FYI.

This story is over 5 years old.

Cerita Hantu VICE

Kalau Masyarakat Beneran Tak Lagi Pakai Uang Tunai, Gimana Nasib Tuyul?

Berkat Alipay, kini semua start up berlomba-lomba mendorong kita meninggalkan uang tunai. Manusia sih bisa saja beradaptasi, tapi bagaimana dengan tuyul yang masih fokus nyolong uang kertas?
Tuyul ijo berkolor putih
Ilustrasi oleh Dian Permatasari

Kami percaya cerita-cerita hantu yang khas Indonesia tidak begitu saja muncul dari ruang hampa. Sebagai folklore, cerita-cerita itu adalah ekspresi kultural suatu masyarakat tertentu, yang diteruskan dari mulut ke mulut, dari generasi satu ke generasi berikutnya. Dalam banyak kasus, cerita hantu bahkan punya peran sosiologis, peran yang jauh lebih besar daripada menakut-nakuti bocah semata. Analisis, cerita, dan telaah kami mengenai hantu-hantu Indonesia itu kami rangkum dalam seri Cerita Hantu VICE yang dirilis untuk meramaikan Pekan Halloween 2018. Selamat membaca!

Iklan

Saat peserta sesi Uji Nyali ditantang membuktikan keberadaan makhluk kasat mata di sebuah tempat angker, mereka duduk terdiam sambil komat kamit di kegelapan. Hal yang terjadi setelahnya, kamera mereka tiba-tiba mati lalu nyala kembali. Begitu juga dengan lampu remang-remang seadanya yang berkedip mati nyala.

Pada akhirnya kita semua baik peserta, kru, dan penonton sepakat kalau itu ulah… MAKHLUK GAIB!

Hal yang membuat ini semua terkesan lucu justru ketika teknologi yang dianggap jadi standar modernitas dan segala sesuatu yang logis ternyata dianggap bisa diintervensi oleh makhluk halus yang seringkali jadi simbol antitesisnya. Inilah mengapa adegan-adegan dalam film Paranormal Activity berkali-kali menampilkan adegan mati lampu atau kamera rusak atau dalam film yang dibintangi Suzanna mesin mobil gagal menyala. Atas kepercayaan turun-temurun bahwa makhluk halus bisa mengintervensi teknologi itu yang bikin aku bertanya-tanya… bagaimana nasib tuyul jika di masa depan seluruh transaksi keuangan tak lagi menggunakan lembar-lembar uang?

Apakah populasi tuyul akan punah di perkotaan karena mata pencahariannya hilang total? Apakah dengan pola hidup masyarakat yang berubah jadi nontunai sepenuhnya berarti menghilangkan legenda soal tuyul? Atau, apakah tuyul lantas bertransformasi menjadi tuyul yang tech-savvy?

Coba bayangkan sebuah negeri di mana dunia tuyul mereka tenyata malah berlomba-lomba merancang start-up sendiri. Masing-masing startup punya keahliannya, ada yang berfungsi untuk mencuri saldo Gopay, sebagian lainnya untuk menyadap mesin ATM, hingga yang remah-remah macam menggondol saldo e-Toll atau mencuri jatah diskon kartu kredit. Jika hal itu terjadi dan dilekatkan dalam konteks masyarakat yang percaya penuh bahwa agama monoteisme adalah lawan bagi makhluk halus. Nggak pernah terbayang kan kalau tiap booth ATM di masa depan akan dipenuhi simbol-simbol pengusiran setan agama-agama Abrahamic?

Iklan

Hal yang mungkin terjadi lainnya jika tuyul menjadi tech savvy adalah, bisa jadi tiap masuk aplikasi uang elektronik macam Gopay atau OVO akan muncul pop-up ajian mantra anti-gaib agar tiap transaksi bebas gangguan mistis. Bisa dibayangkan ternyata bukan cuma uang dalam sistem Perbankan, tuyul yang awalnya hanya tercipta di konteks lokal merambah jadi global akibat dia bisa masuk ke sistem bitcoin. Ia pun bisa mengintervensi saham, sangat memungkinkan bisa jadi Elon Musk giting adalah akibat tuyul yang mengintervensi saham Teslanya. Kalau kalian pikir ini nggak nyambung, lo pikir dengan bilang bahwa gempa di kawasan lempeng itu bentuk dari azab, nyambung apa?

Kemungkinan lain ya sebaliknya. Tuyul ternyata nggak punya kemampuan menyesuaikan dengan zaman dan menandingi manusia yang dilanda keyakinan bahwa jenisnya adalah yang paling superior sehingga makhluk manapun tak bisa menandingi kesempurnaannya. Dalam hal ini, tuyul hanya akan bertahan di konteks masyarakat yang budaya cash-nya masih meraja. Sisanya mereka harus paham sebaiknya ikuti sajalah si Ucil dari Tuyul dan Mbak Yul yang pensiun dini mencuri kemudian hijrah. Toh siapa tahu saja jika tuyul hijrah, mereka akan dapat followers banyak di sosial media dan dapat uang dari endorsement. Bukankah itu menyenangkan? Apalagi bentuknya yang lucu dan menggemaskan.

Prediksi mengenai nasib tuyul yang lain masih sangat terbuka. Toh siapapun bebas bilang bahwa pertanyaan ini mengada-ngada dan sampah. Kalau menurut kalian pertanyaan ini tidak ada penting-pentingnya. Bukankah itu berarti ketakutan kalian melihat adegan kamera tiba-tiba mati dalam Paranormal Activity atau adegan hantu Sadako keluar dari TV di film The Ring sama tidak pentingnya? Padahal, ide intervensi hantu pada teknologi bukan muncul dariku, aku mengadopsinya dari banyak pendahuluku yang punya ide brilian menggabungkan teknologi dengan hantu, mengembangkannya secara oral dan memasalkannya lewat media termasuk film yang kita sama-sama tonton itu.

Iklan

Aku menemui Ahli Representasi Sosial, Risa Permanadeli yang selama lima tahun terakhir sibuk meneliti soal hantu. Kami dengan serius mendiskusikan nasib tuyul di tengah masyarakat nontunai. “Konteks akan berbeda karena memang tuyul lahir dari oralitas, kan kayak share knowledge. Kalau di masyarakat tersebut nggak ada elemen yang masyarakat lain ada, dia nggak akan memunculkan cerita itu,” jelas Risa.

Kami mendiskusikan jangan-jangan tuyul memang akan punah. Masalahnya ini adalah mata pencarian tuyul yang utama dan sialnya hal itu bersinggungan dengan teknologi. Tuyul bukan cuma iseng menakut-nakuti dengan mematikan lampu, mencuri uang tunai adalah tugas utamanya agar legenda tuyul tetap ada. Jika tak ada uang tunai maka budaya lisan soal tuyul bisa jadi hilang (atau mungkin tidak sama sekali).

Perdebatan kami soal ancaman keberadaan legenda tuyul atas “hegemoni” cashless kelak di masyarakat tak menemukan jawaban pasti: apakah tuyul akan punah atau sebaliknya malah menciptakan kekalutan massal akan tuyul siber atau digital dalam dunia Perbankan. Namun bagi Risa ada satu hal yang pasti soal bagaimana tuyul tadi di tengah kehidupan manusia. Baginya tuyul adalah ilusi dari keinginan manusia.

"Pada prinsipnya cerita tentang tuyul itu seperti transgresi pada prinsip kausalitas. Kausalitasnya kan orang itu adalah ‘kamu akan berhasil kalau kamu bekerja',” kata Risa. "Bahwa jangan-jangan hidup itu jalannya nggak linear seperti yang diyakini oleh pengetahuan, bahwa ada yang lain dan kita suka mengabaikan juga, kita nggak pernah percaya ‘oh ada tuyul’. Sebetulnya dia sedang memberi alternatif rasionalitas yang lain. Dengan bahwa “dapat duit itu nggak harus dari kerja, bisa juga mencuri."

Terlepas dari itu semua, tuyul adalah legenda yang lahir melalui cerita lisan yang disampaikan dari satu generasi ke generasi lainnya. Sementara kita selalu memberikan ruang bagi cerita oral macam tuyul sambil hidup dalam ruang modern, sepertinya tuyul mustahil mati.