Adi Wicaksono Taroepratjeka: Semua Cerita Ini Tentang Kopi

Adi Wicaksono Taroepratjeka sudah terbiasa berkecimpung di dunia kopi, bahkan jauh sebelum kedai kopi ramai seperti saat ini.

Senin, 21 Januari 2019 | 11:28 WIB
Adi Wicaksono Taroepratjeka: Semua Cerita Ini Tentang Kopi
Adi Wicaksono Taroepratjeka. (Suara.com/Aminuddin)

Suara.com - Tangan kanan Adi Wicaksono Taroepratjeka menggenggam teko leher angsa berbahan kaca. Perlahan pula tangannya menggerakkan teko itu dengan bentuk melingkar, di mana leher teko mengalirkan air panas ke alat seduh manual berbentuk corong yang sudah terisi bubuk kopi.

"Kita seduh pakai Kalita Wave," tuturnya kepada Suara.com di 5758 Coffee Lab, Jalan Rusa Pinus Raya, Gegerkalong, Bandung, Jawa Barat, Selasa (8/1/2019).

Adi Wicaksono Taroepratjeka sudah terbiasa berkecimpung di dunia kopi, bahkan jauh sebelum kedai kopi ramai seperti saat ini. Dia mulai mengenal kopi sejak tahun 1999.

Kala itu Adi Wicaksono Taroepratjeka nekat membuka warung kopi bersama rekannya di bilangan Jalan Cipaganti, Bandung. Di sela kesibukannya menyelesaikan bangku perkuliahan, Adi Wicaksono Taroepratjeka berkecimpung dalam dunia kuliner. Tiap dapur restoran sempat dia singgahi dari satu tempat ke tempat lain.

Pria kelahiran Bandung, 43 tahun silam itu, kini menjadi satu-satunya instruktur Q Grader di Indonesia saat ini. Menjadi pengajar untuk menentukan seseorang layak dibilang ahli dalam uji cita rasa kopi memang bukan perkara mudah.

Adi Wicaksono Taroepratjeka. (Suara.com/Aminuddin)
Adi Wicaksono Taroepratjeka. (Suara.com/Aminuddin)

Adi Wicaksono Taroepratjeka mengaku menghabiskan waktu sekitar 6 tahun untuk bisa mendapat sertifikat instruktur Q Grader dari lembaga internasional Coffee Quality Institute.

Kini, kesibukan Adi Wicaksono Taroepratjeka tetap menjadi instruktur di 5758 Coffee Lab--sebuah perusahaan kopi miliknya yang fokus di bidang bisnis pelatihan alias kelas kursus tentang kopi.

Suara.com berkesempatan melakukan interview langsung dengan Adi Wicaksono Taroepratjeka di sela kesibukannya mengurus 5758 Coffee Lab.

Berikut petikan wawancaranya:

Kapan Anda mulai mengenal dan menggeluti dunia kopi?

Secara professional mungkin tahun 1999. Itu buka warung kopi di Cipaganti, namanya ruang tengah Ardan. Itu pertama buka warung kopi, kondisi belum lulus (kuliah) ada yang ngajakin, ya udah modal nekat saja.

Saya latar belakang pendidikan sekolah perhotelan, tapi sebelum sekolah perhotelan sempat sekolah coba jadi arsitek di ITB, tapi merasa tidak bahagia akhirnya keluar.

Mengapa Anda tertarik untuk mendalami dunia kopi?

Kopi itu perjalanan. Dulu awalnya Cuma gara-gara suka minum kopi, terus pas nyoba nyeduh dan lain-lain, kerjaan lebih masih banyak di dapur (koki), terus sampai satu titik merasa kalau terus di dapur ada yang apa ya (mengganjal) saya nggak bisa main-main dengan babi karena agama, jadi agak-agak sebel juga. Ya udah akhirnya beralih ke kopi dan ternyata kopi banyak ceritanya, banyak yang bisa dilakukan dengan kopi tidak hanya jadi konsumen tapi juga bisa jadi paling tidak saya tolong Negara ini lah, bikin sesuatu buat Negara ini.

Kopi yang baik yang seperti apa menurut Anda?

Yang enak. Tiap orang punya definisi (enak) berbeda-beda dan subjektif. Kita besar dengan definisi enak yang berbeda-beda. Cuma emang sekarang makin lama orang makin susah ngomong enak menurut pribadi. Karena tekanan untuk terlihat keren atau kaya ada paksaan meminum kopi itu hanya ada dengan satu cara nggak boleh pakai cara lain.

Misalnya seperti apa?

Minum kopi nggak boleh pakai gula, nggak boleh digunting, kayanya semakin lama semakin banyak diatur padahal lidah-lidah kita. Kan duit-duit kita, kan kalau suka pakai gula ya mangga (silahkan).

Adi Wicaksono Taroepratjeka. (Suara.com/Aminuddin)
Adi Wicaksono Taroepratjeka. (Suara.com/Aminuddin)

Bicara agak detai soal kopi, bagaimana cara menakar biji kopi dari segi kualitas?

Kalau kita melihat dari sisi biji hijau (green beans) ada standar skoring, ada standar uji cita rasa, dimana dari jumlah cacat yang ada, dari jumlah total nilai hasil uji cita rasa kita bisa mengklasifikasikannya berdasarkan kualitas. SNI (standar nasional Indonesia) itu punya 6 satandar kualitas, di luar itu ada satu standar kualitas standar spesialti. Nah antara standar spesialti sama grade satu (SNI) itu masih tidak sepadan.

Apa yang membedakan SNI dan Spesialti?

SCA (Specialty Coffee Assosiation) itu jauh lebih ribet dibandingkan grade 1. Mereka (SCA) mengkategorikan dua jenios cacat, ada cacat besar dan kecil, sementara di SNI tidak. SNI ada nilai tital cacat, yang dinilai di SCA walaupun ada satu cacat, itu masih masuk cacat dan otomatis itu tidak bisa masuk ke spesialti. Untuk kopi spesialti itu di dunia kecil Cuma 5-10 persen dari jumlah total produksi dan tidak bisa dipaksakan karena itu hasil alam.

Kalau di atas spesialti?

Ada namanya cup of excellence (COE), itu lebih ribet lagi sistem penioalainya berbeda. Penekannanya pada clarity, acidity dan yang lainnya. Itu paling hanya ada satu persen dari jumlah total produksi kopi di dunia.

Siapa yang bikin skor?

Organisasi yang menciptakan sistem ini adalah Alliance for Coffee Excellence. Ketika menciptakan ini merke bekerja sama dengan orang-orang dari dunia spesialti juga, mereka mencari kopi yang lebih spesifik yang ada. kulaitasnya di atas spesialti.

Siapa yang menjadi jurinya?

Sebenarnya semua orang bisa cuma hanya masalah kredibilitas saja. Semua orang bisa mempelajari bagaimana cara menggunakan lembar uji citarasanya. Nah yang jadi masalah adalah menyamakan persepsi tentang nilai. Misalnya, rasa seperti ini nilanya berapa dan lain sebagainya. Makanya munculah orang-orang dengan lisensi penguji cita rasa, di antaranya adalah Q Grader.

Apakah Q Grader bisa jadi penguji cita rasa?

Mereka paling tidak memiliki pelatihan yang menyebalkan karena susah. Kelas Q Grader ini kelas dengan tingkatan paling rata-rata 30-40 persen yang lulus dan lisensinya setiap tiga tabhun harus diperbaharui. Mereka paling tidak sudah terkalibrasi.

Q Grader itu hanya dilatih untuk member penilaian terhadap kulaitas kopi biji hijau atau dalam format uji cita rasa, udah berhenti di situ. Fokusnya control kualitas. Q grader nggak bisa nyeduh, nggak diajarkan sangrai, nggak diajarkan soal menanam kopi, hanya control kualitas dan tentu memiliki pandangan yang sama dengan Q Grader lain yang ada di dunia.

Seberapa penting menggeluti dunia kopi di kelas Q Grader?

Kalau jawaban sederhana saya adalah kelas Q Grader ini investasi besar, bisa kita balikkan modal nggak? Jangan sampai kita udah invest sebesara Rp 17,5 juta tapi kita nggak bisa mendapatkan sesuatu yang lebih dari situ, itu baik dalam berupa gaji, pendapatan atau proyek apapun. Apakah Q Grader menambah kredibilatas, tentu menambah kredibilatas, tetapi apakah bisa menghidupi keluarga kita dengan tambahan kredibilitas itu.

Adi Wicaksono Taroepratjeka. (Suara.com/Aminuddin)
Adi Wicaksono Taroepratjeka. (Suara.com/Aminuddin)

Anda satu-satunya Instruktur Q Grader di Indonesia...

Iya, sebenarnya semua orang bisa jadi instruktur, sayaratnya adalah dia harus jadi seorang Q Grader dulu selama 3 tahun. Lalu setelah itu dia ikut kalibrasi sekali, membantu beberapa kelas, mengajukan permohonan untuk bisa ikut kelas asisten instruktur.

Kemudian mengambil ujian untuk menjadi instruktur. Terdengar tidak terlalu susah tapi nyebelin karena punya ilmunya dan bisa membagi ilmunya kemudian menjadi pengajar itu dua hal yang bebeda. Ketika kita kita jadi seorang pengajar kita tidak hanya membagi (ilmu) apa yang kita punya bisa membawa peserta bisa nyaman di kelas kita dan mendapatkan informasi yang tepat dari kita.

Saya jadi dapat lisensi Q Grader tahun 2009, kemudian saya jadi instruktur pada 2015.

Dulu antara 2009 sampai dengan 2015, di Indonesia pelatihan Q Grader itu paling setahun sekali. Itu pun instrukturnya masih dari luar dan saya waktu itu bantuan jadi sukarelawan dari mulai beberes kelas dan lain-lain saya lakuin itu di Jakarta. Terus tahun 2013 saya ikut asisten instruktur, baru tahun 2015 saya berani mengambil ujian untuk instruktur.

Kesempatan untuk jadi instruktur itu ujiannya hanya boleh 2 kali diambil seumur hidup. Jadi kalau gagal sekali maka cuma ada satu kesempatan lagi dan kalau gagal lagi ya udah.

Saat ini Anda satu-satunya yang jadi instruktur di Indonesia, tapi kedepan bagaimana?

Tidak menutup kemungkinan akan banyak karena perkembangan kopi yang semakin ramai. Namun ada hal lain yang mnyebalkan juga, di mana kelas Q Grader itu hanya bisa diberikan di lab tersertifikasi. Di Indonesia ada 3 tempat. Pertama di kami 5758 Coffee Lab, kemudian di Bon Coffee Jakarta dan di ABCD Coffee.

Ada sebuah standar yang harus diikuti mulai dari lampu, suara, hingga kelengkapan alat dan lain sebagainya.

Ada berapa orang Q Grader di Indonesia?

Di Indonesia itu yang aktif Q Grader ada sekitar 131. Kalau nggak salah ya. Itu untuk yang arabika. Tapi untuk yang robusta cuma ada 13 orang.

Apakah berbedaan antara robusta dan arabika?

Yang satu ngomongin spesialisasinya arabika dan satulagi spesialisasinya robusta. Dua-duanya pola pikirnya berbeda, cara ngisi formnya berbeda, lembar formnya berbeda, pelatihannya berbeda.

Kontributor : Aminuddin

Saat anda ikut ujian instruktur Q Grader, menghabiskan biaya berapa?

Sebeulnya bisa jadi untung kjarena kita bikin kelas, sala kita bisa jual kelasnya, semua dana bisa kita tutup dari hasil penjualan kelas.

Jadi kaalu kita mau ikut kelas Q Grader, kita mau memulai karir jadi Q Grader, kelas itu kalau di 5758 kami menjualnya seharga Rp 17,5 juta untuk kelas 6 hari. Dengan rincian 3 hari kelas dan 3 hari ujian.

Tapi kami memberikan harga berbeda untuk peserta non Indonesia (WNA) kami memasang harga 2 ribu dolar AS. Itu masih sangat murah dibandingkan Singapura, Malaysia dan lain-lain, Tapi tetap kami terikat perjanjian lisan kami nggak bisa jual harga yang lebih murah dair itu karena nggak fair sama mereka.

Bicara bisnis, bagaimana potensi kopi di Indonesia?

Potensinya besar karena kita memiliki kergamana rasa yangs angat luas namun kita juga di salah satu kelemahan di Indonesia adalah di konsistensi.

Selain itu kelemahan kita juga adalah jumlah kopi yang dihasilkan per hektarnya belum besar dan sangat kecil dibanding negara lain. Ketika pohon kopi tidak hidup dengan sehat maka hasil produksi kopi sangat rendah.

Indonesia rata-rata hanya menghasilkan 350 kwintal hingga 600 kwintal per hektar sekali panen. Sementara di Vietnam untuk arabika saja bisa sampai 2 ton per hektar. Sementara robustanya sampai 4 ton per hektar.

Jadi kalau mau mensejahterakan petani kayakanya akan lebih sustainable kalau kita memperhatikan dari jumlah produktivitas dan juga lebih meperhatikan petani dalam menanam dan bercocok tanam jangan diajak merkea untuk nyangrai, ntyeduh sampai tiba-tiba jadi barista.

Kenapa? Well, untuk jadi manusia yang konsisten itu susah ketika kita mencoba mengerjakan semuanya tentu akan otomatis lebih susah lagi.

Bagaimana pandangan Anda soal maraknya bisnis kopi di Indonesia?

Latah. Sangat latah, yang tadinya nggak tahu kopi mau main di kopi. Meskipun dengan pengetahuan yang terbatas. Yang tadinya di hilir mulai main ke hulu, yang mainnya di hulu sekarang mulai main ke hilir.

Pemerintah juga latah kok.

Mengapa Anda bilang jika pemerintah juga latah?

Itu tujuannya baik tapi langkahnya terlalu terburu-buru, kaya bikin program sekolah kopi. Idenya bagus, ya cuma kan meski ide bagus kalau pengerjaannya berantakan, ya berantakan.

Adi Wicaksono Taroepratjeka. (Suara.com/Aminuddin)
Adi Wicaksono Taroepratjeka. (Suara.com/Aminuddin)

Bicara 5758 coffee lab, bagaimana awal Anda mendirikan tempat ini?

Idenya, kita capek ngamen dari satu warung kopi ke warung kopi lain, dari satu meeting room ke meeting room lain. Saya kerja sebagai konsultan cafe food and baverage dengan spesialisasi di kopi.

Akhirnya buka ini, di antaranya adalah tempat mengajar untuk kelas Q Grader, karena saya butuh lab tersertifikasi.

Mengapa namanya 5758?

5758 sendiri sebenarnya adalah merk dari perusaan kami sendiri namanya PT Belajar Kopi Bersama. Kenapa 5758, karena kalau dibaca jadi maju mapan. Kami merasa nama itu doa, dengan adanya tempat ini kami berdoa semoga kopi di indonesia tidak hanya maju tapi juga mapan.

5758 coffee lab sudah mempunyai 2 ribu alumni. Mereka dari dari Bandung, Cimahi, Bandung Raya lah ya. Kalau paling jauh dari Brunei Darusalam, Hong Kong, China, Amerika Serikat, Australia, dan Eropa.

Kami punya 14 jenis kelas. Kelas kami dimulai dari kelas kenalan sama kopi, kelas seduh manual, kelas seduh mesin, kelas uji cita rasa, sampai pada kelas manajemen keuangan di kedai kopi.

Berapa biaya yang harus dibayar untuk kursus di tempat Anda?

Itu beda-beda. Rentangnya mulai dari Rp 450 ribu sampai Rp 17,5 juta. Jadi sangat berbeda-beda tergantung dari jumlah hari, tingkat kesulitan dan yang lainnya.

Bagaimana saran Anda untuk para pebisnis pemula coffee shop?

Jangan pernah terpaku dengan kata seseorang, tapi jualan sesuatu yang kita doyan. Jangan terlalu ikuti bahwa kata si juara dunia harus ini dan itu, jangan pernah menutup diri dari berbagai kemungkinan. Jangan merasa cepat puas, kalau kata salah satu guru saya dulu selalu mencoba untuk menjadi seseorang yang free spirit, jangan terpaku kalau kopi selalu seperti ini karena suatu saat dia pasti akan berubah.

Saat ini, kopi apa yang paling laku di pasaran?

Sekarang yang pasti yang rata-rata orang jual mau dari tempat yang sederhana sampai yang bagus adalah es kopi susu. Alasannya simple, karena kita tinggal di tempat tropis yang cenderung panas maka akan lebih digandrungi kalau yang dingin-dingin. Terus manis lagi dan minumnya gampang, nggak usah pakai mikir.

Adi Wicaksono Taroepratjeka. (Suara.com/Aminuddin)
Adi Wicaksono Taroepratjeka. (Suara.com/Aminuddin)

Berapa modal untuk membuka kedai kopi?

Rentangnya mulai dari Rp 10 juta sampai Rp 15 milyar, bisa lebih malah .

Di kopi itu terkadang ada banyak barang-barang yang mahal, yang kadang orang beli karena lihat di warung kopi sebelah, yang kadang tanpa tahu akan terpakai atau tidak tiba-tiba beli saja, tapi tidak tahu cara mengoperasikannya dengan baik dan benar.

Mesin espresso itu rentangnya yang mesin bener dari Rp 20 juta sampai Rp 300 juta. Mesin gilingnya dari Rp 10 juta sampai Rp 50 juta. Kadang satu kedai kopi punya antara 3 sampai dengan 4 mesin giling, kan sudah Rp 200 juta, belum dapur, dekorasi dan yang lainnya.

Jadi lebih bagus mana, bisnis kedai kopi atau bikin kafe?

Tergantung duit, dompet juga lokasi sebetulnya.

Sekarang kita buka warung kopi, tapi kelilingnya tempat bagus. Tapi kita buka kafe mewah tapi ke situ nggak ada parkiran, jalan jelek, masuk gang jauh susah juga.

Jadi buka warung kopi itu banyak yang gagal karena mikirnya warung kopi sedang nge-hits, tapi mereka tidak melihat sisi bisnisnya. Tidak bikin perhitungan, proyeksi dan yang lainnya.

Kalau saya melihatnya gini, buat pengusaha tidak jadi malasah kan. Kadang untung kadang rugi, tapi untuk pekerjanya, baristanya bagaimana ketika gulung tikar.

Kontributor : Aminuddin

Dapatkan update breaking news dan berita pilihan kami dengan mengikuti Suara.com WhatsApp Channel di ponsel kamu

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

WAWANCARA

TERKINI