Ramai Film Pengabdi Setan, Dosen UM Surabaya Bicara Mitos Hantu Perempuan

  • Beranda -
  • Artikel -
  • Ramai Film Pengabdi Setan, Dosen UM Surabaya Bicara Mitos Hantu Perempuan
Gambar Artikel Ramai Film Pengabdi Setan, Dosen UM Surabaya Bicara Mitos Hantu Perempuan
  • 27 Agu
  • 2022

Pengabdi Setan 2: Communion (Foto: dok. Rapi Films)

Ramai Film Pengabdi Setan, Dosen UM Surabaya Bicara Mitos Hantu Perempuan

Baru-baru ini film garapan Joko Anwar Pengabdi Setan 2: Communion menjadi banyak perbincangan warganet terkait kisah teror Ibu yang menghantui para penonton di seluruh bioskop di Indonesia. Bahkan hingga film ini dirilis telah disaksikan 6 juta penonton dalam 21 hari penayangan di bioskop.

Hantu dalam film horror Indonesia selalu identik dengan perempuan, termasuk dalam film pengabdi setan 2 yang diperankan Aktris Ayu Laksmi. Mengapa selalu demikian?

Dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Radius Setiyawan mengatakan gambaran perempuan di film horror yang menyeramkan bukan hal baru di Indonesia. Menurutnya film-film Indonesia banyak menceritakan kaitan antara mistisme dan perempuan.

Ia mencontohkan beberapa film bergenre horor di Indonesia periode 2000-an yang menampilkan representasi tersebut. Film-film horror perempuan seperti Suzanna, Kutukan Suster Ngesot, Terowong Rumah Sakit, Kembalinya Suster Gepeng dan banyak film sejenis lainnya.

“Kehadiran hantu perempuan dalam budaya layar di Indonesia tidak lahir di ruang hampa,”jelas Radius Sabtu (27/8/22)

Ia menjelaskan bahwa perempuan dalam banyak film menjadi pemeran utama dalam sebuah film hantu. Salah satu contoh yang sudah sangat popular sejak lama adalah sosok Sundel Bolong. Hantu Sundel Bolong dapat ditafsirkan sebagai simbol dari perempuan yang kehadirannya tidak diinginkan dan bahkan dianggap menjijikkan. Hal tersebut tergambar dari sosoknya secara visual. Tidak ideal, cenderung berantakan dan seram.

Menurut Radius, mitos yang bermula dari film-film horor yang secara berkelanjutan terus dipercaya dan masih menjadi buah bibir masyarakat bisa dimaknai sebagai penanda bagaimana perempuan diposisikan. Sedang terjadi kekerasan simbolik itu berjalan sudah sangat lama.

Sama halnya dengan sosok hantu ibu dalam film Pengabdi Setan yang digambarkan sebagai korban atas konstruksi stigma masyarakat yang memaknai bahwa perempuan menikah harus memiliki anak. Harus bisa bereproduksi, hingga akhirnya menempuh jalan, mengikuti sekte Pengabdi Setan agar memiliki keturunan.

Tak hanya itu, sosok perempuan berpakaian seksi penghuni rusun (Tari) yang diperankan Ratu Felisha, rupanya juga masih menjadi tokoh iconik dalam film horor Indonesia. Beberapa scene obrolan seksis yang dilakukan oleh preman sampai pada teror hantu pada perempuan yang diceritakan bekerja sebagai pelayan billyard menceritakan bahwa identitas baik buruk perempuan dari cara berpakaian hingga kehidupan masih terbelenggu dengan konstruksi penilaian masyarakat. Menjadi perempuan pendosa yang di akhir hidupnya dijerat teror hantu hingga terbawa ke neraka.

“Jika dicermati lebih dalam, terbentuknya mitos-mitos mengenai hantu perempuan di Indonesia mengindikasikan adanya campur tangan ideologi politik untuk mengendalikan masyarakat dan melanggengkan kekuasaan. Kekuasaan dalam konteks ini adalah relasi kuasa gender. Dimana ideologi patriarkal mencengkram begitu kuat." katanya lagi.

Sosok hantu perempuan merupakan langkah strategis untuk membungkam kaum perempuan dan melanggengkan ideologi patriarki.

Radius yang juga Alumni S2 Kajian Media dan Budaya menjelaskan melalui wacana yang terus-menerus direproduksi melalui media film, bahasa dan simbol, ideologi patriarki telah mengakar di dalam alam pikiran masyarakat, sehingga tidak mudah untuk diubah, termasuk mengubah tafsir masyarakat terhadap mitos-mitos arwah para perempuan tersakiti tersebut.

Menurutnya persoalan mengapa hantu selalu identik dengan perempuan juga terkait dengan struktur masyarakat di Indonesia.

"Adanya pembagian wilayah kerja antara laki-laki dan perempuan dimana perempuan identik dengan pekerjaan rumah (domestik) adalah salah satu persoalan. ”katanya lagi.

Oleh karena itu, perempuan sering kali digambarkan menjadi penghuni rumah. Bahkan, kelak hingga mati, ia masih menghantui tata urusan warisan di generasi selanjutnya.

“Struktur masyarakat tersebut secara tidak sadar menempatkan secara dekat representasi hantu dan perempuan dalam sebuah film dan melanggengkan mitos patriarkal dan mendomestikasi perempuan,”tutup Radius.