[Ditulis oleh Hadjar Chanissa Nur Malika, FIKOM angkatan 2020]

My body is my journal and my tattoos are my story.”

― Johnny Depp

Tato: Antara Adat dan Ketabuan | Sumber: cottonbro/Pexels

Saat ini stigma orang yang memiliki tato di tubuhnya masih mendapat perlakuan dan stigma yang cenderung buruk di masyarakat. Hal ini tentu tidak luput dari campur tangan media yang menampilkan pertunjukkan seolah orang yang memiliki tato adalah orang yang jahat, misalnya preman di sinetron yang menggunakan tato. Terlepas dari adanya stigma dan persepsi yang timbul, tato merupakan salah satu bentuk mode yang banyak digemari.

Sejarah Tato

Tato merupakan jenis modifikasi tubuh yang sudah dikenal sejak ribuan tahun lalu. Dalam pembuatannya, tinta tato dimasukkan ke dalam lapisan dermis kulit yang mengubah warna pigmen kulit dan bertahan lama. Praktik tato sudah sangat tua. Melansir dari History of Tattoos, bukti tertua yang ditemukan bahwa orang saling menato berasal dari zaman Neolitik. Ötzi the Iceman, mumi alami yang terpelihara dengan baik dari milenium ke-4 SM yang ditemukan di lembah Ötz di Pegunungan Alpen, ia memiliki tato karbon dalam bentuk titik dan garis. Mumi Amunet dari Mesir kuno dan mumi di Pazyryk di Dataran Tinggi Ukok di Siberia barat daya juga memiliki tato. Ada juga bukti bahwa pra-Kristen Jerman, Celtic, dan suku-suku lain dari Eropa tengah dan utara juga memiliki tradisi tato. The Picts, orang-orang yang tinggal di Skotlandia timur dan utara, terkenal dengan tato hitam dan biru mereka.

Ada orang yang menganggap tato sebagai tanda kebanggaan, sedangkan yang lainnya melihatnya sebagai sebuah “kebarbaran”. Orang Cina kuno biasa menato simbol untuk “tahanan” di wajah para penjahat yang dihukum dan terus melakukannya hingga abad ke-18 atau ke-19. Hal itu tidak menjadikan tato menyebar dan menciptakan makna tersendiri. Marco Polo menemukan tato hidup dan sehat di India Utara dan India, bahkan hari ini, memiliki tradisi membuat tato temporer dengan pacar. Legenda mengatakan bahwa Yue Fei, seorang jenderal Cina terkenal selama Dinasti Song, memiliki tato di punggungnya yang bertuliskan “Bayar Negara dengan Kesetiaan Murni” dan tato itu ditato di sana oleh ibunya. Peradaban lain juga menemukan tato mungkin secara mandiri. Masyarakat Filipina menggunakan tato sebagai tanda pangkat dan prestasi. Di Mesir tato terutama dipakai oleh wanita dan tato ini mewakili kelas, pengabdian agama mereka dipakai sebagai metode penyembuhan, dan sebagai bentuk hukuman.

Tato memudar di Eropa di bawah agama Kristen karena dianggap sebagai simbol barbar atau suatu kekerasan, tetapi tato tidak sepenuhnya hilang. Masih dalam artikel di History of Tattoos, pada saat pelayaran samudera dan penaklukan kekaisaran pada abad ke-16, para perantau sering membawa pulang penduduk asli bertato dari tanah yang mereka kunjungi. Ketika Kapten James Cook melakukan perjalanannya ke Pasifik Selatan, dia mencatat pengamatannya tentang modifikasi tubuh asli dan membawa kata “tato” ke dalam bahasa Inggris dan bahasa lainnya. Tato, dalam konteks “dunia lama” dan Amerika, menjadi populer di kalangan pelaut dan menjadi metode ekspresi diri dan juga metode identifikasi (dalam hidup maupun mati). Pada abad ke-19, tato populer di kalangan rakyat jelata dan para bangswan. Meskipun dikaitkan dengan kelas bawah pada abad ke-20, tato kembali menjadi arus utama lagi di dunia Barat pada sekitar tahun 1970-an dan pada saat ini umum digunakan di antara kedua jenis kelamin, di semua kelas ekonomi, dan orang-orang dari segala usia. Lalu, muncullah banyak salon tato yang menawarkan untuk menato orang secara profesional. Saat ini orang-orang yang memakai tato banyak yang sering bercerita tentang mereka atau ada sebagai kenang-kenangan dari hal-hal yang ingin mereka ingat. Hal ini yang nantinya akan menjadi simbol dari tato yang ingin dibuatnya.

Tato di Indonesia

Ada beberapa suku di Indonesia yang memang menganggap tato sebagai bagian dari budaya mereka. Misalnya, di Borneo (Kalimantan), penduduk asli wanita disana menganggap bahwa tato merupakan sebuah simbol yang menunjukkan keahlian khusus. Sedangkan, Suku Mentawai memandang tato sebagai suatu hal yang sakral dan berfungsi sebagai simbol keseimbangan alam.

Penato tradisional Mentawai dari Pulau Siberut sedang mempraktikan cara menato kepada seorang lelaki Mentawai pada Festival Pesona Mentawai di Mapadeggat, Tuapejat, ibukota Kabupaten kepulauan Mentawai, Sumatera Barat 20 April 2016. Orang Mentawai sedikit suku di Indonesia yang memiliki tato tradisional di sekujur tubuh dan masih bertahan di pedalaman Pulau Siberut./ Syofiardi Bachyul Jb

Tato Sebagai Bagian dari Mode

Di Indonesia sendiri, tato tentu sudah bukan barang asing lagi. Mudah sekali untuk menemukan orang yang memiliki tato di tubuhnya maupun menemukan seniman tato yang menawarkan jasa tatonya. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa stigma yang dimiliki oleh pengguna tato masih terbilang cukup buruk, terutama di daerah rural dan pedesaan yang masih menjunjung norma ketimuran. Tato lebih dari sekedar gaya hidup atau tren mode belaka. Tato seolah menyatu dengan tubuh sang pemilik dan menjadi simbol tersendiri atas makna yang tersedia. Bentuk simbol hingga peletakan di mana tato itu akan dibuat semuanya memiliki makna tersendiri. Banyak orang yang merasa bangga dan lebih bahagia dengan tato yang dimilikinya. Terlepas dari aturan agama mana pun atau budaya mana pun, memiliki tato adalah sepenuhnya hak masing-masing individu.

Bentuk Akulturasi Fashion

Tato sebagai wujud akulturasi | Sumber: ISTIMEWA via https://correcto.id/

Dilihat dari sejarahnya, tato memang sudah ada pada zaman dahulu. Tato tertua memang ditemukan di Mesir, namun setiap daerah atau suku pasti memiliki ciri khas tatonya sendiri. Selain dari bentuk simbol yang digunakan, penggunaan dan proses pembuatan tato tentu berbeda-beda. Misalnya saja, menggunakan duri, paku, hingga besi yang dipanaskan untuk mengukir bentuk yang diinginkan di kulit. Seiring berjalannya waktu, alat yang digunakan sudah berbeda, seperti menggunakan jarum suntik. Hal ini dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan tidak menimbulkan efek samping lain dalam kesehatan.

Masih dalam perkembangan tato, banyaknya orang yang teratrik dan ingin memiliki tato semakin tinggi. Namun, banyak yang masih takut dengan jarum atau ada larangan di dalam agamanya. Saat ini banyak dijual tato temporer atau tato yang bisa hilang dalam jangka waktu tertentu. Tato seperti ini banyak dijual di pasar online maupun di toko alat kecantikan. Tidak hanya berbentuk seperti gel, tato temporer juga ada yang berbentuk stiker. Cukup mudah dan tidak sakit jika digunakan. Meski banyak pro dan kontra terhadap munculnya tato temporer, rupanya masih banyak yang ingin menggunakan tato temporer sebagai penunjang mode atau sekadar coba-coba.

https://www.atome.id/

Sementara dalam Islam sendiri, tato yang dianggap boleh digunakan hanyalah henna. Dalam Islam, menato ditolak karena dianggap menutup kulit bagian atas sehingga tidak memungkinkan air wudu masuk. Namun bukan berarti Islam menolak budaya melukis tubuh. Sebagai peradaban yang lahir di tengah bangsa Arab, Islam memasukkan seni lukis tangan, Henna, menjadi bagian budaya mereka. Dalam artikel di Kumparan henna menjadi bukti proses akulturasi bangsa Arab yang lama dengan gagasan yang diusung oleh peradaban Islam.

“Seorang wanita menjulurkan tangannya dari balik tabir. Di tangannya ada sebuah tulisan untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menahan tangan beliau dan berkata, ”Saya tidak tahu, apakah ini tangan laki-laki ataukah tangan wanita?” Sang wanita menjawab, ”Ini tangan wanita”. Maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Jika kamu seorang wanita, seharusnya engkau warnai jari-jarimu dengan henna” (HR. Abu Daud 4166, dihasankan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).

Menggunakan henna bagi wanita turut didukung dengan adanya hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud. Meski aturan tato dilarang dalam ajaran agama Islam, seni melukis tetap masih ada meskipun tidak seperti tato kebanyakan. Henna sendiri juga turut menjadi tradisi seperti di pernikahan atau acara besar di beberapa daerah seperti India, Turki, Arab, bahkan di Indonesia sendiri. Tato memang bukan barang baru di dunia ini, namun eksistensinya di dunia ini tidak akan pernah pudar. Banyaknya perubahan di dunia ini, mulai dari teknologi hingga budaya dan norma yang ada tidak dapat menghilangkan peradaban tato di dunia ini. Tato akan selalu ada dan berkembang beriringan dengan teknologi dan inovasi manusia.

Sumber:
http://www.historyoftattoos.net/tattoo-history/history-of-tattooing/
https://id.wikipedia.org/wiki/Rajah
https://kumparan.com/kumparanstyle/henna-tato-yang-diterima-oleh-islam/full

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.
You need to agree with the terms to proceed