preloader
Butuh bantuan?
Hubungi kami
  • WhatsAPP
  • Email
  • Form order
chat-bubble Hubungi Kami
arrow-top
Home Articles Pengendalian penyakit tungro

Pengendalian Penyakit Tungro

11 December 2022
3 mins read

Tungro merupakan penyakit pada tanaman padi yang disebabkan oleh infeksi dua virus yang berbeda, yaitu Rice tungro bacilliform virus (RTBV) dan Rice tungro spherical virus (RTSV) yang hanya dapat ditularkan oleh wereng hijau (Nephotettix virescens) sebagai vektor secara semipersisten. Tanaman padi yang terinfeksi RTBV dan/atau RTSV akan menunjukan gejala kerdil, warna daun menguning sampai orange yang dimulai dari ujung daun muda, anakan berkurang, malai sedikit atau tidak terbentuk dan gabah yang terbentuk kadang steril, dan perkembangan akar terhambat. Dampak secara fisiologis, tanaman padi akan mengalami penurunan klorofil dan hormon, penurunan laju fotosintesis, dan peningkatan laju respirasi yang diikuti oleh meningkatnya enzim oksidase. Terdapat lima spesies wereng hijau yang dapat menularkan virus tungro yaitu Nephotettix virescens, N. nigropictus, N. malayanus, N. parvus, dan Recilia dorsalis.

Penularan virus tungro dapat terjadi apabila vektor memperoleh virus setelah menghisap tanaman yang terinfeksi virus kemudian berpindah dan menghisap tanaman sehat tanpa melalui periode laten di dalam tubuh vektor. Vektor memerlukan waktu selama 15-30 menit untuk memperoleh virus dari sumber inokulum dan melakukan penularan selama 10-30 menit. Masa inkubasi pada tanaman berkisar antara 1-3 minggu. Masa retensi virus di dalam tubuh vektor dapat mencapai 4-5 hari, namun apabila vektor menghisap kedua jenis maka retensi untuk RTBV adalah 7 hari dan 3-4 hari untuk RTSV serta akan kehilangan virus saat ganti kulit. RTBV merupakan virus dependen, sedangkan RTSV berperan sebagai virus pembantu. Wereng hijau dapat menularkan RTSV dan RTBV secara bersama-sama dari sumber inokulum yang mengandung kedua jenis virus. Penularan RTBV hanya terjadi apabila vektor telah menghisap RTSV terlebih dahulu, sedangkan penularan RTSV dapat terjadi tanpa bantuan RTBV.

Kompleksitas gejala tungro dipengaruhi oleh tingkat ketahanan varietas, umur tanaman saat terjadi infeksi, dan jenis virus yang menginfeksi. Gejala tungro mulai terlihat pada saat tanaman berumur 10-15 hari setelah inokulasi dan di pertanaman gejala muncul pada 21-30 hari setelah tanam. Ledakan tungro umumnya terjadi dari sumber infeksi yang berkembang pada pertanaman yang tidak serentak. Persentase infektivitas vektor migran pada stadia awal pertanaman menyebabkan tingginya intensitas penyakit tungro yang akan menjadi sumber infeksi bagi pertanaman di sekitarnya. Usaha pengendalian tungro secara terpadu bertujuan untuk menghindarkan pertanaman dari penyakit tungro dengan komponen utama waktu tanam cepat, penggunaan varietas tepat, penggunaan varietas tahan, dan pergiliran varietas tahan. Strategi pengendalian tungro dapat dilakukan juga dengan eliminasi RTSV. Diketahui RTSV memegang peran penting dalam penularan virus tungro dan dinilai efektif apabila bisa dieliminasi. Beberapa strategi pengendalian penyakit tungro dapat dilakukan dengan cara:

  1. Waktu tanam tepat sebelum terjadi populasi wereng hijau tinggi. Pada saat populasi wereng tinggi, pertanaman telah masuk fase generatif sehingga mengurangi tekanan infeksi virus tungro.
  2. Penggunaan varietas tahan. Pengalaman di lapangan menunjukan bahwa penanaman varietas tahan wereng hijau efektif menurunkan intensitas penyakit tungro. Namun, varietas tahan tidak boleh ditanam terus-menerus karena dapat meningkatkan tekanan seleksi vektor sehingga berkembangnya wereng hijau biotipe baru. Beberapa varietas tahan dilepas untuk mengendalikan tungro seperti Tukad Unda, Tukad Petanu, Tukad Balian, Kalimas, dan Bondoyudo. Namun varietas tersebut masing-masing tahan terhadap strain virus spesifik lokasi.
  3. Pergiliran varietas dengan pola tanam tidak serempak padi-padi-padi. Pergiliran varietas akan memperpanjang durasi ketahanan varietas dan mengurangi tekanan seleksi wereng hijau. Terdapat empat golongan dalam pergiliran varietas, yaitu : a) T0 (tanpa gen tahan) yang terdiri atas varietas IR5 5, Pelita, Atomita, Cisadane, Cikapundung, dan Lusi; b) T1 (Glh1) mencakup IR20, IR30, IR26, IR46, Citarum, dan Serayu; c) T2 (Glh6) meliputi IR32, IR38, IR36, IR47, Semeru, Asahan, Ciliwung, Krueng Aceh, dan Bengawan Solo; d) T3 (Glh5) yang terdiri atas IR50, IR48, IR54, IR52, dan IR64; dan e) T4 (Glh4) mencakup IR66, IR70, IR72, IR68, Barumun, dan Klara.
  4. Kultur teknis meliputi pengelolaan persemaian, cara tanam, dan pengaturan jarak tanam menggunakan jajar legowo 4:1, eradikasi langsung, pemupukan N tidak berlebihan, pengaturan ketersediaan air, dan penggunaan insektisida.

Sumber: Praptana, R. H., dan M. Yasin. 2008. Epidemiologi dan Strategi Pengendalian Penyakit Tungro. Iptek Tanaman Pangan 3(2): 184-204. Ladja, F. T., S. H. Hidayat, T. A. Damayanti, dan A. Rauf. 2016. Deteksi virus tungro pada gulma padi sawah menggunakan teknik PCR. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 35(1): 39-44

Tags
padi
budidaya
terintegrasi
pertanian
berkelanjutan
Epidemiologi
penyakit
virus
tungro
wereng
hijau
SHARE THIS ARTICLE