Sosok Jakob Oetama di Mata Pepih Nugraha

Jakob Oetama mengajarkan tentang jurnalisme makna yang tidak sekadar memberitakan peristiwa.
Pendiri Kompasiana Pepih Nugraha. (Foto: Tagar/Screenshot Tagar TV)

Jakarta - Pepih Nugraha merupakan salah satu wartawan yang pernah bergabung di Kompas selama 26 tahun. Cukup banyak kenangan yang terlintas diingatannya ketika mengenang Jakob Oetama (JO), pendiri Kompas Gramedia yang meninggal dunia pada Rabu, 9 September 2020.

Kita harus pandai menangkap suasana hati beliau saat sedang tidak enak dan saat enak. Tapi kemarahannya tidak pernah dimunculkan secara meledak-ledak.

Pepih mengaku seperti mendapat suprize ketika pertama kali bersua dengan Pak JO. Kejadian itu ketika Pak JO melintas lewat lantai empat gedung gedung Kompas. Dia inilah momen yang didambakan. Sebab, selama ini hanya melihat Pak JO di layar televisi.

Kelebihan beliau adalah humanismenya. Beliau menempatkan manusia dan kemanusiaan sebagai pusat, entah itu dari perhatiannya, kemudian merembet kepada bagaimana cara peliputan," kata Pepih ketika diwawancarai Tagar TV, Kamis, 10 September 2020.

Menurut pendiri platform blog Kompasiana itu, marahnya Pak JO bisa dilihat dari sapaannya kepada karyawan. Jika beliau memanggil dengan sapaan bung, mas, berarti hatinya sedang oke dan tidak gundah. Namun jiga sudah menyapa dengan kata saudara, Pak JO berarti sedang gusar.

"Kita harus pandai menangkap suasana hati beliau saat sedang tidak enak dan saat enak. Tapi kemarahannya tidak pernah dimunculkan secara meledak-ledak sepengetahuan saya," katanya.

Menurut Pepih, Pak JO menjadi tauladan dalam bersikap dan pandai membaca situasi. Seperti ketika Megawati Soekarnoputri lengser dari kursi Prisiden. Setidaknya, enam bulan sebelum kejadian itu, Pak JO pernah mengatakan bahwa Mbak Mega ini dijatuhkan.

"Kami diingatkan arah pemberitaan atau fenomena saat itu menuju ke sana dan memang pada akhirnya menjadi kenyataan (Mega) jatuh. Artinya, beliau punya banyak informasi dimana-mana," tuturnya.

Pak JO selalu menautkan ingatan Pepih dengan beberapa kata kunci. Di antaranya, jurnalisme makna, jurnalisme fakta atau jurnalisme kepiting atau humanism trancidental.

"Pak JO menekankan bukan peristiwa yang menjadi tolak ukur berita hari ini, akan tetapi makna dibalik berita tadi, selalu makna. Kalau makna itu berarti ada tautannya, ada kaitannya dengan masa lalu, maka selalu duduknya perkara," tuturnya.

Bagi Pak JO, kata Pepih, suatu peristiwa tidak berdiri sendiri, tapi ada kaitannya dengan masa lalu. Kemudian dijadikan titik tolak pada peristiwa di masa mendatang. Selalu jika ada jurnalisme makna maka disitu dituntut ada kedalaman dan latar belakang yang kaya dari peristiwa tersebut.

"Saya kira itu menjadi warna Harian Kompas sampai saat ini. Karena beliau sering berbicara jurnalisme makna, saya pun mempelajarinya secara autodidak, saya baca bukunya mengenai interpretated report. Berangkat dari sebuah penulisan berita tidak kemudian hanya sebatas 5W + 1H," tuturnya.

Menurutnya, Pak JO hanya mengantarkan maksud kepada pembaca melalui berita tanpa menghakiminya terus-terusan. Misalnya, ketika Harian Kompas mengkritisi suatu masalah, maka itu akan diakhiri ketika Pak JO sudah menganggap pesan sampai ke pembaca.

"Ibaratnya seorang petinju yang sudah KO, sudah terkapar, ya jangan dipukulin terus," katanya.

Pesan itu sederhana, mendalam tapi itulah jurnalisme yang diajarkan Pak JO sebagai jurnalisme yang tidak neko-neko dan tidak asal. Pak JO lebih mengajarkan kepada esensi dan makna dari sebuah peristiwa. []

Lihat wawancara Tagar TV mengenang Jakob Oetama dengan Pepih Nugraha:


Berita terkait
Cerita Wisnu Nugroho Ditelepon Jakob Oetama Menyoal Buku SBY
Pemimpin redaksi Kompas.com Wisnu Nugroho mengenang kisahnya yang pernah ditelepon Jakob Oetama.
Etos Kerja Jakob Oetama yang Diteladani Wisnu Nugroho
Wisnu Nugroho mengenal Jakob Oetama seorang pemimpin yang disiplin dan bertanggungjawab dalam semua hal.
Figur Jakob Oetama, Tokoh Pers Indonesia
Ketekunan, keuletan, dan kerja keras mengantarkan Jakob Oetama memiliki media ternama di Indonesia dengan nama Harian Kompas.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.