Chrisye, Lelaki Sejati Tak Pernah Pergi

- Jumat, 30 Maret 2018 | 23:10 WIB
Chrisye (foto: istimewa)
Chrisye (foto: istimewa)

JAKARTA, suaramerdeka.com - Hari ini, 11 tahun lalu, atau tepatnya 30 Maret 2007, salah satu dari sedikit penyanyi penting di Indonesia, bernama Chrisye, telah pergi meninggalkan kita semua. 

Tapi hebatnya,  Chrismansyah Rahadi atau bernama lahir Christian Rahadi, kelahiran Jakarta, 16 September 1949, tidak pernah benar-benar mati. Bukan semata karena jejaknya yang terlalu dalam di hati kita semua. Tapi kenangannya memang terlalu kuat untuk tanggal dari memori pencintanya. 

Tidak berlebihan jika para pencintanya selalu, dan senantiasa menyediakan ruang pertemuan privat dan merdeka di sanubari mereka masing-masing. Ya, sebagaimana adagium lawas mengatakan, nasib baik hanya menghampiri dan berpihak pada manusia pemberani,  dan laki-laki sejati serta pemberani tak pernah benar-benar mati. 

Adagium itu, sangat pas dan presisi disematkan kepada sosok Chrisye. Dengan segenap keberaniannya, dia memilih dan dipilih dunia seni, untuk saling menghidupi dan dihidupi. Sebuah pilihan awal, yang sepenceritaannya kepada penulis, di medio tahun 2006, sempat menimbulkan hubungan yang tidak nyaman, dan membuatnya harus berpunggungan dengan kedua orang tuanya. 

L Rahadi dan Hana, orang tua yang telah melahirkan Chrisye, sepenceritaan Chrisye, tidak pernah berpikir jika kelak anaknya akan menjadi salah satu dan sekali lagi dari sedikit penyanyi penting Indonesia. Betapa tidak? 

Anak kedua dari tiga bersaudara ini, pada awalnya toh berperilaku sebagaimana anak-anak kebanyakan. Gemar bernyanyi di kamar mandi, juga tikungan kamar dan ruang tamu di rumah orang tuanya. 

Memang pada masa kanak-kanak Chrisye, suka menyanyi. Akan tetapi itu pun pada batas wajar. “Ya menyanyi sebagaimana anak kecil lain menyanyi. Sebatas hobi,” ujar ayah empat orang anak ini membuka cerita. Atau setahun sebelum maut menyapa dan menjemputnya, dengan cara yang paling santun. 

Di bangku SMA-lah aktivitas menyanyinya menjadi semakin kuat. Hingga lulus SMA pada 1967, ayah Anissa, Risty, serta si kembar Masha dan Pasha ini, sempat “mampir” sejenak di Teknik Arsitektur dan APK (Akademi Pariwisata & Perhotelan Trisakti).

Namun panggilan hati untuk menyanyi ternyata lebih kuat. Ia akhirnya dengan segala keberaniannya, memutuskan dan menetapkan hati keluar dari dua fakultas itu. 
Setelah keluar dari bangku kuliah inilah, bersama kawan-kawan dia membentuk grup Sabda Nada Band pada 1968-1969.

Setelah itu bersama kawan-kawan di Gang Pegangsaan seperti Zulham Nasution, Gauri Nasution, Keenan Nasution, Onan, dan Tami membentuk Gipsy Band yang bertahan hingga 1974. Bayangkanlah. Tidak semua anak muda saat itu, benar-benar mempunyai keberanian mengambil langkah meninggalkan bangku kuliah. Untuk kemudian mengadu nasibnya di dunia seni, yang penuh ketidakpastian, pergunjingan, bahkan citra semu.

Sebuah dunia, yang terlalu banyak onak, tikungan tajam, dan tanjakan tak berkesudahan. Dunia yang cenderung menjadi musuh utama para orang tua, yang anak-anaknya malah menjatuhkan pilihan sadar kepadanya. 

Bukan sebuah dunia yang bisa diprediksi, tidak ajeg angin rejekinya, dan berkawan baik dengan ketidakpastian. Tapi, pada saat bersamaan, hanya manusia-manusia terpilih lah yang mempunyai keberanian yang tak berperi, dan sanggup menghadapinya. Dengan segala konsekwensinya. 

Dan adagium lawas itu, tampaknya, pada akhirnya, pelan-pelan menumpahkan tuahnya kepada Chrisye. Nasib baiknya, benar-benar menyertai kaum pemberani. Persona seperti Chrisye. Dengan segenap keberaniannya pula, saat itu, ia mengembangkan kreativitasnya berama The Pros. Band berawak Chrisye, Broery Marantika, Dimas Wahab, Pomo, Ronnie Makasutji, dan Abadi Soesman. “Bersama dua band ini kami sempat manggung di New York selama dua tahun di Ramayana Restaurant,” kenang Chrisye.

Sekembali ngamen dari Negeri Paman Sam itulah dia bergabung dengan Guruh Soekarno Putra dengan membentuk Guruh Gipsy. Setelah menelorkan beberapa album, pria kalem yang pernah bermain dalam film Seindah Rembulan dan Gita Cinta Dari SMA, ini akhirnya, sekali lagi, dengan keberaniannya, memutuskan bersolo karier.

Halaman:

Editor: Nugroho

Rekomendasi

Terkini

X