUVIAL/DESPOSISI Aliran permukaan

Lebih terperinci

Analisis Arah Angin Pembentuk Gumuk Pasir Berdasarkan Data Morfologi dan Struktur Sedimen, Daerah Pantai Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Analisis Arah Angin Pembentuk Gumuk Pasir Berdasarkan Data Morfologi dan Struktur Sedimen, Daerah Pantai Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta. Analisis Arah Angin Pembentuk Gumuk Pasir Berdasarkan Data Morfologi dan Struktur Sedimen, Daerah Pantai Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta. Herning Dyah Kusuma Wijayanti 1, Fikri Abubakar 2 Dosen,

Lebih terperinci

Bentuk lahan Asal Proses Marine

Bentuk lahan Asal Proses Marine Bentuk lahan Asal Proses Marine Bentuk lahan asal proses marine dihasilkan oleh aktivitas gerakan air laut, baik pada tebing curam, pantai berpasir, pantai berkarang maupun pantai berlumpur. Aktivitas

Lebih terperinci

Bentang Alam Pantai. (Thornbury, 1969). Wilayah pantai dimulai dari titik terendah air laut pada saat

Bentang Alam Pantai. (Thornbury, 1969). Wilayah pantai dimulai dari titik terendah air laut pada saat Bentang Alam Pantai I. Pengertian Pantai Pantai adalah jalur atau bidang yang memanjang, tinggi serta lebarnya dipengaruhi oleh pasang surut dari air laut, yang terletak antara daratan dan lautan (Thornbury,

Lebih terperinci

Cara mempelajari Struktur geologi

Cara mempelajari Struktur geologi Cara mempelajari Struktur geologi Tahapan cara mempelajari : I. Pengenalan struktur: lipatan, rekahan, sesar dalam bentuk 2 demensi untuk dapat dikenali sebagai bentuk 3 demensi II. Rekaman data III. Analisa

Lebih terperinci

L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO

L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO Peristilahan & Pengertian Longsor = digunakan untuk ketiga istilah berikut : Landslide = tanah longsor Mass movement = gerakan massa Mass wasting = susut massa Pengertian

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS FASIES PENGENDAPAN FORMASI TALANG AKAR

BAB III ANALISIS FASIES PENGENDAPAN FORMASI TALANG AKAR BAB III ANALISIS FASIES PENGENDAPAN FORMASI TALANG AKAR 3.1. Litofasies Menurut Walker (1992), fasies merupakan kenampakan suatu tubuh batuan yang dikarekteristikan oleh kombinasi dari litologi, struktur

Lebih terperinci

Bentuk bentukan dasar laut / topografi dasar laut

Bentuk bentukan dasar laut / topografi dasar laut Bentuk bentukan dasar laut / topografi dasar laut I. Bentuk-bentukan Dasar Laut Keadaan dasar laut seperti juga di daratan terdapat bentukan-bentukan dasar laut seperti pegunungan,plato, gunung, lembah,

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

Daftar Isi Bab I Pendahuluan Bab II Geologi Regional Bab III Dasar Teori

Daftar Isi Bab I Pendahuluan Bab II Geologi Regional Bab III Dasar Teori Daftar Isi Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... ii Halaman Pernyataan... iii Kata Pengantar... iv Sari... v Abstract... vi Daftar Isi... vii Daftar Gambar... ix Daftar Tabel... xi Daftar Lampiran...

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir)

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir) DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir) Adipandang Yudono 12 GEOLOGI LAUT Geologi (geology) adalah ilmu tentang (yang mempelajari mengenai) bumi termasuk aspekaspek geologi

Lebih terperinci

Pada bagian ini terletak diatas area tidal atau laut dan endapannya secara umum terdiri dari :

Pada bagian ini terletak diatas area tidal atau laut dan endapannya secara umum terdiri dari : LINGKUNGAN PENGENDAPAN DELTA Delta merupakan garis pantai yang menjorok ke laut, terbentuk oleh adanya sedimentasi sungai yang memasuki laut, danau atau laguna dan pasokan sedimen lebih besar daripada

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal 7 BAB III LANDASAN TEORI A. Gerusan Lokal Gerusan merupakan fenomena alam yang terjadi akibat erosi terhadap aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Juga merupakan proses menurunnya atau semakin

Lebih terperinci

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN. Perubahan Bentangalam

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN. Perubahan Bentangalam TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 03 Perubahan Bentangalam Bentangalam Struktural Bentangalam Struktural Bentangalam a Gunungapiu 3 Bentangalam intrusi Bentangalam Intrusi (Intrusive landforms) adalah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT

BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT 4.1 Fasies Turbidit adalah suatu sedimen yang diendapkan oleh mekanisme arus turbid (turbidity current), sedangkan arus turbid itu sendiri adalah suatu arus yang

Lebih terperinci

BAB V SEKUEN STRATIGRAFI

BAB V SEKUEN STRATIGRAFI BAB V SEKUEN STRATIGRAFI Sekuen adalah urutan lapisan yang relatif selaras dan berhubungan secara genetik dibatasi oleh ketidakselarasan dan keselarasan yang setara dengannya (Mitchum dkk., 1977 op.cit.

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 21 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Secara umum erosi dapat dikatakan sebagai proses terlepasnya buturan tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin

Lebih terperinci

SIKLUS PERKEMBANGAN SUNGAI (1)

SIKLUS PERKEMBANGAN SUNGAI (1) SIKLUS PERKEMBANGAN SUNGAI (1) A I R Air merupakan unsur pelaksana utama pengrusakan tenaga asal luar. Di daerah beriklim tropik lembab yang mempunyai angka curah hujan tinggi seperti Indonesia, peranan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan perusahaan milik daerah yang bergerak di bidang pengolahan dan perindustrian air bersih bagi masyarakat umum.

Lebih terperinci

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR 4.1 Pendahuluan Kajian terhadap siklus sedimentasi pada Satuan Batupasir dilakukan dengan analisis urutan secara vertikal terhadap singkapan yang mewakili

Lebih terperinci

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA .1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,

Lebih terperinci

HIDROSFER II. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER II. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami aktivitas aliran sungai. 2. Memahami jenis

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila

Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila AIR PERMUKAAN Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila 2 0 1 3 Air permukaan adalah bagian dari air hujan yang tidak mengalami infiltrasi (peresapan),

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth 3. Batuan Sedimen 3.1 Kejadian Batuan Sedimen Batuan sedimen terbentuk dari bahan yang pernah lepas dan bahan terlarut hasil dari proses mekanis dan kimia dari batuan yang telah ada sebelumnya, dari cangkang

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BAB I - Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. BAB I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan Terbang ditemukan pertama kali di tahun 1971 dan mulai berproduksi di tahun 1976. Sebagian besar produksi lapangan ini menghasilkan minyak jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.4 Rumusan Masalah 1. Apa itu lingkungan pengendapan?

BAB I PENDAHULUAN. 1.4 Rumusan Masalah 1. Apa itu lingkungan pengendapan? BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sedimentologi adalah ilmu yang mempelajari sedimen atau endapan (Wadell, 1932). Sedangkan sedimen atau endapan pada umumnya diartikan sebagai hasil dari proses pelapukan

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA Proses ini merupakan tahap pasca pengolahan contoh yang dibawa dari lapangan. Dari beberapa contoh yang dianggap mewakili, selanjutnya dilakukan analisis mikropaleontologi, analisis

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Pelapisan massa air merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Pelapisan massa air merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kestabilan Massa Air Pelapisan massa air merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan bahwa dalam kolom air massa air terbagi secara vertikal kedalam beberapa lapisan. Pelapisan

Lebih terperinci

1 AL A LUVI A FAN A S A l l uvi v a i l fan:

1 AL A LUVI A FAN A S A l l uvi v a i l fan: SEBARAN JENIS TANAH PADA LANSEKAP ANDISOL ANDISOL-1 Tanah berkembang dari abu vulkan (abu vulkan,batu apung, lava,dsb) Tebal lapisan minimal 60 cm Wilayah perbukitan 1 DAERAH FLUVIAL Bila kekuatan alirang

Lebih terperinci

Struktur batuan beku ekstrusif. a. Masif. b. Columnar joint (kekar kolom)

Struktur batuan beku ekstrusif. a. Masif. b. Columnar joint (kekar kolom) Struktur batuan beku ekstrusif Batuan beku ekstrusif terbentuk karena proses pembekuannya berlangsung di permukaan bumi. Batuan beku ekstrusif akan menghasilkan struktur yang memberi petunjuk mengenai

Lebih terperinci

Petrologi Batuan Sedimen

Petrologi Batuan Sedimen Batuan Sedimen Batubara Batubara digolongkan pada batuan sedimen non-klastik, yaitu batuan sedimen organik. Batubara adalah batuan sedimen yang berasal dari tumbuhan, berwarna coklat sampai hitam, yang

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Formasi Latih tersusun dari perselang-selingan antara batupasir kuarsa, batulempung, batulanau dan batubara dibagian atas, dan bersisipan dengan serpih pasiran dan

Lebih terperinci

Bab III Analisis Stratigrafi Sikuen

Bab III Analisis Stratigrafi Sikuen Bab III Analisis Stratigrafi Sikuen Reservoir batupasir Duri B2 merupakan bagian dari Formasi Duri dalam Kelompok Sihapas yang diperkirakan diendapkan pada Miosen Awal. Di bagian utara lapangan RantauBais,

Lebih terperinci

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri.

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri. Dari hasil perhitungan strain terdapat sedikit perbedaan antara penampang yang dipengaruhi oleh sesar ramp-flat-ramp dan penampang yang hanya dipengaruhi oleh sesar normal listrik. Tabel IV.2 memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

PROSES SEDIMENTASI SUNGAI KALIJAGA, DAN SUNGAI SUKALILA PERAIRAN CIREBON

PROSES SEDIMENTASI SUNGAI KALIJAGA, DAN SUNGAI SUKALILA PERAIRAN CIREBON PROSES SEDIMENTASI SUNGAI KALIJAGA, DAN SUNGAI SUKALILA PERAIRAN CIREBON Oleh : D. Setiady 1), dan A. Faturachman 1) 1) Puslitbang Geologi Kelautan, Jl. Dr. Junjunan No.236, Bandung S A R I Berdasarkan

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Bab III Pengolahan dan Analisis Data Bab III Pengolahan dan Analisis Data Dalam bab pengolahan dan analisis data akan diuraikan berbagai hal yang dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang ditetapkan. Data yang diolah dan dianalisis

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II GEOLOGI REGIONAL... 9 II.1. Tektonik... 9 II.2. Struktur Geologi II.3. Stratigrafi II.4. Sistem Perminyakan...

DAFTAR ISI. BAB II GEOLOGI REGIONAL... 9 II.1. Tektonik... 9 II.2. Struktur Geologi II.3. Stratigrafi II.4. Sistem Perminyakan... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.... i HALAMAN PENGESAHAN.... ii HALAMAN PERNYATAAN.... iii IJIN PENGGUNAAN DATA.... iv KATA PENGANTAR.... v SARI........ vii ABSTRACT....... viii DAFTAR ISI............ ix DAFTAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di

I. PENDAHULUAN. Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di utara lepas pantai Sumatra Tenggara, Indonesia bagian barat. Kegiatan eksplorasi pada Cekungan

Lebih terperinci

APLIK I AN LAN AN EKAP

APLIK I AN LAN AN EKAP APLIKASI ANALISIS LANSEKAP KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN PERKEBUNAN PADA LASEKAP KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN PERKEBUNAN Suhu : 25 28 0C Curah hujan : 1700 2500 Tekstur : halus sedang Bahaya erosi :

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Letak Geografis Daerah Penelitian Daerah penelitian, yaitu daerah Cekungan Sunda, secara umum terletak di Laut Jawa dan berada di sebelah Timur Pulau Sumatera bagian Selatan

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Geologi Regional Cekungan Sumatera Tengah Cekungan Sumatera Tengah secara fisiografis terletak di antara Cekungan Sumatera Utara dan Cekungan Sumatera Selatan yang dibatasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMAKASIH... iv KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xvii

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Lintasan Dan Hasil Penelitian Penelitian yang dilakukan dalam cakupan peta 1212 terdiri dari 44 lintasan yang terbentang sepanjang 2290 km, seperti yang terlihat pada peta

Lebih terperinci

Oleh: Darius Arkwright. Abstrak

Oleh: Darius Arkwright. Abstrak STUDI KOMPARATIF METODE ANALISIS LONG-SHORE SEDIMENT TRANSPORT DAN MODEL PERUBAHAN GARIS PANTAI Oleh: Darius Arkwright Abstrak Perubahan garis pantai merupakan implikasi dari proses-proses hidro-oseanografi

Lebih terperinci

Teori Pembentukan Permukaan Bumi Oleh Faktor Eksogen. Oleh : Upi Supriatna, S.Pd

Teori Pembentukan Permukaan Bumi Oleh Faktor Eksogen. Oleh : Upi Supriatna, S.Pd Teori Pembentukan Permukaan Bumi Oleh Faktor Eksogen Oleh : Upi Supriatna, S.Pd Tenaga Eksogen Tenaga eksogen adalah kebalikan dari tenaga endogen, yaitu tenaga yang berasal dari luar bumi. Sifat umumtenaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelongsoran Tanah Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi mum Daerah Penelitian ecara umum morfologi daerah penelitian merupakan dataran dengan punggungan di bagian tengah daerah

Lebih terperinci

STRUKTUR GEOLOGI DAN SEDIMENTASI BATUBARA FORMASI BERAU

STRUKTUR GEOLOGI DAN SEDIMENTASI BATUBARA FORMASI BERAU STRUKTUR GEOLOGI DAN SEDIMENTASI BATUBARA FORMASI BERAU Kerjasama PT. Berau dan Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta Achmad Rodhi & Basuki

Lebih terperinci

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian hidrosfer dan siklus hidrologi.

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional Nova Scotia Daerah Penelitian Gambar 2.1 Cekungan Scotian di Nova Scotia (Adams, 1986) Cekungan Scotian dengan luas total sekitar 300.000 km 2 berada di sepanjang

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI.

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI. MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM LAHAN

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Singkapan Stadion baru PON Samarinda Singkapan batuan pada torehan bukit yang dikerjakan untuk jalan baru menuju stadion baru PON XVI Samarinda. Singkapan tersebut

Lebih terperinci