SlideShare a Scribd company logo
1 of 121
Download to read offline
BUNUH DIRI SEBAGAI BENTUK JIHAD DALAM
     PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM
(Studi Analisis Pemikiran Imam Samudra dalam Buku
                 Aku Melawan Teroris)



                          SKRIPSI
      Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
            Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1
                     Dalam Ilmu Syari’ah




                            Oleh :
                      SHOHIBUL IBAD
                       NIM. 072211030




             JURUSAN JINAYAH SIYASAH
                 FAKULTAS SYARI’AH
   INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
                       SEMARANG
                            2012
Drs. H. Maksun, M.Ag
Perum Griya Indo Permai A 22 Tambak Aji Ngaliyan, Semarang
Drs. H. Nursyamsudin, M. Ag
Jl. Mandasia III No 354 Krapyak, Semarang


                    PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lamp.        : 4 (empat) eks.
Hal          : Naskah Skripsi
              An. Sdr. Shohibul Ibad

             Kepada Yth.
             Dekan Fakultas Syari’ah
             IAIN Walisongo

             Assalamu’alaikum Wr. Wb.
             Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya,
             bersama ini saya kirim naskah skripsi Saudara:
             Nama           : Shohibul Ibad
             NIM            : 072211030
             Judul          : “BUNUH DIRI SEBAGAI BENTUK JIHAD
                               DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA
                               ISLAM (STUDY ANALISIS PEMIKIRAN
                               IMAM SAMUDRA DALAM BUKU AKU
                               MELAWAN TERORIS)”
             Dengan ini saya mohon kiranya skripsi Saudara tersebut dapat
             segera dimunaqosyahkan.
             Demikian harap menjadikan maklum.
             Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
                                                  Semarang, 13 Juni 2012




                                       ii
KEMENTRIAN AGAMA RI
        INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
                   FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG
          Jl. Prof. Dr. Hamka Km.2 Ngaliyan Kampus III Telp/Fax. (024) 7601291 Semarang 50185

                                 PENGESAHAN
Skripsi Saudara       : Shohibul Ibad
NIM                   : 072211030
Judul                 : Bunuh Diri Sebagai Bentuk Jihad Dalam Perspektif
                         Hukum Pidana Islam (Studi Analisis Pemikiran Imam
                         Samudra Dalam Buku Aku Melawan Teroris)
Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syariah Institut Agama
Islam Negeri Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat
cumlaude/baik/cukup, pada tanggal :
                                   20 Juni 2012
dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana Strata 1 tahun
akademik 2011/2012.
                                                       Semarang, 20 Juni 2012




                                         iii
DEKLARASI


Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis

menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang

telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.

Demikian skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-

pikiran orang lain kecuali informasi yang terdapat

dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.




                         Semarang, 12 Juni 2012


                         Deklarator



                         SHOHIBUL IBAD
                         NIM. 072211030




                    iv
MOTTO




“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia
mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari
kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah
Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami,
janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau
bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau
pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah
kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka
tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir." (Q.S Al-Baqarah : 286)




                                      v
ABSTRAK

        Tema jihad di dalam Islam termasuk salah satu tema besar yang sangat
penting dan memiliki pengaruh besar. Sebab, dengan terpatrinya jihad maka akan
terbentuk risalah Islam, identitas kebangsaan, kenegaraan, kedaulatan,
kemerdekaan, kemuliaan, terjaganya harga diri, kehormatan, adat istiadat, budaya,
norma dan moral. Akan tetapi, jihad yang dipahami dengan pandangan yang
keliru dan diletakkan bukan pada tempatnya bisa berakibat fatal bagi Islam.
Pemahaman dan pelaksanaan dari perintah jihad menjadi hilang oleh golongan
yang bersikap berlebihan dan mengurangi. Dengan motivasi jihad pengorbanan
nyawa (intensi mati) yang seharusnya dilindungi menjadi tergadaikan karena
terbalut oleh jihad mengatas namakan sebagai perintah Allah. Taktik serangan
dengan bunuh diri pun coba di legalkan dengan mengunakan dasar agama. Imam
Samudra atau Abdul Aziz melalui bukunya ‘Aku Melawan Teroris’ menguraikan
pemahamannya mengenai Jihad serta pelaksanaannya dengan tindakan bunuh diri
(istisyhad).
        Dari latar belakang di atas, penelitian ini akan mengkaji bagaimana
pemahaman Imam Samudra tentang alasan bunuh diri sebagai bentuk jihad? dan
bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap bentuk tindakan bunuh diri
sebagai jihad?
        Metode penelitian ini dilakukan dengan jenis penelitian kepustakaan
(library research). Menurut sifat dari data yang dicari penelitian ini bersifat
kualitatif. Sumber data dari penelitian ini terdiri dari data primer buku ‘Aku
Melawan Teroris’ dan data sekunder yang mendukung. Dari sinilah kemudian
metode analisis dilakukan dengan deskriptif, interpretatif dan content analysis.
        Hasil studi penelitian menyimpulkan dua temuan. Pertama, pemahaman
Imam Samudra tentang alasan tindakan bunuh diri sebagai bentuk dari jihad
dilatarbelakangi oleh jihad yang diprioritaskan hanya sebagai perang. Puncak
pelaksanaannya dilakukan dengan tindakan intimidasi dan teror melalui serangan
mengorbankan nyawa (bunuh diri) di Indonesia dan Bali khususnya. Dalam jihad
hal ini bertentangan dengan hukum pelaksanaan jihad dan konsep wilayah jihad
perang. Kedua, Dalam ketentuan hukum pidana Islam dilakukan dengan jalan
qiyas untuk menyamakan kasus penyerangan dengan bunuh diri dengan
pemberontakan (al-baghyu) dengan illat bahwa perbuatan itu membawa dampak
yang      sama    yaitu    mengganggu      stabilitas    keamanan       masyarakat.
Pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidananya memiliki dua ketentuan.
Pertama, kejahatan yang berkaitan langsung yang hukumannya diserahkan kepada
ulil amri dan kedua, yang tidak berkaitan langsung yang dimasukan ke dalam
pidana hudud sesuai dengan jarimah yang dilakukannya.

Kata Kunci : bunuh diri, jihad, hukum pidana Islam.

                                        vi
PERSEMBAHAN




    vii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim…
       Puji syukur Alhamdulillahirobbil’alamin penulis ucapkan kehadirat Allah
Swt atas rahmat, hidayah dan karuniaNya, shalawat serta salam penulis haturkan
kepada junjungan kita Nabiullah Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat-
sahabat   dan       para   pengikutnya    yang     telah   membawa   Islam   dan
mengembangkannya hingga sekarang ini. Sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul: BUNUH DIRI SEBAGAI BENTUK JIHAD
DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM (STUDY ANALISIS
PEMIKIRAN           IMAM SAMUDRA DALAM BUKU AKU MELAWAN
TERORIS), dengan baik tanpa banyak kendala yang berarti.
       Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini bukanlah hasil jerih
payah penulis secara pribadi. Tetapi semua itu merupakan wujud akumulasi dari
usaha dan bantuan, pertolongan serta do’a dari berbagai pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi tersebut. Oleh karena itu, sudah
sepatutnya penulis menyampaikan terimakasih kepada:
   1. Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang
       yang telah memimpin lembaga dengan baik.
   2. Dr. H. Imam Yahya, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN
       Walisongo Semarang dan pembantu-pembantu Dekan                yang telah
       memberikan ijin kepada penulis untuk menulis skripsi tersebut dan
       memberikan fasilitas belajar hingga kini.
   3. Drs. M. Solek, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Jinayah Siyasah dan Rustam
       DKAH, M.Ag., selaku Sekretaris Jurusan Jinayah Siyasah Fakultas
       Syari’ah IAIN Walisongo Semarang.
   4. Drs. H. Maksun, M.Ag. dan Drs. H. Nur Syamsuddin, M.Ag. selaku
       Pembimbing atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan dengan sabar
       dan tulus ikhlas.
   5. Seluruh Dosen IAIN Walisongo Semarang atas segala ilmu yang telah
       diberikan.



                                         viii
6. Seluruh staff dan karyawan TU, Perpustakaan baik yang ada di Fakultas
       Syari’ah maupun di Institut.
   7. Kedua orang tua penulis, M. Ajib dan Khotijah beserta segenap keluarga,
       atas segala doa, perhatian, nasehat dan kasih sayangnya.
   8. Teman-temanku yang selalu memberi semangat sehingga terselesainya
       skripsi ini. Dan doaku untuk mereka, “Semoga Allah membalas semua
       amal kebaikan mereka dengan balasan yang lebih dari mereka berikan
       pada diriku” Amin.
   9. Teman-teman Jinayah Siyasah angkatan 2007 dan teman-teman di
       lingkungan IAIN Walisongo Semarang.
   10. Google.com untuk kemudahan yang diberikannya melalui akurasi
       searchingnya,   priview   bukunya     (book.google.com),   bookmarksnya,
       surelnya. Arcive.org atas koleksi buku dari para uploadernya. Dan
       berbagai forum diskusi online.


       Penulis juga menyadari dengan segala kerendahan hati bahwa penulisan
skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, semua kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca yang budiman
pada umumnya. Amin.




                                                    Semarang, 12 Juni 2012
                                                    Penulis




                                                    Shohibul Ibad
                                                    NIM. 072211030




                                        ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ......................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii
HALAMAN DEKLARASI ......................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ................................................................................. v
HALAMAN ABSTRAK ............................................................................. vi
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. vii
HALAMAN KATA PENGANTAR ........................................................... viii
HALAMAN DAFTAR ISI.......................................................................... x


BAB I PENDAHULUANs
          A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
          B. Rumusan Masalah ...................................................................... 6
          C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 6
          D. Telaah Pustaka ........................................................................... 7
          E. Metode Penelitian ...................................................................... 10
          F. Sistematika Penulisan ................................................................ 12
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JIHAD DAN BUNUH DIRI
          A. Jihad Dalam Islam ..................................................................... 14
          B. Bunuh Diri Dalam Hukum Pidana Islam ....................................                  26
             a. Pengertian Bunuh Diri ........................................................         26
             b. Alasan Bunuh Diri ..............................................................       27
             c. Hukum Bunuh Diri .............................................................         31
          C. Bunuh Diri Sebagai Bentuk Jihad ..............................................            36

BAB III PANDANGAN IMAM SAMUDRA TENTANG JIHAD
             A. Biografi Imam Samudra ........................................................         43
             B. Pemahaman Imam Samudra Mengenai Islam ........................                         52
             C. Pemahaman dan Pelaksanaan Jihad Imam Samudra ...............                           57
                a. Pemahaman Imam Samudra tentang Jihad ........................                       57
                b. Pelaksanaan Jihad Imam Samudra ....................................                 63
BAB IV ANALISIS PEMAHAMAN IMAM SAMUDRA TENTANG
        BUNUH DIRI SEBAGAI BENTUK JIHAD DAN
        TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP
        BENTUK TINDAKAN BUNUH DIRI SEBAGAI JIHAD

            A. Analisis Pemahaman Imam Samudra Tentang Bunuh
               Diri Sebagai Bentuk Jihad .............................................. 72
               1. Analisis Pemahaman Imam Samudra tentang Jihad.... 73
               2. Analisis Pelaksanaan Jihad Imam Samudra................ 83
            B. Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Bentuk
               Tindakan Bunuh Diri Sebagai Jihad................................. 94

BAB V PENUTUP
      A. Kesimpulan ........................................................................... 101
      B. Saran-saran ........................................................................... 103
      C. Penutup ................................................................................. 103


DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1




                                      BAB I
                                PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah

       Salah satu ajaran agama Islam yang langsung ditunjukkan Allah melalui

al-Qur’an adalah ajaran tentang jihad. Selanjutnya, ajaran ini cukup banyak

mendapat respons dari hadits Rasulullah dan ijtihad para ulama. Dalam ilmu fiqh,

ajaran jihad mendapat perhatian khusus dari para fukaha, hampir dalam setiap

buku-buku fiqih ditemukan pembahasan jihad secara rinci.

       Tema jihad di dalam Islam termasuk salah satu tema besar yang sangat

penting dan memiliki pengaruh besar. Sebab, dengan terpatrinya jihad maka akan

terbentuk   risalah   Islam,   identitas   kebangsaan,   kenegaraan,   kedaulatan,

kemerdekaan, kemuliaan, terjaganya harga diri, kehormatan, adat istiadat, budaya,

norma dan moral. Kesemua hal itu merupakan seperti yang telah dijanjikan Allah

dari kemenangan dalam jihad. Sebagaimana firman Allah SWT :




     “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan
     harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka
     berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (itu
     telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al
     Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada


                                     1
2




       Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan
       itu, dan itulah kemenangan yang besar” (Q.S. At-Taubah : 111).1

        Jihad ketika dipisahkan dari ajaran Islam akan mengakibatkan dampak

negatif. Islam akan menjadi statis, tidak mampu merespon segala perkembangan

zaman. Yusuf Qardhawi menyebutkan tanpa jihad, penjaga umat akan ternodai

dan darah generasinya akan menjadi semurah-murah tanah. Kesucian-kesucian

umat pun akan menjadi lebih rendah daripada segenggam tanah di padang pasir.2

Ungkapan tersebut dimaksudkan agar syari’at tentang jihad tidak dipisahkan dari

ajaran Islam. Jihad memiliki sebuah peranan penting dalam syari’at Islam.

        Jihad seperti dua mata pisau, jika diterapkan sesuai maka dampak positif

yang sangat besar akan diperolehnya. Namun, Jihad yang disalahpahami

mengakibatkan Islam dipandang sebagai agama peperangan, bukan agama

perdamaian. Bahkan istilah jihad itu sekarang tidak hanya disalahpahami

melainkan juga disalahgunakan oleh orang-orang barat untuk memperburuk citra

Islam.3 Implementasi konsep jihad lebih banyak dipahami secara sederhana

sebagai bentuk perang suci (holy war). Jihad dipahami sebagai kewajiban setiap

muslim untuk menegakkan kalimat Allah di muka bumi ini melalui kekuatan dan

perang. Akibatnya, kaum muslim yang rela dijadikan sebagai mortir untuk

melakukan perang atas nama agama.4



        1
            Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: Diponegoro, 2007 h.
168.
        2
          Yusuf Qardhawi, Fiqih Jihad: Sebuah Karya Monumental Terlengkap Tentang Jihad
Menurut Al-Qur'an dan Sunnah, terj. Irfan Maulana Hakim, Bandung: Mizan, 2010, h. xiv.
        3
          Haji Agus Salim, Tentang Perang, Jihad, dan Pluralisme, St. Sularto (ed.), Jakarta:
Gramedia, 2004, h. 59.
        4
          Muhammad Asfar, dkk, Islam Lunak Islam Radikal Pesantren, Terorisme dan Bom Bali,
2003, Surabaya: JP Press, h. 62-63.
3




         Kenyataannya sekarang berbagai kasus anarkisme hingga terorisme yang

dilakukan oleh sebagian kelompok orang Islam yang melakukan penyerangan

dengan ikut mengorbankan diri ke dalam aksinya tersebut. Hal ini dilakukan atas

nama agama (Islam) dengan pembenaran aksinya dari anjuran untuk melakukan

jihad.

         Diantara kasus-kasus yang terjadi yaitu, serangan 11 September 2001

dengan menabrakkan dua pesawat ke menara kembar World Trade Center di New

York City. Disusul dengan penabrakan sebuah pesawat ke Pentagon di Arlington,

Virginia. Pesawat lainnya yaitu United Airlines penerbangan 93, jatuh di lapangan

dekat Shanksville, Pennsylvania. Menurut laporan tim investigasi 911, sekitar

3.000 jiwa tewas dalam serangan ini.5 Osama bin Laden mengakui keterlibatannya

dalam kelompok al-Qaeda pada penyerangan tersebut dan mengakui hubungan dia

secara langsung pada serangan tersebut.6

         Di dalam negeri, aksi penyerangan dengan mengorbankan diri (bunuh diri)

yang mengatas namakan jihad terus berkembang. Mulai dari tragedi yang paling

menggemparkan yaitu bom Bali I dan bom Bali II yang merenggut nyawa warga

sipil tidak hanya dari pihak non-muslim akan tetapi juga dari muslim.7 Pelaku

bom Bali I Imam Samudra dalam bukunya “Aku Melawan Teroris”


         5
              Wikipedia, Casualties of the September 11 Attacks, diakses dari
http://en.wikipedia.org/wiki/Casualties_of_the_September_11_attacks, pada 1 November 2011,
Jam 17.00 WIB.
          6
            Maggie Michael, Bin Laden in Statement to U.S. People, Says He Ordered Sept. 11
Attacks, diakses dari http://legacy.signonsandiego.com/news/nation/terror/20041029-1423-
binladentape.html pada 1 November 2011, Jam 18.00 WIB.
          7
            Daftar korban bom bali I terjadi pada 12 Oktober 2002 dengan korban jiwa berjumlah
202 dan 209 orang luka-luka atau cedera, daftar nama korban diabadikan di monumen bom Bali
(Ground Zero Legian). Bom Bali II terjadi pada Oktober 2005 dengan korban jiwa 23 orang tewas
dan 196 lainnya luka-luka.
4




mengemukakan bahwa warga ‘sipil’ bangsa-bangsa penjajah yang asalnya tidak

boleh diperangi, berubah menjadi boleh diperangi karena adanya tindakan

melampaui batas, yaitu pembantaian atas warga sipil yang dilakukan oleh bangsa

penjajah.8 Oleh karena itu, untuk merealisasikan pemahamanya itu Imam

Samudra melakukan pengeboman pada tanggal 12 Oktober 2002, yang dijadikan

target adalah orang-orang Amerika dan sekutunya yang berada di Paddy's Pub dan

Sari Club (SC) di jalan Legian, Kuta, Bali.

        Dalam kasus bom Bali II di Jimbaran Bali 10 November 2005,

pengeboman mengunakan perantara manusia yang mana pelaku aksi peledakan

ikut tewas dalam aksinya.9 Hal ini diyakininya sebagai bagian dari Istisyhad.10

Seperti perlawanan rakyat Palestina terhadap agresi militer Israil dengan

meledakkan diri di tengah-tengah tentara Israil. Aksi serupa juga terjadi di Iran,

Irak, Chechnya, Afganistan dan Pakistan.

        Di Indonesia kemudian muncul istilah “pengantin” yaitu orang yang telah

siap untuk melakukan aksi bunuh diri menggunakan bom yang bertujuan untuk

melakukan “jihad”. Penggunaan istilah pengantin merupakan bentuk motivasi

bagi pelaku bunuh diri, disaat dirinya meninggal dalam penyerang tersebut, sejak

itulah pernikahannya berlangsung dengan para bidadari yang dijanjikan di surga.




        8
             Aziz, Abdul, Imam Samudera : Aku Melawan Teroris, Solo: Jazera, 2004, h. 116.
        9
             Vivanews, Kesaksian M. Salik Firdaus pelaku aksi peledakan Bom Bali II, di akses di
http://lipsus.vivanews.com/bom_bali/lipsus_detail_bagian_3c.html pada 1 Februari2011.
          10
             Istisyhad (     ) yang berarti berarti           (mencari syahid), syahid menjadi
bentuk kematian yang sudah mendapat jaminan surga. Ada juga yang menyebutnya sebagai
istimata atau pasukan berani mati, disamping itu ada juga yang menyebutnya dengan intihar atau
bunuh diri.
5




        Menanggapi aksi jihad dengan mengorbankan diri, Para ulama ada yang

membolehkan dan ada pula yang melarangnya. Sebagian berpendapat, tindakan

bunuh diri selagi ada kesengajaan membunuh dirinya sendiri sekalipun juga

mengakibatkan orang kafir musuh ikut terbunuh, tidaklah berbeda dengan bunuh

diri biasa yang hukumnya haram. Sehingga tidak dapat dikategorikan mati syahid.

Pendapat yang membolehkan, karena tindakan yang dilakukan oleh seseorang

dalam rangka jihad untuk membela agama atau tindakan dalam mempertahankan

kehormatan bangsa dan Negara.11 Adapun Imam Samudra memilih tentang

kebolehan aksi bunuh diri atau Istisyhad, walaupun dengan dugaan kuat bahwa

pelaku akan terbunuh dalam oprasi yang dilakukannya terebut.12

        Alasan mengapa sebagian umat Islam bersedia melakukan tindakan

semacam itu adalah permasalahan yang sesegera mungkin dicarikan solusinya.

Oleh karenanya apakah pemahaman dan perjuangan melalui mengorbankan diri

hingga mati merupakan bagian dari jihad fisabilillah.

        Atas dasar itulah penyusun tertarik untuk melakukan penelitian terhadap

pemaknaan jihad, dalam penelitian ini sebagai objek penelitian adalah pemikiran

jihad dari Imam Samudra melalui bukunya “Aku Melawan Teroris”. Dikarenakan

dalam menjelaskan konsepsi jihad dalam Islam, Imam Samudra menitik beratkan

arti jihad sebagai perang, dan menganggap boleh melakukan tindakan bunuh diri

untuk dapat membunuh orang-orang kafir. Bagaimana hukum bunuh diri yang

digunakan alasan dalam berjihad dilihat dalam perspektif hukum pidana Islam


        11
          Luthfi Assyaukani, Politik, HAM, dan isu-isu teknologi dalam fikih kontemporer,
Bandung: Pustaka Hidayah, 1998, h. 11
       12
          Abdul Aziz, Op.cit, h. 182-183.
6




berdasarkan sumber-sumber hukum islam dan juga untuk mengetahui apakah

jihad dengan jalan aksi bunuh diri ini sesuai dengan kriteria jihad yang dibenarkan

oleh syariat Islam. Oleh karena itu, penyusun berupaya melakukan penelitian ini

sehingga karya ini diberi judul : “BUNUH DIRI SEBAGAI BENTUK JIHAD

DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM (STUDY ANALISIS

PEMIKIRAN IMAM SAMUDRA DALAM BUKU AKU MELAWAN

TERORIS)”.

B. Perumusan Masalah

       Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, untuk membuat

permasalahan menjadi lebih spesifik dan sesuai dengan titik tekan kajian, maka

harus ada rumusan masalah yang benar-benar fokus. Ini dimaksudkan agar

pembahasan dalam karya tulis ini, tidak melebar dari apa yang dikehendaki. Ada

beberapa pokok permasalahan yang akan dikaji :

   1. Bagaimana pemahaman Imam Samudra tentang alasan bunuh diri sebagai

       bentuk jihad ?

   2. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap bentuk tindakan bunuh

       diri sebagai jihad ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

       Tujuan dari penulisan karya ini sebenarnya untuk menjawab apa yang

telah dirumuskan dalam dari masalah di atas. Di antara beberapa tujuan dari

penelitian ini adalah :

   1. Mengetahui pemahaman Imam Samudra tentang alasan bunuh diri sebagai

       bentuk jihad.
7




   2. Mengetahui tinjauan hukum pidana Islam terhadap bentuk tindakan bunuh

       diri sebagai jihad.

       Manfaat Penelitian :

   1. Secara formal penelitian ini disusun untuk memenuhi tugas dan

       melengkapi syarat guna memperoleh gelar sarjana strata 1 dalam Ilmu

       Syari’ah.

   2. Diharapkan berguna bagi konstribusi dan pengembangan pengetahuan

       ilmiah ke-Islaman.

D. Telaah Pustaka

       Dalam kajian pustaka ini, penulis akan memaparkan tentang beberapa

sumber yang membahas atau berhubungan dengan masalah tersebut di antaranya:

       Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Rico Setyo Nugroho mahasiswa

Fakultas Dakwah Program Studi Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam IAIN

Walisongo Semarang dalam skripsinya yang berjudul “Jihad fiSabilillah dalam

Pemikiran Imam Samudra dalam Buku Aku Melawan Teroris (Ditinjau dari

Perspektif Dakwah)”. Penelitian ini dilakukan tahun 2006. Di dalam skripsinya

memaparkan bahwa menurut pemahaman Imam Samudra jihad dapat diartikan

dari tiga sudut pandang, bahasa, istilah dan syari'ah. Menurut bahasa jihad berarti

bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga untuk mencapai suatu tujuan. Secara

istilah jihad berarti bersungguh-sungguh memperjuangkan hukum Allah,

mendakwahkannya serta menegakkannya di muka bumi. Secara syari'ah, jihad

berarti berperang melawan kaum kafir yang memerangi kaum muslimin. Dari

ketiganya, jihad dalam pengertian syariah-lah yang digolongkan sebagai jihad fi
8




sabilillah. Jadi, yang dimaksud jihad fi sabilillah oleh Imam Samudra adalah

angkat senjata untuk berperang di jalan Allah melawan musuh guna membela dan

mempertahankan Islam. Karenanya, Imam Samudra memandang bahwa

perlawanan terhadap dominasi AS dan sekutunya yang melakukan pembantaian

terhadap umat Islam di Afganistan, Palestina dan Irak merupakan bentuk jihad

yang harus dilakukan yang salah satunya dengan melakukan pengeboman di Bali

dengan sasaran AS dan sekutunya. Jika dilihat dari sudut pandang dakwah, cara

menampilkan Islam yang mengedepankan jihad melalui peperangan sebagaimana

yang dilakukan Imam Samudra dapat melahirkan image bahwa Islam merupakan

agama yang disebarkan melalui kekerasan. Aktivitas dakwah sendiri hendaknya

dilakukan dengan mendahulukan cara damai, misalnya dengan akhlak yang baik,

lemah lembut, serta perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran Islam

sebagai rahmat bagi alam semesta.13

       Kedua, penelitian yang dilakukan oleh M. Nashir Jamaludin mahasiswa

Fakultas Syariah Program Studi Siyasah Jinayah IAIN Walisongo Semarang

dalam skripsi yang berjudul “Bom Bunuh Diri Dalam Perspektif Hukum Islam

(Studi Hasil Munas NU tahun 2002 dalam Bahtsul Masa'il Waqiyyah

Siyasiyyah)”. Penelitian ini dilakukan tahun 2004. Adapun hasil penelitian dalam

skripsi ini memaparkan bahwa Perang dalam Islam bukan jihad secara bebas,

tetapi jihad itu terikat dengan syarat bahwa dilakukan pada jalan Allah (fi

sabilillah). NU membolehkan aksi bom bunuh diri dengan situasi dan kondisi


       13
           Rico Setyo Nugroho, “Jihad fi Sabilillah dalam Pemikiran Imam Samudera dalam
Buku Aku Melawan Teroris (Ditinjau dari Perspektif Dakwah)”, Skripsi Dakwah, Semarang,
2006, h.67-68,t.d.
9




khusus dan bagi pelakunya harus memenuhi persyaratan yang khusus pula.

Sehingga aksi bom bunuh diri belum tentu sebagai jihad, seperti yang

disyari'atkan. Metode istinbath yang dikembangkan NU, termasuk dalam aksi

bom bunuh diri, menggunakan istinbath jama'i, penyimpulan ketentuan hukum

secara bersama-sama. Istinbath langsung dari sumber-sumber primer (al-Qur'an

dan al-Sunnah) yang cenderung kepada pengertian ijtihad mutlak, bagi ulama NU

masih sangat sulit dilakukan karena keterbatasan-keterbatasan yang disadari,

terutama di bidang ilmu-ilmu penunjang dan pelengkap yang harus dikuasai

seorang mujtahid.14

        Ketiga, penelitian yang dilakukan Muhammad Syawali mahasiswa

Fakultas Syariah Program Studi Siyasah Jinayah IAIN Walisongo Semarang

dalam skripsi yang berjudul “Studi Analisis Konsep Maulana Muhammad Ali

tentang Jihad”. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2009. Dalam skripsi ini

memaparkan bahwa Pertama, Nilai-nilai ajaran yang ditawarkan Maulana

Muhammad Ali tentang jihad adalah mengupayakan adanya kelenturan berpikir

atas teks-teks jihad yang terkandung di dalam al-Qur`an dan sunah Rasulullah saw

yaitu sikap jihad yang masih bersifat universal dalam konteks penerapannya di

segala persoalan kehidupan yang masih komplek dan kontekstual. Implikasi

konsep jihad Muhammad Ali akan memberikan pencerahan pemikiran dan

pembelaan terhadap Islam dari kalangan yang mendiskreditkan Islam sebagai

sarang teroris. Kedua, Adapun yang membedakan persepsi jihad antara ulama


        14
          M. Nashir Jamaludin, Bom Bunuh Diri Dalam Perspektif Hukum Islam ( Studi Hasil
Munas NU tahun 2002 dalam Bahtsul Masa'il Waqiyyah Siyasiyyah ), Skripsi Syari’ah, 2004,
h.59, t.d
10




fiqih dan maulana Muhammad Ali hanya pada dimensi sudut pandangnya saja.

Ulama fiqih lebih mengedepankan aspek formalitas dan otoritas syariah, dalam

memberikan makna jihad pada nash Al-Quran dan hadits Nabi saw. Mereka

Mengacu pada makna hakiki syar’i (makna syariah). Sedangkan Muhammad Ali

cenderung kurang formal tapi lebih pada upaya realisasi         konsep jihad yang

bersifat universal dan kontekstual. Pemikiran Muhammad Ali sendiri di pengaruhi

oleh pemikiran Mirza Ghulam Ahmad sebagai pendiri Ahmadiyah yang

berorientasi        pada pembaharuan pemikiran yang bercorak liberal dan

kontekstual.15

       Dari beberapa penelitian di atas dapat diketahui bahwa penelitian

terdahulu berbeda dengan skripsi yang penulis susun. Perbedaannya penulis

menitik beratkan masalah pada bunuh diri sebagai bentuk jihad dalam pemaham

Imam Samudra dan melakukan penelitian dari aspek tinjauan hukum pidana Islam

terhadap tindakan bunuh diri. Inilah yang membedakan penelitian ini berbeda dari

penelitian-penelitian yang sudah ada.

E. Metode Penelitian

       Metode dalam suatu penelitian merupakan sesuatu yang sangat penting,

karena suatu metodologi nantinya akan menentukan bagaimana cara kerja sebuah

mekanisme penelitian mencapai kebenaran ilmiah tentang suatu hal dan lebih

sistematis,     maka   diperlukan   sebuah   metode    yang    jelas   sebagaimana

disebutkan dalam rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut :



               15
                Muhammad Syawali, Studi Analisis Konsep Maulana Muhammad Ali tentang
    Jihad, Skripsi Syari’ah, Semarang, 2009, h.114-117, t.d.
11




   1. Metode Pengumpulan Data

            Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (Library

   Research), yaitu dengan jalan melakukan penelitian terhadap sumber-

   sumber tertulis, maka penelitian ini bersifat kualitatif. Sedangkan Library

   Research menurut Bambang Sunggono, adalah suatu riset kepustakaan

   atau penelitian murni.16 Jadi, penelitan ini dilakukan dengan menelaah dan

   mengkaji dokumen atau sumber tertulis seperti buku, majalah, dan lain-lain.

   Dilihat dari sifatnya, penelitian ini termasuk bersifat deskriptif, interpretatif

   dan contetnt analysis yakni dengan berusaha memaparkan data-data tentang

   suatu hal atau masalah dengan interpretasi yang tepat, kemudian

   menganalisisnya.17

   2. Sumber Data

            Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sumber

   data primer dan sumber sekunder. Sumber primer atau tangan pertama, adalah

   data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat

   pengukuran atau alat pengambilan data langsung dari subyek sebagai sumber

   informasi yang dicari. Bahan utama sumber data primer yang digunakan yaitu

   data yang ada dalam buku karya Abdul Aziz yang berjudul “Imam Samudra:

   Aku Melawan Teroris”.

            Adapun sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh lewat

   pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya.


       16
             Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007, h. 50.
         17
            Ibid., h. 139.
12




    Data-data ini diperoleh dari buku-buku bacaan dan literatur-literatur lain yang

    membahas tentang jihad dan bunuh diri dalam Islam, serta buku-buku yang

    ada hubungannya dengan penelitian ini. Selain itu data penunjang yang

    didapatkan dari internet guna memahami peristiwa-peristiwa aktual yang

    sedang terjadi.

    3. Metode Analisis Data

              Analisis data yang akan digunakan adalah deskriptif, interpretatif dan

    content analysis. Deskriptif yaitu metode analisis data yang befungsi untuk

    menjelaskan suatu pemikiran (fakta) sehingga dapat diterima secara rasional.18

    Aplikasinya, pemikiran Imam Samudra direkonstruksi dan dipaparkan

    kembali apa adanya. Analisis interpretasi dimaksudkan untuk menyelami

    karya seorang tokoh untuk menangkap arti yang dimaksud tokoh tersebut19

    yang aplikasinya untuk menyelami isi buku “Imam Samudra: Aku Melawan

    Teroris”. Adapun content analysis yaitu analisis ilmiah tentang isi data yang

    mencakup upaya klarifikasi kriteria-kriteria tertentu untuk membuat prediksi

    atas tema-tema yang dibahas.20 Penggunaan analisis isi ini sangat dibutuhkan

    ketika memilah-milah isi data yang membahas tentang bunuh diri sebagai

    bentuk jihad. Kemudian ketentuan dari hukum pidana Islam dijadikan

    landasan mengenai segala ketentuan hukum tindak pidana atau perbuatan

    kriminal yang dilakukan sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil yang

    terperinci dari al-Qur'an dan al-hadist.

         18
            Irawan, Prasetya, Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 1999, h.60.
         19
            Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta: Rajawali Press, 1997, h.98.
         20
            Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996, h.
68-69.
13




F. Sistematika Penulisan

       Agar pembahasan dan penyusunan skripsi ini menjadi terarah, runut atau

sistematis, penulis menyusun sebagai berikut :

BAB I Merupakan pendahuluan yang terdiri atas Latar Belakang Masalah,

         Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Telaah Pustaka,

         Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II Menjelaskan tentang tinjauan umum tentang jihad dan bunuh diri dalam

         perspektif hukum pidana Islam, Di dalamnya akan penulis jelaskan

         persoalan tentang, Jihad dalam Islam, bunuh diri dalam hukum pidana

         Islam dan bunuh diri sebagai bentuk jihad.

BAB III Berisi tentang pandangan Imam Samudra tentang jihad, yang meliputi

         biografi Imam Samudra, Pemahaman Imam Samudra mengenai Islam,

         Pemahaman dan pelaksanaan jihad Imam Samudra tentang jihad yang

         termasuk didalamnya kebolehan hukum bunuh diri sebagai jihad.

BAB IV Analisis pemahaman Imam Samudra tentang bunuh diri sebagai bentuk

         jihad dan tinjauan hukum pidana Islam terhadap bentuk tindakan bunuh

         diri sebagai jihad. Pada bab ini menganalisis tentang pemahaman imam

         Samudra tentang jihad dan pelaksanaannya. Dari situ kemudian perlu

         adanya tinjauan hukum pidana Islam terhadap bentuk tindakan bunuh

         diri sebagai jihad.

Bab V Bagian penutup dari rangkaian penyusunan skripsi, diuraikan tentang

         kesimpulan seputar penyusunan skripsi, saran-saran yang berkaitan

         dengan penyusunan skripsi, serta kata penutup.
BAB II

              TINJAUAN UMUM TENTANG JIHAD DAN BUNUH DIRI



A. Jihad dalam Islam

          Pengertian jihad menurut kaedah bahasa (etimologi), kata                    (jihad)

berasal dari kata dasar         /        -       -    (jahada, yajhadu, jahdan/ juhdan).

Ibnu Mandzur membedakan kata                    (al-juhdu) dan ‫( اﻟﺠ َ ﺪ‬al-jahd),        (al-

juhdu),       dengan   dhammah      di       jim berarti   kemampuan       dan      kekuatan,

adapun         َ ‫(اﻟﺠ‬al-jahd) berarti berarti al-masyaqqah (kesulitan). Adapun

(jihad) berkedudukan sebagai mashdar (kata benda) dari                       (jahada) yaitu

dengan wazan ‫ ﻓﺎﻋﻞ‬diartikan dengan berusaha menghabiskan segala daya

kekuatan, baik berupa perkataan maupun perbuatan.1 Sedangkan dalam kamus al-

Munawir kata              (jahada) berarti mencurahkan segala kemampuan. Jika

dirangkai dengan kata fi sabilillah, berarti Berjuang, berjihad, berperang di jalan

Allah.2

          Hans Wehr dalam A Dictionary of Modern Written Arabic mengartikan

jihad sebagai ‘Fight, battle, holy war (against the infidles as a religious duty)’,3

yang berarti perjuangan, pertempuan, perang suci (melawan musuh-musuh

sebagai kewajiban agama). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, jihad memiliki

tiga makna yaitu: 1) Usaha dengan upaya untuk mencapai kebaikan. 2) Usaha

sungguh-sungguh membela agama Allah (Islam) dengan mengorbankan harta

          1
          Ibn Mandzur, Lisan al-Arab, Beirut: Daar Ehia al-Tourath, Juz II, 1999, h. 395.
          2
           Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir Arab-Indonesia. Yogyakarta : Pustaka
Progressif, h. 215.
        3
          Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, J. Milton Cowan (ed.), New York :
Spoken Language Services Inc., 1976, h. 142.



                                               14
15




benda, jiwa dan raga. 3) Perang suci melawan kekafiran untuk mempertahankan

agama Islam.4

          Untuk mengetahui makna terminologi jihad secara benar dan sesuai

dengan proporsi yang sebenarnya. Maka, diperlukan penelusuran terhadap

perintah jihad yang terdapat dalam al-Quran dan hadits. Sehingga apa yang

menjadi bentuk dan aplikasi penerapanya menjadi jelas dan tidak menimbulkan

kerancuan. Sehingga substansi dari jihad sesuai dengan apa yang menjadi maksud

dan tujuannya.

          Perintah jihad dalam telah disampaikan oleh Rasulullah Saw yang secara

eksplisit menyatakan bahwa jihad telah dimulai semenjak Muhammad diutus oleh

Allah sebagai rasul. Hal ini berarti, jihad dilakukan jauh sebelum adanya perintah

untuk melakukan perang.5 Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Anas bin

Malik :

                                                          َ ‫ﻋ َﻦ ْ أَﻧَﺲِ ﺑْﻦ ِ ﻣ َﺎﻟِﻚ ٍ ﻗَﺎل‬




                                           .(‫. )رواه اﺑﻮ داود‬                      ِ ْ ‫و َ اﻹ‬
          “Dari Anas bin Malik, ia berkata; Rasulullah saw. berkata: "Tiga
          perkara yang merupakan dasar keimanan, yaitu: menahan diri dari
          orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah, dan kita tidak
          mengkafirkannya karena suatu dosa, serta tidak mengeluarkannya
          dari keislaman karena sebuah amalan. Jihad tetap berjalan sejak
          Allah mengutusku hingga umatku yang terakhir memerangi Dajjal,
          hal itu tidaklah digugurkan oleh kelaliman orang yang lalim, serta
       4
          Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008, h. 362.
        5
          Enizar, Jihadi The Best Jihad for Moslems, Jakarta : Amzah, 2007, h. 3-4
16




        keadilan orang yang adil, dan beriman kepada taqdir.” (HR. Abu
        Dawud).6

        Jihad mempunyai beberapa pengertian dan pergeseran makna sesuai

dengan periodisasi turunnya al-Quran dalam dua periode yaitu periode Makkiyah

dan periode Madaniyah.7 Ayat yang menerangkan jihad kurang lebih 41 ayat, 8

kali dalam ayat Makkiyah dan 33 kali dalam ayat Madaniyah yang terdapat pada

23 ayat.8 Pemaknaan kata jihad di dalam ayat-ayat al-Quran mengandung

beberapa pengertian menurut urutan turunya ayat. Ada yang berarti penyeruan

(dakwah), pemaksaan, peperangan dan lainnya.

        Pemaknaan jihad dari periode Makkah hingga periode Madinah

mengalami evolusi pemaknaan dan diklasifikasikan dalam enam makna. Dua

pemaknaan jihad dalam periode Makkiyah dan empat pemaknaan jihad selama

periode Madaniyah hingga jihad dapat terformulasi menjadi sebuah ajaran dalam

syariat Islam.9

        Pada periode Makkiyah terdiri dari; Pertama, jihad berarti perjuangan

individual, atau perjuangan menghadapi kondisi umat Islam yang sulit disebabkan

perbuatan musuh-musuh Islam. Kedua, makna jihad berkembang menjadi

perjuangan individual (fardu’ain) dan komunal (fardu kifayah) terhadap kaum

musyrik Mekkah. Sedangkan pada periode Madaniyah memiliki empat makna.

Pertama, jihad berkembang menjadi makna berperang (al-harb) terhadap kaum

       6
           Abu Dawud Sulaiman ibn asy-Asy’as as-Sijistani, Sunan Abi Dawud, Juz 3, Beirut : Dar
al-Hazm, 1997, h. 30.
         7
            Makiyah adalah istilah yang diberikan kepada ayat al-Qur'an yang diturunkan
di Mekkah atau sebelum Rasulullah saw hijrah ke Madinah. Sedangkan Madaniyah adalah istilah
yang diberikan kepada ayat al Qur'an yang diturunkan di Madinah atau setelah Rasulullah saw
hijrah ke Madinah.
         8
           Rohimin, Jihad Makna & Hikmah. Jakarta: Erlangga, 2006, h. 16.
         9
           Kasjim Salenda, Terorisme dan jihad dalam perspektif hukum Islam, Cet I, Jakarta:
Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009, h. 148-149.
17




musyrikin yang ingin menyerang eksistensi umat Islam Madinah. Kedua, makna

jihad dalam bentuk peperangan terhadap orang-orang yang mengingkari ajaran

agamanya dari kalangan ahlul kitab dan terhadap mereka yang berkhianat dan

melanggar perjanjian piagam Madinah. Ketiga, pada masa penaklukan kota

Mekkah (fath Makkah) dan sesudahnya, jihad dalam makna perang terhadap kaum

musyrikin sehingga mereka beriman dan mengakui eksistensi Rasulullah Saw.

Keempat, jihad berarti perjuangan spiritual dan moral dalam menghadapi

problema dan permasalahan hidup.10

        Penerapan jihad sesuai dengan instruksi Allah Swt melalui wahyu yang

diturunkan secara bertahap kepada Rasulullah Saw sesuai dengan perkembangan

kondisi masyarakat Islam dimana mengalami masa transisi dari kondisi ke

kondisi lain, dan dari satu perkembangan ke perkembangan lain sampai instruksi

ini sempurna dengan berakhir dan sempurnanya risalah kenabian.

        Melihat dari perintah jihad dan bentuk pelaksanaan jihad, Ibnu Qoyyim

al-Jauziy membagi jihad menjadi 13 macam rangkaian yang terdiri atas empat

tingkatan antara lain yaitu :

1. Jihad melawan nafsu (jihad an-nafs)

        Jihad melawan nafsu memilik empat tingkatan yaitu, berjihad melawan

diri sendiri dalam rangka mempelajari petunjuk Allah, berjihad dalam rangka

mengamalkan petunjuk Allah setelah mengetahuinya, berjihad untuk mengajak

orang lain kepada petunjuk Allah tersebut, berjihad untuk sabar menghadapi aral

rintangan dakwah.

        10
          Moh. Guntur Romli dan A. Fawaid Sjadzili, Dari Jihad Menuju Ijtihad, Cet. I, Jakarta:
LSIP, 2004, h. 106-114.
18




2. Jihad melawan setan (jihad asy-syaitan)

        Jihad melawan setan memili dua tingkatan. Pertama, berjihad melawan

setan untuk menolak keragu-raguan yang dimasukkan oleh setan ke dalam hati.

Dan yang kedua berjihad untuk menolak syahwat (kesenang-senangan nafsu) yang

dihembuskan olehnya. Yang pertama dapat ditolak dengan senjata keyakinan

sedangkan yang kedua dengan senjata kesabaran.

3. Jihad melawan orang-orang kafir (jihad al-kuffar) dan munafik (jihad al-

    munafiqin)

        Pada tingkatan ini masih dibagi lagi menjadi empat jenis yaitu berjihad

dengan hati, dengan lidah, dengan harta dan dengan jiwa. Berjihad dengan

menggunakan tangan dan jiwa lebih spesifik dipakai untuk melawan orang-orang

kafir, sedangkan jihad dengan lidah lebih spesifik dipakai dalam jihad melawan

kaum munafik.

4. Jihad melawan orang-orang yang berbuat zalim, kemungkaran dan bid’ah.11

        Pada tingkatan yang terakhir ini terdiri dari tiga tingkatan. Pertama,

dengan tangan jika ia sanggup. Namun jika tidak sanggup maka beralih dengan

menggunakan lisannya, dan jika tidak sanggup maka dengan hatinya.

        Dari ketiga belas rangkaian yang diklasifikasikan kedalam empat tingkatan

itu, Ibnu Qayyim menambahkan tentang kewajiban mengenai hukum pelaksanaan

perintah jihad adalah fardhu'ain, baik dilakukan dengan hati, lisan, harta atau




        11
         Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Mukhtashar Zaadul Maad, terj. Marsuni as-Sasaky, Jakarta:
Akbar Media Eka Sarana, 2008, h. 152-153.
19




tangan. setiap muslim harus melakukan salah satu jenis jihad tersebut.12 Hal ini

dikuatkan dengan hadits Rasulullah Saw :




                                                               .(‫و َ ﺳ َ ﻠﱠﻢ َ . )رواه ﻣﺴﻠﻢ‬
        "Dari Abu Hurairah dia berkata, "Rasulullah Saw bersabda:
        "Barangsiapa meninggal sedang ia belum pernah ikut berperang
        atau belum pernah meniatkan dirinya untuk berperang, maka ia mati
        di atas cabang kemunafikan." Abdullah bin Mubarak berkata,
        "Lantas kami diberi pendapat bahwa hal itu berlaku di masa
        Rasulullah Saw." (HR. Muslim).13

        Dari macam-macam bentuk jihad di atas, jihad dalam makna perang

mendapat sebuah prioritas pembahsan yang lebih mendalam dari para ulama’

fiqh. Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa kata jihad memiliki makna yang lebih

luas daripada kata peperangan (al-qital), meskipun dalam tradisi fiqih kata jihad

berarti peperangan. Ditambahkan lagi, bahwa kata jihad bersifat lebih umum,

mencakup seorang mujahid yang berjihad terhadap hawa nafsu, terhadap setan,

amar ma'ruf nahi mungkar, mengatakan perkataan yang benar di hadapan

penguasa zalim dan yang lainya. Kata jihad ini juga mencakup perjuangan yang

berperang di jalan Allah.14

        Jadi pengertian jihad secara terminologi sering diartikan dengan

mengorbankan jiwa dan harta dalam rangka membela agama Allah dan melawan


       12
            Ibid, h. 153.
       13
            Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi, Jami’ al-Shahih, Riyad: Dar ‘Alim al-Kutub, 1996,
Juz 6, h. 49.
         14
            Yusuf Qardhawi, Fiqih Jihad: Sebuah Karya Monumental Terlengkap Tentang Jihad
Menurut Al-Qur'an dan Sunnah, terj. Irfan Maulana Hakim, Bandung: Mizan, 2010, h. 5.
20




musuh-musuh-Nya.15 Pendapat yang dikemukakan ini juga sebagaimana pendapat

yang dikemukakan oleh ulama fiqh klasik yang lebih mengartikan jihad sebagai

peperangan melawan non-Muslim yang secara eksplisit memusuhi Islam. Oleh

sebab itu, Penggunaan term jihad selalu terkait dengan al-qital, al-harb, al-ghazw

dan an-nafr. Ketentuan-ketentuan jihad dalam literatur fiqh merupakan

sistematisasi fiqh yang diambil dari solusi-solusi Rasulullah Saw yang pernah

terjadi dalam sejarah peperangan dalam Islam.16

          Madzhab Syafi'i mengartikan jihad dengan memerangi orang kafir untuk

kejayaan Islam.17 Sedangkan Jihad menurut madzhab Hanafi adalah ajakan

kepada seseorang atau komunitas untuk menganut agama yang hak (Islam), bila

mereka tidak menerima atau merespon ajakan tersebut, maka harus diperangi

dengan harta dan jiwa.18 Adapun jihad menurut mazhab Malikiy ialah memerangi

orang kafir yang tidak terikat perjanjian demi meninggikan kalimatullah atau

menghadirkannya, atau menakklukkan negeri demi memenangkan agama-Nya.

Sedangkan dalam mazhab Hanbali, al-jihad adalah memerangi kaum kafir atau

menegakkan kalimat Allah swt.19

          Murtadha Muthahhari juga memasukan pembahasan jihad dalam

persoalan peperangan Islam. Hal ini dikarenakan jihad merupakan bagian dari

Islam yang mencakup sebuah agama masyarakat dan umat serta tanggung jawab

masyarakat. Menurutnya jihad dibagi menjadi dua macam, yaitu ibtida’i (dimulai

          15
             Abdullah Azzam, Tarbiyah Jihadiyah Juz II, Terj, Solo : Pustaka al-‘Alaq, 1993 h. 54.
          16
             Rohimin, op.cit, h. 7
          17
             Muhammad Syarbini, Al-Iqnak, Beirut : Dar al-Fikr, 1425. Juz II, h. 556.
          18
             Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa ‘adillatuhu, Juz VI, Beirut : Dar al-Fikr, 1989,
h. 413.
          19
               Abdullah Azzam, Perang Jihad di Jaman Modern, Jakarta : Gema Insani Press, 1994, h.
12.
21




oleh orang Muslim) dan difa’i (bertahan). Dijelaskannya bahwa jihad ibtida’i

hanya dapat dilakukan di bawah kepemimpinan Nabi saw atau imam, jihad ini

wajib hanya atas laki-laki. Sedangkan jihad difa’i, wajib atas laki-laki dan

perempuan bila keadaan mengendakinya.20

        Berkaitan dengan pelaksanaan jihad dalam artian perang. Rohimin

mengutip pendapat yang dikemukakan oleh al-Maududi yang mengatakan ;

                Jihad dibagi menjadi dua macam yaitu defensif dan korektif
        (pembaharuan). Jihad yang pertama adalah perang yang dilakukan
        untuk melindungi Islam dan para pemeluknya dari musuh-musuh
        luar atau kekuatan-kekuatan perusak asing di dalam dar al-Islam.
        Sedangkan jihad bentuk kedua perang yang dilancarkan terhadap
        mereka yang berkuasa secara tiranik atas kaum Muslim yang hidup
        di negara mereka sendiri. Dalam hal ini al-Maududi mengutuk
        penggunaan jihad untuk memaksa orang-orang kafir untuk masuk
        Islam. al-Maududi juga mengungkapkan jihad jenis lain, yakni jihad
        rohaniah, jihad untuk pribadi dan penagakan keadilan.21

        Hukum pelaksanaan jihad secara umum telah disampaikan oleh Ibnu

Qayyim adalah fardhu'ain dengan dasar hukum dari hadits Nabi Saw. Akan

tetapi, terkait perintah jihad dalam arti mengangkat senjata untuk melakukan

peperangan mayoritas ulama fiqh berpendapat bahwa hukum jihad adalah fardhu

kifayah,22 meskipun ada sebagian dari mereka berpendapat fardhu'ain.23

Sedangkan mengenai kapan jihad di anggap fardhu’ain dan kapan dianggap

fardhu kifayah ulama’ berbeda pendapat. Mereka yang berpendapat bahwa jihad

bersenjata adalah fardhu‘ain memilih alasan dalam kondisi ketika umat Islam

yang negaranya diserang, dan tak mampu lagi untuk mengusir musuh mereka

       20
           Murtadha Muthahari, Pengantar Ilmu-Ilmu Islam, Jakarta: Pustaka Zahra, 2003, h. 72.
       21
           Rohimin, Op.cit, h. 9
        22
           Makna fardhu kifayah adalah jika tidak dilakukan oleh seorang pun, seluruh manusia
akan berdosa. Akan tetapi, jika ada yang melakukannya, kewajiban seluruh manusia lainnya
terhadap hal tersebut menjadi gugur.
        23
           Yusuf Qardhawi, Op.cit, h. 22.
22




sendiri, maka tanggung jawab dialihkan kepada komunitas Muslim terdekat, dan

begitu seterusnya.24

       Jihad tidak harus berarti dengan Perang. Akan tetapi adakalanya jihad

dilakukan dengan bentuk perang. Dalam kondisi perang Islam memiliki

ketentuan-ketentuan dan aturan. Oleh karena itu, dalam ayat pertama tentang

perang diterangkan mengenai batasan umum peperangan dalam Islam pada surat

al-Baqarah ayat 190-191.




       “Perangilah olehmu pada jalan Allah akan orang-orang yang
       memerangi kamu dan janganlah kamu melampaui batas.
       Sesungguhnya Allah tiada mengasihi orang-orang yang melampaui
       batas. Bunuhlah mereka itu dimana kamu peroleh dan usirlah
       mereka itu sebagaimana mereka mengusir kamu. Fitnah itu lebih
       berbahaya dari pada pembunuhan. Dan janganlah kamu perangi
       mereka disisi Masjidil Haram, kecuali jika kamu di peranginya
       disana. Jika mereka memerangi kamu, maka bunuhlah mereka.
       Demikianlah balasan untuk orang-orang kafir.” (Q.S. al-Baqarah :
       190-191).25

       Pengertian, bentuk, objek, fungsi dan tawaran jihad yang dikemukakan

berbeda-beda. Dalam kenyataan ini maka jihad dalam perkembangannya dari

waktu ke waktu mengalami pergeseran dan penekanan yang bervariasi. Sehingga


      24
           Abdullah Azzam, Op.Cit, h. 54.
      25
           Departemen Agama, Op.cit, h. 207-208.
23




dari pemaparan yang tersebut di atas, baik menurut pengertian secara bahasa, al-

Quran, hadits, pendapat ulama dan cendekiawan muslim dapat disimpulkan

bahwa pengertian jihad pada dasarnya adalah pengerahan maksimal seluruh daya

upaya seseorang secara sungguh-sungguh untuk menghancurkan dan mencegah

timbulnya segala bentuk kesesasatan, kemungkaran ataupun kezaliman yang

dibuat oleh musuh yang berwujud manusia-manusia ingkar, setan yang

menyesatkan, maupun hawa nafsu.

       Pelaksanaan jihad boleh jadi berbentuk penahanan hawa nafsu untuk tidak

berbuat melakukan maksiat, amar ma’ruf nahi mungkar (menyeru kepada

kebaikan dan mencegah kepada kemaksiatan), mengeluarkan harta benda,

memberikan fasilitas kepada mujahidin (orang yang berjihad) hingga kepada

peperangan menggunakan persenjataan jika hal ini merupakan alternatif terbaik

untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan Islam, yaitu tegaknya keadilan,

kedamaian, dan kemakmuran bagi umat manusia. Hal ini tentu saja jika dalam

pelaksanaan benar-benar diperlukan peperangan bersenjata sebagai jalan terbaik

dan tidak ada alsan lain untuk menolak jalan ini, yang memang diperintahkan

pelaksanaannya jika sudah terpenuhinya syaratnya. Sehingga metamorforsis

perkembangan jihad masuk kedalam ranah perang (qital).

       Jihad dalam domain perang (qital) mulai diperbolehkan dan di izinkan

bagi kaum Muslim yang sebelumnya sempat dilarang pada periode Makkah,

sebagaimana pada surat al-Baqarah ayat 190-191 tersebut di atas. Ayat tersebut

memerintahkan dan mendorong orang-orang mukmin untuk melaksanakan qital,

mengingatkan mereka tentang motif dan justifikasi yang mendorong untuk
24




memerangi orang-orang musyrik, serta meletakkan norma-norma syariat dan

moral dalam menjalaninya.

       Dengan inilah teks al-Quran mengontrol qital (perang) dengan norma-

norma syariat dan moral dengan melakukan aktivitas yang diperbolehkan dan

yang dilarang dalam berperang adalah sebagai berikut seperti, membolehkan

kaum muslimin untuk melakukan tipu muslihat dalam peperangan. Di samping

itu Islam juga memperbolehkan menggunakan senjata penghancur jika musuh

menggunakan senjata yang sama.26

       Islam juga mengatur terhadap pembelaan hak-hak manusia yang tidak

boleh di perangi. Dalam hal ini adanya keterkaitan antara wilayah Islam (dar al-

Islam) dan wilayah musuh (dar al-Harb). Kapan sebuah negara dianggap sebagai

wilayah Islam dan wilayah musuh, Para ahli fiqh berbeda pendapat dalam

mendifinisikan wilayah Islam dan wilayah musuh atau disebut juga dengan

wilayah perang.

       Yusuf Qardhawi dalam menerangkan tentang wilayah Islam dan wilayah

musuh mengemukakan pendapatnya terhadap wilayah Islam (dar al-Islam) harus

memenuhi kriteria-kriteria berikut :

1. Kekuasaan berada di tangan kaum Muslim, walaupun mayoritas penduduknya
   bukan Muslim. Bahkan, kalaupun tidak ada kaum Muslim di sana, tetapi
   pemerintah tetap dipegang oleh kalangan Muslim.
2. Berlakunya hukum dan syiar Islam, meskipun tidak dalam bentuk hukum
   formal, seperti hukum keluarga dan hukum personal (ahwal al-syakhshiyyah)
   dan adanya simbol-simbol Islam, seperti bangunan masjid, penyelenggaraan
   shalat jumat, shalat berjamaah dan shaum pada bulan Ramadhan. Ini
   merupakan kriteria yang paling penting dan nyata. Bahka Imam Abu Yusuf
   berkata “Suatu wilayah bisa disebut wilayah Islam dengan berlakunya hukum-

      26
         Yuana Ryan Tresna, Muhammad Saw on The Art of War Manajemen Strategi
Peperangan Rasulullah Saw, Bandung : Progressio, 2007, h, 32-34.
25




   hukum Islam, walaupun mayoritas penduduknya adalah kaum kafir.
   Sebaliknya, suatu wilayah bisa disebut wilayah kafir bila hukum kafir yang
   berlaku di sana, walaupun mayoritas penduduknya adalah kaum Muslim. Ini
   pula yang ditegaskan oleh al-Kasyani dalam bukunya al-Bada’i.
3. Kaum Muslim terlindungi dengan memberlakukan hukum Islam, sementara
   ahli dzimmah (non-Muslim) menurut hukum mereka.27

       Adapun wilayah perang adalah yang pemerintahnya dikuasai kaum kafir.

Ketika hukum-hukum Islam tidak berlaku, simbol-simbolnya tidak ditegakkan,

dan penduduknya tidak dapat menjamin keamanan kaum Muslim lainnya.28 Oleh

karena itulah jihad peperangan tidak berlaku ketika masing-masing wilayah

menghormati wilayah masing-masing. Dan jihad diberlakukan ketika terjadi

pelanggaran wilayah oleh pihak lain.

       Jihad sebagai peperangan (qital) senantiasa menimbulkan kontroversi, dan

anggapan ketidak relevanan di zaman sekarang. Akan tetapi yang perlu dipahami

adalah hukum keduanya berlainan dari sudut pandang realisasi dan perincian,

serta cakupan jihad lebih luas daripada perang (qital) dan tingkatan jihad yang

lain. Oleh karena itu, seorang Muslim wajib menjadi mujahid (orang yang

berjihad), dan tidak setiap Muslim mesti menjadi muqatil (orang yang melakukan

perang). Jikalau jihad sudah dalam formulasi pemaknaan perang (qital) maka

peperangan tersebut harus berdasarkan sebab-sebabnya, memperhatikan norma-

norma syari’at dan moral kemanusiaan dengan mempelajari kebolehan dan

larangan perang yang di ajarkan Rasulullah Saw. Control inilah yang menjadi

pembeda peperangan sesuai dengan perintah Allah Swt dengan peperangan yang

dilakukan dasar hanya berkilah untuk melakukan perang.



      27
           Yusuf Qardhawi, Op.Cit. h.733.
      28
           Ibid, h. 734
26




B. Bunuh Diri Dalam Hukum Pidana Islam

    1. Pengertian Bunuh Diri

             Bunuh diri (bahasa Inggris: suicide; dalam budaya Jepang dikenal

    istilah harakiri) adalah tindakan mengakhiri hidup sendiri tanpa bantuan aktif

    orang lain.29 Secara istilah bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan

    bertujuan untuk mengakhiri kehidupan, individu secara sadar dan berhasrat

    dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri

    meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan

    mengakibatkan kematian, luka atau menyakiti diri sendiri.30

             Dalam Islam istilah bunuh diri (‫ )ﻗﺘﻞ اﻟﻨﻔﺲ‬sering disebut dengan ‫اﻧﺘﺤﺮ‬

    (intihar) yang berasal dari kata ‫( ﻧﺤﺮ‬nahara) yang berarti menyembelihnya.31

    Imam al-Qurtubi mengartikan bunuh diri sebagai pembunuhan diri sendiri

    dengan sengaja karena gagal mencapai ambisi yang bersifat keduniaan atau

    keinginan akan kekayaan atau membunuh diri sendiri karena akan kekayaan

    atau membunuh diri sendiri karena perasaan marah atau putus asa.32

             Bunuh diri secara umum adalah perilaku membunuh diri sendiri

    dengan intensi mati sebagai penyelesaian atas suatu masalah. Agar sebuah

    kematian bisa disebut bunuh diri, maka harus disertai adanya intensi33 untuk

    mati. Meskipun demikian,           intensi bukanlah hal yang mudah ditentukan,

        29
           Wikipedia, Bunuh diri, di akses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Bunuh_diri pada 3
April 2012 jam 11.00 WIB.
        30
           Michael Clinton, Mental Health and Nursing Practice, Australia: Prentice Hall, 1996, h.
262.
        31
           Ahmad Warson Munawir, Op.cit, h. 1384.
        32
           Muhammad bin Ahmad al-Qurtubi, al-Jami’li ahkam al-qur’an, jild. 5, h. 157.
        33
           Kamus Lengkap Psikologi karya J.P. Chaplin (2004) mendefinisikan intensi (intention)
sebagai [1] satu perjuangan guna mencapai satu tujuan; [2] ciri-ciri yang dapat dibedakan dari
proses-proses psikologis, yang mencakup referensi atau kaitannya dengan satu objek. Chaplin,
J.P., Kamus Lengkap Psikologi, cet. ke-9, terj Dr. Kartini Kartono, Jakarta: Rajawali Pers. 2004
27




karena intensi sangat variatif dan bisa mendahului, misalnya untuk

mendapatkan perhatian, membalas dendam, mengakhiri sesuatu yang

dipersepsikan sebagai penderitaan, atau untuk mengakhiri hidup.

2. Alasan Bunuh Diri

         Sosiolog Emile Durkheim memandang perilaku bunuh diri sebagai

hasil dari hubungan individu dengan masyarakatnya, yang menekankan

apakah individu terintegrasi dan teratur atau tidak dengan masyarakatnya.

Berdasarkan hubungan tersebut, Durkheim membagi bunuh diri menjadi 4 tipe

yaitu:

a. Egoistic Suicide

         Inidividu yang bunuh diri di sini adalah individu yang terisolasi dengan

masyarakatnya, dimana individu mengalami              underinvolvement       dan

underintegration. Individu menemukan bahwa sumber daya yang dimilikinya

tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan, dia lebih            beresiko melakukan

perilaku bunuh diri.

b. Altruistic Suicide

         Individu di sini mengalami overinvolvement dan overintegration.

Pada situasi demikian, hubungan yang menciptakan kesatuan antara individu

dengan masyarakatnya begitu kuat sehingga mengakibatkan bunuh diri yang

dilakukan demi kelompok. Identitas personal didapatkan dari identifikasi

dengan kesejahteraan kelompok, dan individu menemukan makna hidupnya

dari luar dirinya. Pada masyarakat yang sangat terintegrasi, bunuh diri demi

kelompok dapat dipandang sebagai suatu tugas.
28




    c. Anomic Suicide

             Bunuh diri ini didasarkan pada bagaimana masyarakat mengatur

    anggotanya. Masyarakat membantu individu mengatur hasratnya (misalnya

    hasrat terhadap materi, aktivitas seksual, dll.). Ketika masyarakat gagal

    membantu mengatur individu karena perubahan yang radikal, kondisi anomie

    (tanpa hukum atau norma) akan terbentuk. Individu yang tiba-tiba masuk

    dalam situasi ini dan mempersepsikannya sebagai kekacauan dan tidak dapat

    ditolerir cenderung akan melakukan bunuh diri. Misalnya remaja yang tidak

    mengharapkan akan ditolak oleh kelompok teman sebayanya.

    d. Fatalistic Suicide

             Tipe bunuh diri ini merupakan kebalikan dari anomic suicide, dimana

    individu mendapat pengaturan yang berlebihan dari masayarakat. Misalnya

    ketika seseorang dipenjara atau menjadi budak.34

             Tipe bunuh diri yang dihasilkan dari prilaku yang mengarah kepada

    tindakan bunuh diri melahirkan metode-metode seseorang dalam melakukan

    bunuh diri. Terhadap metode seseorang melakukan tindakan bunuh diri

    kemudian memiliki beberapa istilah yang berbeda sesuai dengan alasan

    seseorang dalam melakukan bunuh diri diantaranya adalah :

    1. Euthanasia adalah adalah tindakan pencabutan kehidupan manusia dengan

        melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau

        menimbulkan rasa sakit yang minimal.




        34
           Charles A. Corr , Clyde M. Nabe, Donna M. Corr, Death and Dying, Life and Living,
Fourth Edition, USA: Wadsworth Inc, 2003. h. 365
29




2. Murder–suicide adalah tindakan di mana individu membunuh satu atau

   lebih orang lain, sebelum atau pada waktu yang besamaan kemdian

   membunuh dirinya sendiri.

3. Suicide attack atau serangan bunuh diri adalah suatu serangan yang

   dilakukan oleh penyerangnya dengan maksud untuk membunuh orang

   (atau orang-orang) lain dan bermaksud untuk turut mati dalam proses

   serangannya.

4. Mass suicide atau bunuh diri masal adalah usaha untuk mengakhiri hidup

   secara yang dilakukan secara bersama-sama.

5. Suicide pact adalah bunuh diri dari yang dilakukan oleh dua atau lebih

   individu dengan telah direncanakan dan telah disepakati sebelumnya. Ini

   dilakukan di tempat yang berbeda dengan adanya kesepakatan

   sebelumnya.

6. Defiance or protest adalah bunuh diri yang dilakukan sebagai tindakan

   pembangkangan atau protes politik. Hal ini dilakukan sebagai bentuk

   protes terhadap pemerintah.

7. Dutiful suicide adalah tindakan bunuh diri yang dilakukan karena tindak

   kekerasan fatal di tangan diri sendiri dilakukan dengan keyakinan bahwa

   itu akan menimbulkan kebaikan yang lebih besar, daripada melarikan diri

   kondisi yang keras. Hal ini dilakukan untuk meringankan beberapa aib

   atau hukuman, atau ancaman kematian atau balas dendam pada keluarga

   atau reputasi seseorang.
30




    8. Escape adalah bunuh diri yang dilakukan untuk meringankan situasi untuk

        hidup yang tak mampu untuk dijalaninya, beberapa orang menggunakan

        bunuh diri sebagai sarana untuk melarikan diri dari penderitaan.35

             Richman menyatakan ada dua fungsi dari metode bunuh diri. Fungsi

    pertama adalah sebagai sebuah cara untuk melaksanakan intensi mati.

    Sedangkan pada fungsi yang kedua, bahwa metode bunuh diri memiliki makna

    khusus atau simbolisasi dari individu.36

             Tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri menurut Husain

    Jauhar bahwa tindakan bunuh diri bukanlah keberanian, karena seorang tidak

    akan mati oleh satu faktor, baik itu dekat maupun jauh. Apa yang dilakukan

    dari tindakan bunuh diri merupakan suatu ketakutan, sifat lemah dan hina.37

             Dari prilaku untuk melakukan bunuh diri hingga tindakan bunuh diri

    memerlukan suatu cara/metode seseorang dalam melakukan aksi bunuh

    dirinya. Dari rangkaian inilah sebuah kesadaran di bangun dari faktor kognitif

    (berdasar kepada pengetahuan faktual yang empiris), afektif (mempengaruhi

    keadaan perasaan dan emosi) dan psikomotorik (berkaitan dng proses mental

    dan psikologi) yang kemudian menjadi penggerak seseorang untuk jadi atau

    tidaknya melakukan tindakan bunuh diri. Faktor kesadaran mendasari

    seseorang untuk mengakhiri hidupnya sendiri, hal ini di dukung oleh

    kebulatan tekat dari keputusan yang diambil untuk melakukan bunuh diri.


        35
            Wikipedia, Suicide, diakses pada http://en.wikipedia.org/wiki/Suicide#Classification,
tanggal 24 November 2011 jam 19.30 wib.
         36
            Ronald W. Maris , Alan L. Berman , Morton M. Silverman, Comprehensive Textbook
Of Suicidology. Belmont: Guilford Press. 2000, h. 33
         37
            Ahmad al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah, Jakarta : Grafika Offfset, 2009, h.
30-31.
31




3. Hukum Bunuh Diri

         Dalam KUHP pada kasus bunuh diri hanya menjerat seseorang yang

mendorong, menolong dan memberikan saran untuk melakukan bunuh diri dan

“jika jadi bunuh diri”. Artinya jika benar-benar apa yang dilaksanakan atau

diperbuat orang yang ditolong diberi sarana itu menimbulkan akibat kematian

orang itu. Hal ini diatur dalam pasal 345 KUHP.

          Barangsiapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri,
   menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi saran kepadanya untuk itu
   dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu
   jadi bunuh diri.38

         Dari rumusan itu dapat dirinci mengenai unsur-unsur sebagai berikut :

a. Unsur-unsur obyektif terdiri dari :


   1) Perbuatan :         (a) Mendorong


                          (b) Menolong


                          (c) Memberikan Sarana


   2) pada orang untuk bunuh diri


   3) orang tersebut jadi bunuh diri


b. unsur subyektif : dengan sengaja

         Berdasarkan pada unsur perbuatan, kejahatan pasal 345 ini ada 3

bentuk yakni ;

   a. Bentuk pertama, melarang orang yang dengan sengaja melakukan
      perbuatan mendorong orang lain untuk bunuh diri.

   38
        KUHP dan KUHAP, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, h. 117.
32




       b. Bentuk kedua, melarang orang yang dengan sengaja melakukan
          perbuatan menolong orang lain dalam melakukan bunuh diri.

       c. Bentuk ketiga, melarang orang yang dengan sengaja melakukan
          perbuatan memberikan sarana pada orang yang diketahui akan bunuh
          diri.39

             Selanjutnya yaitu perbuat itu dapat dipidana apabila terdapat unsur

   “jika jadi bunuh diri”, artinya jika benar-benar apa yang dilaksanakan atau

   diperbuat orang yang ditolong dan diberi sarana itu menimbulkan akibat

   kematian orang itu. Jadi, unsur “jika jadi bunuh diri” merupakan unsur syarat

   tambahan untuk dijatuhkan pidana ini, memerlukan 2 syarat mutlak yakni ;

   a. Adanya wujud perbuatan yang merupakan perbuatan pelaksanaan dari

       bunuh diri;

   b. Dari wujud perbuatan itu menimbulkan akibat matinya orang itu.

             Jadi bila hanya terpenuhi unsur pertama saja, matinya tidak. maka

   terhadap orang yang memberi sarana tidak dipidana. Jadi bunuh diri

   ditentukan dari kematianya bukan dari perbuatannya. Jadi jelas, dari hukum

   pidana Indonesia bunuh diri dan unsur yang terkait didalamnya dapat

   dimasukan ke dalam suatu tindakan Pidana dan di ancam dengan hukuman

   sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan.

             Islam melarang bunuh diri dan pembunuhan.40 Dalam Islam,

   pembunuhan terhadap seorang manusia tanpa alasan yang benar diibaratkan

   seperti membunuh seluruh manusia. Bunuh diri merupakan tindakan

   perusakan diri sendiri sehingga mengarah kepada kematian.


        39
            Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh & Nyawa, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2001, h. 106-111.
         40
            Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam. Jakarta: Gema Insani, 2003 h. 71
33




          Islam menghendaki kepada setiap muslim hendaknya selalu optimis

dalam menghadapi setiap musibah. Oleh karena itu Islam tidak membenarkan

dalam situasi apapun untuk mengakhiri hidupnya dengan cara yang

dipaksakan, hal ini sesuai dengan pokok-pokok ajaran Islam yang melindungi

kepentingan manusia melalui lima prinsip (al-dharuriyat al-khamsah) yakni,

Hifzh al-din atau menjamin kebebasan beragama, Hifzh al-nafs atau

memelihara kelangsungan hidup, Hifzh al-‘aql atau mejamin kreatifitas

berfikir, hifzh al-nasl atau menjamin keturunan dan keormatan, hifzh al-mal

kebebasan memiliki harta.41 Larang bunuh diri dari al-Quran dan habits antara

lain :


                                                                                  ...




    “...dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah
    adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan Barangsiapa berbuat
    demikian dengan melanggar hak dan aniaya, Maka Kami kelak
    akan memasukkannya ke dalam neraka. yang demikian itu adalah
    mudah bagi Allah.” (an-Nisa’ : 29-30).42

    Dalam hadits yang melarang melakukan bunuh diri diantaranya ;

     ْ ‫ﻗَﺎل َ ﻣ َﻦ‬



    َ ‫ﻨَﺎ ﺟ ُ ﻨْﺪ َب ٌ ر َ ﺿ ِ ﻲ‬



    41
         Syahrul Anwar, Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, Cet 1, Bogor : Ghalia Indonesia, 2010, h. 76.
    42
         Departemen Agama, Op.cit, h. 75-76.
34




                                         (‫. )رواه اﻟﺒﺨﺎري‬

        Dari Tsabit bin Adh-Dhahhak ra. dari Nabi Saw bersabda:
        "Barangsiapa yang bersumpah setia dengan agama selain Islam
        secara dusta dan sengaja, maka dia seperti apa yang dikatakannya,
        dan barangsiapa membunuh dirinya sendiri dengan besi, maka dia
        akan disiksa di dalam nereka Jahanam". Dan berkata, Hajjaj bin
        Minhal dari Al Hasan telah menceritakan kepada kami Jundab ra. :
        "Didalam masjid ini tidak akan kami lupakan dan kami tidak takut
        bahwa Jundab akan berdusta atas nama Nabi Saw, dia berkata,:
        "Pernah ada seorang yang terluka lalu dia bunuh diri maka Allah
        Swt berfirman: "HambaKu mendahului aku dalam hal nyawanya
        sehingga aku haramkan baginya surga". (H.R Bukhari).43

            Nash-nash di atas menunjukan betapa murka Allah dan Rasul-Nya

   kepada orang yang melakukan bunuh diri dengan tujuan untuk membaskan

   jiwanya dari kehidupan ini, memisahkannya dengan harta dunia dan menjauhi

   segala sesuatu yang menyakitinya.

            Pada surat an-Nisa’ diatas disebutkan, ‘janganlah kamu membunuh

   dirimu’ maksudnya untuk memberi isyarat bahwa membunuh orang lain sama

   dengan membunuh diri sendiri,. Bahkan di pandang membunuh seluruh

   umat.44 Apabila membunuh orang lain berdosa, maka membunuh diri sendiri

   lebih besar dosanya dan itu merupakan perbuatan yang sangat sadis (keji).

   Perbuatan itu tidak layak dan tidak sepantasnya dilakukan oleh orang yang

   beriman. Ini sebabnya al-Quran melarang orang bunuh diri.

            Imam al-Qurtubi mengatakan bahwa para ulama telah ijma’ mengenai

   pelarangan membunuh. Dia lalu menambahkan bahwa pelarangan termasuk

       43
          Abu Abdillah Muhammad ibn Islam’il al-Bukhari, Al-Jami’ as-Shahih, juz 2, Beirut:
Dar Tauq an-Najah, 1312 H, h. 96
       44
           Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’annul Majid An-Nur, Jilid I,
Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000, h. 836.
35




    juga tindakan membunuh diri sendiri karena tujuan keduaniaan dan kerakusan

    untuk mendapat kekayaan. Begitu juga mengambil resiko yang mengarah

    kepada pengahancuran diri sendiri.45 Hal ini disebabkan karena membunuh

    berarti menghancurkan sifat (keadaan) dan mencabut ruh manusia. Padahal

    Allah sajalah sang pemberi kehidupan dan Dia sajalah yang mematikannya.

            Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi dalam bukunya al hayat wal maut

    mengatakan orang yang bunuh dirinya sendiri divonis akan kekal dan

    dikekalkan     di   neraka.   Hal    ini   disebabkan     karena     Allah-lah    yang

    menciptakannya dan ruh serta hidup manusia adalah milik Allah. Jika

    melakukan bunuh diri, berarti dia menghancurkan atau merusak sesuatu yang

    bukan miliknya. Dan orang yang membunuh satu jiwa dengan tidak sengaja

    diharuskan membayar diyat (denda). Adapun orang yang bunuh diri dengan

    sengaja, maka dia berhak mendapatkan balasan (siksa).46 Jadi, hukuman bunuh

    diri bagi pelakunya merupakan sebuah kewenangan Allah yang diberikan di

    akhirat. Hal ini dikarenakan orang yang melakukan bunuh diri telah menyalahi

    fitrah yang diciptakan Allah kepadanya. Hukum dunia sudah tidak berlaku lagi

    bagi orang yang bunuh diri dengan meninggalnya pelaku.

            Bunuh diri dan unsur yang terkait di dalamnya dapat dimasukkan ke

    dalam suatu tindakan pidana dan di ancam dengan hukuman sesuai dengan

    ketentuan. Ketentuan hukuman bunuh diri dari hukum pidana Islam dan juga

    hukum pidana Indonesia sama-sama tidak dikenakan bagi pelaku bunuh diri


         45
            Muhammad bin Ahmad al-Qurtubi, Al Jami’li Ahkam Al Quran Jild. 5. Kairo: Dar Al-
Kitab, 1967, h. 157.
         46
            Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Al Hayat Wal Maut, Kairo: Mu'assasah Akhbar,
1977, h.79
36




   yang meninggal dalam tindakannya tersebut. Hal ini karena, gugurnya

   hukuman yang disebabkan meninggalnya pelaku.

          Akan tetapi jika bunuh diri yang di lakukan itu dipengaruhi unsur

   terkait dari alasan dia melakukan bunuh diri. Maka, dalam hukum pidana

   Indonesia unsur terkait ini bisa dijatuhi hukuman disebabkan oleh dengan

   tindakan bunuh dirinya. Akan tetapi dalam Islam unsur terkait dari tindakan

   bunuh diri tidak bisa dijatuhi hukuman, karena bunuh diri tersebut atas dasar

   kesadaran dan kehendaknya sendiri.

C. Bunuh diri sebagai bentuk jihad

       Bunuh diri sebagai bentuk jihad disini di pahami sebagai suatu tindakan

yang dilakukan sebagai bentuk dari pembelaan untuk agama guna melakukan

perlawanan terhadap musuh Islam. Perlawanan yang membutuhkan pengorbanan

baik jiwa dan raga. Oleh sebab itulah, perjuangan atas nama Islam yang

terformulasi menjadi Jihad menumbuhkan semangat pengorbanan diri tersebut.

       Pengorbanan diri yang dilakukan dalam bentuk perlawanan yang

mengakibatkan kemungkinan kematian yang tinggi. Seperti, menyerang musuh

sendirian di markas musuh, melakuakn peledakan / aksi bom bunuh diri dan juga

contoh-contoh yang semakna dengan peluang kematian sangat tinggi dalam

tindakanya tindakannya tersebut. Intinya dimana ketika membela agama, tindakan

mempertahankan kehormatan bangsa dan Negara menuntut pengorbanan diri.

Dalam kondisi seperti ini berarti ketika menjaga/membela agama (Hifzh al-din)

mengalahkan menjaga/melindungi jiwa (hifdu nafs). Mengambil istilah yang
37




digunakan oleh Emile Durkheim yang memandang perilaku bunuh diri diatas

disebut sebagai Altruistic Suicide.

       Dalam literatur Islam keinginan kuat untuk mati dalam jihad diistilahkan

dengan istisyhâd. Kata Istisyhâd merupakan perubahan dari kata istasyhada

(     ) - yastasyhidu (           ) - istisyhâd (        ), yang berarti thalab al-syahâdah

(            ) atau mencari kesyahidan. Sedangkan orang yang meninggal dalam

mencari kesyahidan di jalan Allah disebut dengan syahîd (jamak syuhadâ’).47

       Praktik istisyhâd yang memiliki kesamaan dengan intihar dilihat dari

adanya intense untuk mati. Akan tetapi,               intensi   bukanlah hal yang mudah

ditentukan. Intense mati dari istisyhad             adalah untuk melakukan perlawanan

kepada musuh dan di dorong oleh rasa pengorbanan. Sedangkan intense mati dari

intihar adalah karena keterputusasaan dan untuk mengakhiri persoalan hidup.

Untuk menghindari kesalahpahaman karena kedua istilah tersebut kadangkala

digunakan secara bersama sehingga member kesan kalau keduanya adalah

sinonim.

       Yusuf Qardhawi menyebutkan perbedaan praktik Istisyhad dan intihar.

Antara lain :

a. Orang yang bunuh diri adalah akibat kegagalan dirinya dalam transaksi, cinta,
    ujian atau hal-hal lainnya. Ia tidak berdaya dalam menghadapi kenyataan, lalu
    memutuskan untuk lari dari kehidupan dengan menjemput kematian.
    Sementara Istisyhad, sama sekali tidak memandang kepentingan dirinya
    sendiri. Orang yang melakukan praktik syahid rela mengorbankan dirinya
    untuk kepentingan yang besar. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, ia



       47
            Ibnu Manzhur, Lisan al-Arab, Beirut: Dar Ehia al-Tourath, Juz IV, 1999, h. 2348-2350.
38




   memandang remeh segala pengorbanan. Ia menjual dirinya kepada Allah
   untuk membeli surga.
b. Jika orang yang bunuh diri mati karena menghindar dan mundur karena takut,
   orang yang melakukan praktik syahid meninggal karena berani maju dan
   menyerang.
c. Jika orang yang bunuh diri tidak memiliki tujuan selain lari dari pertarungan,
   sebaliknya orang yang melakukan praktik syahid memiliki tujuan yang jelas,
   yaitu meraih ridho Allah Swt. 48 Sebagaimana firman Allah Swt :




       Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya
       karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun
       kepada hamba-hamba-Nya.(Q.S al-Baqarah: 207).49

       Pandangan ulama tentang menyerang musuh tanpa ada harapan untuk

kembali hidup dimasukkan ke dalam tiga konsep untuk dipertimbangkan :

1. At-Tahlukah (melemparkan diri sendiri ke dalam kehancuran)

            Ibn Al-Arabi mengartikan al-Tahlukan antara lain :

   a. Menolak berbuat karena Allah

   b. Melaksanakan jihad tanpa ketentuan

   c. Melalaikan jihad

   d. Menyerang musuh tanpa mempunyai alat yang diperlukan untuk

       menyerang

   e. Hilang harapan akan pengampunan Allah.50




       48
          Yusuf Qardhawi, Op.cit, h. 902.
       49
          Departemen Agama, Op.cit. h. 50
       50
          Al-Qurtubi, Op.cit, h. 364-365.
39




             Dalam rangka menyerang musuh tanpa menggunakan alat yang

    diperlukan untuk menyerang al-Arabi mengatakan bahwa para ulama

    berselisih pendapat mengenainya. Akan tetapi para ulama’ sepakat menentang

    aksi menghancurkan diri sendiri karena tidak kuatnya menanggung beban

    peperangan.

2. Al-Izzah (rasa mulia diri)

             Al-Izz bin As-Salam berpendapat bahwa melarikan diri dari

    peperangan adalah dosa besar. Tetapi bagaimanapun, hukumnya akan berubah

    yaitu wajib baginya untuk melarikan diri kalau orang itu tahu bahwa sisa

    peperangan akan mengakibatkan dia terbunuh tanpa mengalahkan musuh.

    Kehilangan nyawa tanpa merugikan musuh atau member keuntungan bagi

    Muslim hanya akan membawa kerugian bagi tentara Muslim dan hal seperti

    itu tidak diperbolehkan.51

             Namun beberapa ulama mengharuskan ‘operasi mati syahid’ walaupun

    jika tidak mengakibatkan kerugian pada pihak musuh. Cukup saja jika ia dapat

    memotivasi Muslim lainnya untuk menjadi berani dalam peperangan dan

    dalam waktu yang sama menanamkan rasa takut ke dalam pikiran musuh.52

3. Al-Ithar (mengutamakan orang lain dan berkorban untuk mereka)

             Islam menganjurkan Muslim untuk mengamalkan al-Ithar. Namun

    aksi individu mengorbankan nyawanya sendiri untuk melindungi orang lain

    menurut pandangan Asy-Syathibi masih tetap menjadi persoalan yang

    diperselisihkan oleh para ulama’. ‘Operasi mati syahid’ dalam bentuk
        51
           Nawaf Hayil Takruri, Al Amaliyat AL Istisyhadiyah Fi Al-Mizan AL Fiqhi, Damaskus:
Dar Al-Fikr, , 2003, h. 72
        52
           Ibid, h. 73-74
40




   mengorbankan diri sendiri untuk menyelamatkan orang lain bisa diizinkan

   atau tidak. Walaupun begitu dasar argument yang mengharuskannya, bisa

   dilacak kembali kepada aksi para sahabat nabi, Abu Thalhah mengorbankan

   diri sendiri untuk melindungi Nabi dari serangan musuh di Perang Uhud.

              Namun argument tersebut masih tetap belum tersimpulkan apakah

   boleh memandang operasi mati syahid dalam sudut pandang yang sama. Al

   Ithar hanya diterima apabila keuntungan dari aksi tersebut lebih besar

   daripada sebelum dilaksanakan aksi.53

       Dari perbedaan itu, Yusuf Qardhawi menyebutkan tentang keabsahan

praktik bom bunuh diri (istishadiyyah) yang dilakukan di Palestina. Bahwa

praktik istishadiyyah yang dilakukan kelompok-kelompok perlawanan Palestina

untuk melawan penduduk Zionis, tidak termasuk dalam hal yang dilarang dengan

alasan apapun, walaupun yang menjadi korban adalah penduduk sipil. Kebolehan

dari praktik Istisyhad ini harus memperhatikan dua hal :

a. Membolehkan praktik istisyhadiyyah bagi saudara-saudara di Palestina karena

   kondisi khusus mereka dalam membela diri, keluarga, anak-anak dan

   kemuliaan mereka. Itulah yang memaksa mereka menggunakan cara tersebut,

   karena tidak menemukan ganti perlawanannya. Kami tidak membolehkan

   penggunaan praktik seperti ini di luar Palestina, karena ketiadaan kondisi

   darurat yang memaksa atau membolehkannya. Menganalogikan kondisi yang

   ada di negara lain dengan kondisi di Palestina adalah analogi yang tidak pada

   tempatnya, yaitu qiyas ma’a al fariq. Hal ini tidak diterima oleh syari’at.


       53
            Ibid, h. 79.
41




b. Jika sudah mendapatkan ganti perlawanannya mereka yaitu dengan

   persenjataan, maka tidak lagi dibutuhkan praktik istishadiyyah. Hal ini sebagai

   mana dalam kaidah ushul setiap keadaan ada ketentuannya tersendiri dan

   setiap tingkatan ada ukurannya tersendiri.54

       Istinbat hukum yang digunakan Yusuf Qardhawi dari kebolehannya

melakukan praktik istisyhadiyyah bahwa praktik tersebut harus melihat keadanya

dan kondisinya. Dari kondisi tersebut melahirkan suatu hukum yang mana hukum

ada dua jenis, yaitu hukum dalam kondisi normal dan hukum dalam kondisi

darurat. Dalam kondisi darurat, dibolehkan bagi seorang Muslim apa-apa yang

tidak dibolehkan dalam kondisi normal. Sehingga ketika dalam kondisi darurat

maka kaidah ushul yang menyatakan “keterpaksaan membolehkan larangan” yang

berarti istisyhadiyyah sebagai bentuk dari keterpaksaan untuk melakukan

perlawanan.55

       Melihat berbagai sudut pandang yang diambil oleh para ulama’

kesimpulan dapat diambil seperti :

a. Menyerang musuh tanpa ada kesempatan mempertahankan diri ada dua tipe :

   1) Apabila serangan tidak mengakibatkan kerugian apapun terhadap musuh,

       mayoritas ulama melarangnya. Hanya al-Qurtubi yang berbeda pendapat

       dan menggapnya diizinkan dalam kondisi bahwa aksinya dilaksakan untuk

       mati syahid dan dengan niat yang tulus.

   2) Apabila serangan mengakibatkan kerugian pada pihak musuh maka

       seluruh ulama’ memperbolehkannya.

       54
            Yusuf Qardhawi, Op.cit, h. 904
       55
            Ibid, h. 998-900
42




b. Melawan dan menyerang musuh tanpa ada kesempatan mempertahakan diri

   sama saja dengan bunuh diri. Apapun yang dapat mengakibatkan kematian

   dengan sengaja, bisa digolongkan sebagai bunuh diri. Apapun yang dapat

   mengakibatkan dengan sengaja, bisa digolongkan sebagai bunuh diri. Secara

   tidak langsung mengakibatkan kematian seseorang sama dengan membunuh

   dalam pandangan para ulama dari Mazhab Maliki, As-Syafi’I dan Hambali.
BAB III

             PANDANGAN IMAM SAMUDRA TENTANG JIHAD



A. Biografi Imam Samudra

        Dalam buku “Imam Samudra: Aku Melawan Teroris”, 1 Abdul Aziz alias

Imam Samudra2 menulis bahwa dia dilahirkan di Kabupaten Serang, Kecamatan

Serang (sekarang Provinsi Banten), desa Lopang Gede, Kampung Lopang RT.

04/01, di jalan Sama'un Bakri 201, pada 14 Januari 1970/1971, Dia tidak yakin

tahun tepatnya dia dilahirkan.3

        Ayahnya bernama Ahmad Syihabuddin bin Nakha'i, sedangkan ibunya

bernama Embay Badriyah binti Sam'un. Kedua orangtuanya memberikan nama

Abdul Aziz4 yang berarti hamba Allah yang Mulia, dijelaskan bahwa nama itu

sama dengan diberikan seperti nama Raja Saudi Arabia waktu itu, Abdul Aziz bin

Faishal. Dari garis ayah, kakeknya (M. Nakha'i) adalah seorang juragan besar

pada zamannya yang taat beribadah. Dari kakeknya inilah, ketika berumur 4 tahun

Imam Samudra dikenalkan untuk beribadah.5

        Dari garis keturunan Ibunya dijelaskan oleh Imam Samudra bahwa masih

mempunyai garis keturunan seorang mujahid (Pahlawan Nasional) yaitu dari

kakeknya Ki (Kyai) Wasyid yang merupakan salah seorang tokoh perlawanan


        1
           Buku ini merupakan buku autobiografi dan pemikiran Imam Samudra tentang Islam dan
jihad. Diterbitkan oleh Jazera. Editor : Bambang Sukirno. Tataletak : Studio 619. Desain Cover :
Rahmat Rudianto. SIUP No. : 229/11.35/PK/VI/2004.
         2
           Buku ini ditulis langsung oleh Abdul Aziz atau lebih dikenal dengan Imam Samudra.
         3
           Abdul Aziz, Imam Samudra : Aku Melawan Teroris, Solo : Jazera, 2004, h. 22.
         4
           Menurut penulis Abdul Aziz dikenal dengan sebutan Imam Samudra, setelah ia pulang
dari perjalanan Afghanistan. Hal ini bisa disimpulkan setelah penulis membaca perjalanan Imam
Samudra sebelum dan sesudah ke Afghanistan.
         5
           Abdul Aziz, Op.cit, h. 22.



                                              43
44




masyarakat muslim Banten melawan penjajah Belanda. Peristiwa perlawanan itu

terjadi pada Senin, 9 Juli 1988 masyarakat Banten menyebutnya peristiwa itu

sebagai "Geger Cilegon".6

      Pendidikan formal Imam Samudra adalah Sekolah Dasar Negeri (SDN) 9

Serang pada 1978. Diteruskan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 4

Serang dan diakhir dengan Sekolah di MAN (Madrasah Aliyah Negeri) Cikulur,

Serang lulus pada tahun 1990.7

      Pada waktu SD Imam Samudra mewakili sekolah untuk mengikuti

pemilihan pelajar teladan mulai tingkat Kecamatan sampai Kabupaten. Dia

berhasil menjadi pemenang dengan meraih angka delapan (8) untuk studi

Matematika. Selain itu dalam lomba cerdas cermat P4 (Pedoman Penghayatan dan

Pengamalan Pancasila), dia dan timnya meraih juara I di tingkat Kecamatan. Dia

maju mewakili sekolahnya untuk lomba baca puisi dan meraih juara pertama di

tingkat Kecamatan, kemudian pada tingkat Kabupaten dia hanya meraih juara II.8

      Pendidikan informal yang di ikuti oleh Imam Samudra sewaktu di bangku

sekolah dasar dengan sekolah di Madrasah Ibtidaiyah Al-Khairiyah Serang yang

diikutinya setelah pulang (dimulai pukul 14.00 hingga 17.00).9 Setelah Maghrib

sampai Isya ia mengikuti pengajian al-Quran secara khusus, mulai dari turutan

(juz 'amma) yang menggunakan metode Baghdad sampai khatam al-Quran.

Selama enam tahun belajar al-Quran, belajar pada enam guru ngaji.10



       6
         Ibid. h. 23
       7
          Ibid. h. 24-38
       8
         Ibid., h. 26-27.
       9
         Ibid., h. 25.
       10
          Ibid., h. 22-31.
45




       Setelah lulus SD, Imam Samudra berkeinginan melanjutkan jenjang

pendidikanya ke SMPN 4 Serang dan MTs Insaniyah Serang. Menurutnya, SMP

Negeri untuk urusan dunia sedangkan Tsanawiyah urusan akherat. Akhirnya

diputuskan untuk masuk ke SMPN 4 Serang. Dikarenakan pada waktu itu SMPN

4 Serang kekurangan lokal, sehingga untuk murid kelas 1 harus menjalani

kegiatan belajar pada sore hari. Sehingga tidak dapat sekolah juga di MTs

Insaniyah Serang. Dalam bukunya dia berpikir berarti saat itu dia "siap di proses"

menjadi manusia sekuler, manusia Pancasilais yang wajib bertoleransi dengan

kebatilan dari penjuru manapun.11

       Pada masa-masa di SMP Imam Samudra juga memperoleh sederet prestasi

dan penghargaan. Ia meraih juara I lomba pidato se-SMP 4 dengan naskah pidato

yang dituisnya sendiri yang merupakan memory recall dari pelajaran Tarikh Nabi

dan sejarah 25 Nabi dan Rasul.12 Tidak hanya itu, dia juga sering masuk rangking

3 besar pararel.13

       Imam Samudra menceritakan pengalamanya mengenai keikutsertaannya

dalam Pesantren Ramadhan. Seusai EBAS (Evaluasi Belajar Akhir Semester) II

kelas 1 SMP. Sekolah libur selama dua pekan dan bertepatan dengan Bulan

Ramadhan. Dia mengikuti Pesantren Ramadhan yang diadakan oleh organisasi

Islam, Muhammadiyah dan PERSIS (Persatuan Islam).14 Dari situ, dia

mengungkapkan ;


        11
            Ibid., h. 30.
        12
            Ibid., h. 32.
         13
            Ibid., h. 37.
         14
            Ibid., h. 32. Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman
Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H). Persatuan Islam (disingkat
Persis) didirikan pada 12 September 1923 di Bandung Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus.
46




             “Bagiku, Pekan Ramadhan saat itu benar-benar penuh
      hidayah dan rahmat. Itulah starting point yang membuatku mengerti
      betapa indahnya Islam, betapa hebatnya Islam, betapa sempurnanya
      Islam. Di situ aku mengerti bahwa hanya Islamlah satu-satunya jalan
      menuju kemuliaan hidup di dunia dan akhirat. Padalah sebelumnya
      aku hanya mengerti bahwa Islam sekedar ritual. Sejak saat itu aku
      mulai mengerti apa arti hidup, apa arti ibadah, Aku mulai pahan dan
      merasakan sebuah kekhusyukan. Aku mengerti bahwa masalaluku
      adalah salah. Astaghfirullah!!!”.15
      Dari pengalaman sepekan itu merubah sikap dan prilaku Imam Samudra.

Dinilai olehnya bahwa prilakunya yang lampau merupakan prilaku yang sesat,

sehingga kedepanya tidak boleh terulang kembali. Dia bahkan ingin pindah

sekolah dari SMPN 4 yang dinilai sekuler ke pesantren atau pidah ke sekolah

PERSIS (Persatuan Islam). Akan tetapi niatan itu diurungkan karena tidak ingin

membuat ibunya kecewa.16 Perubahan lainya di antaranya ketika disapa dengan

ucapan “selamat pagi” dijawab olehnya dengan “Assalamu’alaikum”. Dia juga

menolak jika diajak berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram. Peci

selalu dikenakannya dimanapun berada layaknya wanita yang wajib mengenakan

jilbab. Dia juga mendakwahkan kepada teman-temannya mengenai wajibnya

pengenaan jilbab bagi siswi yang beragama Islam.17

      Pengalaman di pesantren ramadhan membentuk kesadaran Imam Samudra

sebagai orang muda yang radikal dalam pengertian puritan. Pengalaman itu

terbentuk dari organisasi Islam yang diikutinya waktu itu yaitu Muhammadiyah

dan Persis. Dalam ajaran Muhammadiyah dan Persis yang memiliki prinsip yang

sama ar-ruju' ila al-Quran wa as-Sunnah (kembali langsung kepada sumber asli

al-Quran dan as-Sunnah) dan memanifestasikan dalam konteks kehidupan.

       15
           Ibid., h. 33.
       16
          Ibid., h. 34-47.
       17
           Ibid., h. 38.
47




Dengan melakukan pemurnian akidah dari unsur syirik, bid’ah dan khurafat. 18

Oleh sebab itulah, kedepanya Imam Samudra memliki kecondongan terhadap

paham Islam yang diadopsi oleh Muhammadiyah dan Persis seperti di Arab Saudi

(Wahabi), Afganistan (Taliban) dan juga negara-negara lain yang menerapkan

konsep yang sama.

        Imam Samudra sendiri sangat gemar membaca, sehingga di kamarnya

yang penuh dengan tempelan rumus matematika dan fisika, juga dipenuhi buku-

buku keagamaan, seperti buku hadits, bahasa Arab, fiqh, novel-novel Islam dan

utamanya buku tentang jihad dll. Selain gemar membaca, Imam Samudra juga

gemar menulis, dan beberapa tulisannya sempat dimuat di Majalah Panji

Masyarakat. Dari buku-buku yang dibaca, terdapat buku Ayatur Rahman fi Jihadi

Afghan karangan Dr. Abdullah Azzam.19 Dari buku tersebut membuat hatinya

terenyuh, sehingga timbul keinginan dan cita-cita untuk ikut berjihad mengangkat

senjata di Afghanistan. Namun karena usianya ketika itu baru 16 tahun,

keinginannya itu hanya sebatas angan-angan yang diekspresikannya melalui doa

agar Allah menggabungkannya dengan para mujahidin.20 Dalam buku Ayatur

Rahman fi Jihadi Afghan berisikan tentang kumpulan Sejarah karamah

perjuangan jihad sahabat Nabi Muhammad Saw, karamah-karamah perjuangan


        18
           Zuly Qodir, Muhammadiyah Studies: Reorientasi Gerakan dan Pemikiran Memasuki
Abad Kedua, Yogyakarta : KANISIUS, 2010. h. 76.
        19
           Dr. Abdullah Yusuf Azzam (1941–1989), lahir pada tahun 1941 di desa As-ba'ah Al-
Hartiyeh, provinsi Jenin di sebelah barat Sungai Yordan. Di Universitas Al-Azhar ia memperoleh
Ph.D dalam bidang Ushul Fiqh pada tahun 1973. Pada tahun 1980 ia pindah ke Peshawar. Di sana
ia mendirikan Baitul Anshar, sebuah lembaga yang menghimpun bantuan untuk para mujahid
Afghan. Ia juga menerbitkan sebuah media Ummah Islam. Lewat majalah inilah ia menggedor
kesadaran ummat tentang jihad. Meninggal pada hari Jumat, 24 November 1989 akibat serangan
tiga buah bom yang sengaja dipasang di gang yang biasa di lewati Abdullah Azzam ketika ia
memarkir kendaraan untuk salat Jumat di peshawar, Pakistan.
        20
           Abdul Aziz, Op.cit., h. 41-43.
48




dalam jihad di Bumi Afghan.. Serta ajakan terhadap kewajiban untuk

melaksanakan jihad.21 Dengan penggunaan retorika bahasa yang indah tidak heran

jika buku ini pada akhirnya dapat membangkitkan semangat dan minat jihad dari

Imam Samudra.

        Setamat SMA ketika ia mulai memilah-milah untuk memasuki Perguruan

Tinggi, di Jakarta ia bertemu seseorang yang bernama Jabir ketika sedang

mendengarkan ceramah keagamaan di Masjid al-Furqan milik Dewan Dakwah

Islamiyah Indonesia (DDII). Jabir selanjutnya menginformasikan bahwa pada

tahun ini (1990) ada rekrutmen mujahid untuk diberangkatkan ke Afghanistan.

Imam Samudra tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, dan bergabunglah ia untuk

berjihad di Afganistan.22

        Kesempatan untuk bergabung menjadi Mujahidin di Afganistan datang

ketika dia menghadiri pengajian di Masjid Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia,

yaitu masjid al-Furqan jalan Keramat Raya 45 Jakarta. Disitu dia bertemu dengan

seorang bernama Jabir (yang meninggal pada saat peristiwa pengeboman di

Antapani, Bandung) yang menawarkan kesempatan tersebut dengan biaya Rp.

300.000,00. Setelah berhasil mengumpulkan uang yang cukup dan mendapatkan

paspor, dia dan Jabir berangkat menuju Dumai. Kemudian mereka naik kapal feri

ke Malaka, Malaysia. Sehari setelahnya mereka ke Bandara Subang dan naik

pesawat Malaysian Airlines ke Karachi, Pakistan. Dari Karachi mereka

melanjutkan perjalanan ke Peshwar. Dua orang arab yang belum pernah mereka

kenal sebelumnya bergabung bersama mereka menuju perbatasan Pakistan-
        21
            Abdullah Azzam, Ayatur Rahman fi Jihadi Afghan, Jeddah : An-Nasyir al-Mujtami'
Cet. 5. 1405H/1985M, h. 25-27.
         22
            Abdul Aziz, Op.cit, h. 23-42.
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030
Skripsi shohibul ibad 072211030

More Related Content

What's hot

04110201 niwatun
04110201 niwatun04110201 niwatun
04110201 niwatun
bekicotzz
 
Bab%20 i%2cv
Bab%20 i%2cvBab%20 i%2cv
Bab%20 i%2cv
ory_fakod
 
Bab%20 i%2c%20v%2c%20daftar%20pustaka
Bab%20 i%2c%20v%2c%20daftar%20pustakaBab%20 i%2c%20v%2c%20daftar%20pustaka
Bab%20 i%2c%20v%2c%20daftar%20pustaka
Nina Hidayatri
 
9. rpp tarikh madinah sma
9. rpp tarikh madinah sma9. rpp tarikh madinah sma
9. rpp tarikh madinah sma
Ulin Nuha
 
Siti sunaestin
Siti sunaestinSiti sunaestin
Siti sunaestin
sunaestin
 
Peranan guru btq dalam meningkatkan kemampuan baca tulis al qur'an pada ... (...
Peranan guru btq dalam meningkatkan kemampuan baca tulis al qur'an pada ... (...Peranan guru btq dalam meningkatkan kemampuan baca tulis al qur'an pada ... (...
Peranan guru btq dalam meningkatkan kemampuan baca tulis al qur'an pada ... (...
Pustaka Literasi
 
Kisi kisi ujian praktik pai
Kisi kisi ujian praktik paiKisi kisi ujian praktik pai
Kisi kisi ujian praktik pai
Wahyudi Zain
 
Paper edisi revisi
Paper edisi revisiPaper edisi revisi
Paper edisi revisi
Dini Lestari
 

What's hot (20)

04110201 niwatun
04110201 niwatun04110201 niwatun
04110201 niwatun
 
Bab%20 i%2cv
Bab%20 i%2cvBab%20 i%2cv
Bab%20 i%2cv
 
04110012
0411001204110012
04110012
 
Ridwan
RidwanRidwan
Ridwan
 
Gaya kepemimpinan kepsek
Gaya kepemimpinan kepsekGaya kepemimpinan kepsek
Gaya kepemimpinan kepsek
 
Jtptiain gdl-agustaufiq-4153-1-3103150 -p-2
Jtptiain gdl-agustaufiq-4153-1-3103150 -p-2Jtptiain gdl-agustaufiq-4153-1-3103150 -p-2
Jtptiain gdl-agustaufiq-4153-1-3103150 -p-2
 
Bab%20 i%2c%20v%2c%20daftar%20pustaka
Bab%20 i%2c%20v%2c%20daftar%20pustakaBab%20 i%2c%20v%2c%20daftar%20pustaka
Bab%20 i%2c%20v%2c%20daftar%20pustaka
 
9. rpp tarikh madinah sma
9. rpp tarikh madinah sma9. rpp tarikh madinah sma
9. rpp tarikh madinah sma
 
Siti sunaestin
Siti sunaestinSiti sunaestin
Siti sunaestin
 
Peranan guru btq dalam meningkatkan kemampuan baca tulis al qur'an pada ... (...
Peranan guru btq dalam meningkatkan kemampuan baca tulis al qur'an pada ... (...Peranan guru btq dalam meningkatkan kemampuan baca tulis al qur'an pada ... (...
Peranan guru btq dalam meningkatkan kemampuan baca tulis al qur'an pada ... (...
 
Itikaf ramadhan
Itikaf ramadhanItikaf ramadhan
Itikaf ramadhan
 
RPP PAI XI Kurikulum 2013 Seri 2. 2 sikap toleran, rukun dan menghindarkan di...
RPP PAI XI Kurikulum 2013 Seri 2. 2 sikap toleran, rukun dan menghindarkan di...RPP PAI XI Kurikulum 2013 Seri 2. 2 sikap toleran, rukun dan menghindarkan di...
RPP PAI XI Kurikulum 2013 Seri 2. 2 sikap toleran, rukun dan menghindarkan di...
 
Kisi kisi ujian praktik pai
Kisi kisi ujian praktik paiKisi kisi ujian praktik pai
Kisi kisi ujian praktik pai
 
Prota dan Prosem Kelas 7 Semester Ganjil
Prota dan Prosem Kelas  7 Semester GanjilProta dan Prosem Kelas  7 Semester Ganjil
Prota dan Prosem Kelas 7 Semester Ganjil
 
Pendahuluan
PendahuluanPendahuluan
Pendahuluan
 
pembuatan yogurt
pembuatan yogurtpembuatan yogurt
pembuatan yogurt
 
RPP PAI XI Kurikulum 2013 Seri 2.9 penyelenggaraan janazah
RPP PAI XI Kurikulum 2013 Seri 2.9 penyelenggaraan janazahRPP PAI XI Kurikulum 2013 Seri 2.9 penyelenggaraan janazah
RPP PAI XI Kurikulum 2013 Seri 2.9 penyelenggaraan janazah
 
HADIS TENTANG ADZAN DITINJAU DARI SEGI SEJARA; KAJIAN ADZAN SUBUH DAN JUMAT D...
HADIS TENTANG ADZAN DITINJAU DARI SEGI SEJARA; KAJIAN ADZAN SUBUH DAN JUMAT D...HADIS TENTANG ADZAN DITINJAU DARI SEGI SEJARA; KAJIAN ADZAN SUBUH DAN JUMAT D...
HADIS TENTANG ADZAN DITINJAU DARI SEGI SEJARA; KAJIAN ADZAN SUBUH DAN JUMAT D...
 
Paper edisi revisi
Paper edisi revisiPaper edisi revisi
Paper edisi revisi
 
Ebook ringkasan kitab hadist shahih imam bukhari
Ebook   ringkasan kitab hadist shahih imam bukhariEbook   ringkasan kitab hadist shahih imam bukhari
Ebook ringkasan kitab hadist shahih imam bukhari
 

Viewers also liked (6)

skripsi
skripsiskripsi
skripsi
 
proposal skripsi kualitatif deskriptif
proposal skripsi kualitatif deskriptifproposal skripsi kualitatif deskriptif
proposal skripsi kualitatif deskriptif
 
Proposal tugas akhir
Proposal tugas akhirProposal tugas akhir
Proposal tugas akhir
 
Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
 
doc
docdoc
doc
 
Ptk adhariah
Ptk adhariahPtk adhariah
Ptk adhariah
 

Similar to Skripsi shohibul ibad 072211030

Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
kipanji
 
Skripsi zuhri full
Skripsi zuhri fullSkripsi zuhri full
Skripsi zuhri full
kipanji
 
1657011663507_Hizib Islam Nusantara-HIPZON PUTRA AZMA.pdf
1657011663507_Hizib Islam Nusantara-HIPZON PUTRA AZMA.pdf1657011663507_Hizib Islam Nusantara-HIPZON PUTRA AZMA.pdf
1657011663507_Hizib Islam Nusantara-HIPZON PUTRA AZMA.pdf
zulkiplikamal
 
02. halaman depan
02. halaman depan02. halaman depan
02. halaman depan
alfamorot
 

Similar to Skripsi shohibul ibad 072211030 (20)

Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
 
Skripsi zuhri full
Skripsi zuhri fullSkripsi zuhri full
Skripsi zuhri full
 
Partisipasi Politik Masyarakat Betawi dalam pilkada dki
Partisipasi Politik Masyarakat Betawi dalam pilkada dkiPartisipasi Politik Masyarakat Betawi dalam pilkada dki
Partisipasi Politik Masyarakat Betawi dalam pilkada dki
 
Ahmad saukani fsh di upload oleh ahyadin
Ahmad saukani fsh di upload oleh ahyadinAhmad saukani fsh di upload oleh ahyadin
Ahmad saukani fsh di upload oleh ahyadin
 
IRVAN-FITK.docx
IRVAN-FITK.docxIRVAN-FITK.docx
IRVAN-FITK.docx
 
1657011663507_Hizib Islam Nusantara-HIPZON PUTRA AZMA.pdf
1657011663507_Hizib Islam Nusantara-HIPZON PUTRA AZMA.pdf1657011663507_Hizib Islam Nusantara-HIPZON PUTRA AZMA.pdf
1657011663507_Hizib Islam Nusantara-HIPZON PUTRA AZMA.pdf
 
Bab i, iv, daftar pustaka 2
Bab i, iv, daftar pustaka 2Bab i, iv, daftar pustaka 2
Bab i, iv, daftar pustaka 2
 
Jawaban uas agama fix banget
Jawaban uas agama fix bangetJawaban uas agama fix banget
Jawaban uas agama fix banget
 
Etika berbusana
Etika berbusanaEtika berbusana
Etika berbusana
 
Metodologi study islam final
Metodologi study islam   finalMetodologi study islam   final
Metodologi study islam final
 
Pedoman-Penulisan-Skripsi-FSH-UIN-Jakarta-2017-min (1).pdf
Pedoman-Penulisan-Skripsi-FSH-UIN-Jakarta-2017-min (1).pdfPedoman-Penulisan-Skripsi-FSH-UIN-Jakarta-2017-min (1).pdf
Pedoman-Penulisan-Skripsi-FSH-UIN-Jakarta-2017-min (1).pdf
 
UPAYA GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN KESADA...
UPAYA GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN KESADA...UPAYA GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN KESADA...
UPAYA GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN KESADA...
 
02. halaman depan
02. halaman depan02. halaman depan
02. halaman depan
 
Resensi stud islam
Resensi stud islamResensi stud islam
Resensi stud islam
 
Hadist Pendekatan Pendidikan Islam.docx
Hadist Pendekatan Pendidikan Islam.docxHadist Pendekatan Pendidikan Islam.docx
Hadist Pendekatan Pendidikan Islam.docx
 
Hadist Pendekatan Pendidikan Islam.pdf
Hadist Pendekatan Pendidikan Islam.pdfHadist Pendekatan Pendidikan Islam.pdf
Hadist Pendekatan Pendidikan Islam.pdf
 
Islam Nusantara.docx
Islam Nusantara.docxIslam Nusantara.docx
Islam Nusantara.docx
 
Islam Nusantara.pdf
Islam Nusantara.pdfIslam Nusantara.pdf
Islam Nusantara.pdf
 
MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KARAKTERISTIK AJARAN ISLAM
MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KARAKTERISTIK AJARAN ISLAMMAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KARAKTERISTIK AJARAN ISLAM
MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KARAKTERISTIK AJARAN ISLAM
 
BAB I-V DOHIR - for merge (2).docx
BAB I-V DOHIR - for merge (2).docxBAB I-V DOHIR - for merge (2).docx
BAB I-V DOHIR - for merge (2).docx
 

Skripsi shohibul ibad 072211030

  • 1. BUNUH DIRI SEBAGAI BENTUK JIHAD DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM (Studi Analisis Pemikiran Imam Samudra dalam Buku Aku Melawan Teroris) SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Syari’ah Oleh : SHOHIBUL IBAD NIM. 072211030 JURUSAN JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012
  • 2. Drs. H. Maksun, M.Ag Perum Griya Indo Permai A 22 Tambak Aji Ngaliyan, Semarang Drs. H. Nursyamsudin, M. Ag Jl. Mandasia III No 354 Krapyak, Semarang PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp. : 4 (empat) eks. Hal : Naskah Skripsi An. Sdr. Shohibul Ibad Kepada Yth. Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Assalamu’alaikum Wr. Wb. Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini saya kirim naskah skripsi Saudara: Nama : Shohibul Ibad NIM : 072211030 Judul : “BUNUH DIRI SEBAGAI BENTUK JIHAD DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM (STUDY ANALISIS PEMIKIRAN IMAM SAMUDRA DALAM BUKU AKU MELAWAN TERORIS)” Dengan ini saya mohon kiranya skripsi Saudara tersebut dapat segera dimunaqosyahkan. Demikian harap menjadikan maklum. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Semarang, 13 Juni 2012 ii
  • 3. KEMENTRIAN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG Jl. Prof. Dr. Hamka Km.2 Ngaliyan Kampus III Telp/Fax. (024) 7601291 Semarang 50185 PENGESAHAN Skripsi Saudara : Shohibul Ibad NIM : 072211030 Judul : Bunuh Diri Sebagai Bentuk Jihad Dalam Perspektif Hukum Pidana Islam (Studi Analisis Pemikiran Imam Samudra Dalam Buku Aku Melawan Teroris) Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude/baik/cukup, pada tanggal : 20 Juni 2012 dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana Strata 1 tahun akademik 2011/2012. Semarang, 20 Juni 2012 iii
  • 4. DEKLARASI Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian skripsi ini tidak berisi satupun pikiran- pikiran orang lain kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan. Semarang, 12 Juni 2012 Deklarator SHOHIBUL IBAD NIM. 072211030 iv
  • 5. MOTTO “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir." (Q.S Al-Baqarah : 286) v
  • 6. ABSTRAK Tema jihad di dalam Islam termasuk salah satu tema besar yang sangat penting dan memiliki pengaruh besar. Sebab, dengan terpatrinya jihad maka akan terbentuk risalah Islam, identitas kebangsaan, kenegaraan, kedaulatan, kemerdekaan, kemuliaan, terjaganya harga diri, kehormatan, adat istiadat, budaya, norma dan moral. Akan tetapi, jihad yang dipahami dengan pandangan yang keliru dan diletakkan bukan pada tempatnya bisa berakibat fatal bagi Islam. Pemahaman dan pelaksanaan dari perintah jihad menjadi hilang oleh golongan yang bersikap berlebihan dan mengurangi. Dengan motivasi jihad pengorbanan nyawa (intensi mati) yang seharusnya dilindungi menjadi tergadaikan karena terbalut oleh jihad mengatas namakan sebagai perintah Allah. Taktik serangan dengan bunuh diri pun coba di legalkan dengan mengunakan dasar agama. Imam Samudra atau Abdul Aziz melalui bukunya ‘Aku Melawan Teroris’ menguraikan pemahamannya mengenai Jihad serta pelaksanaannya dengan tindakan bunuh diri (istisyhad). Dari latar belakang di atas, penelitian ini akan mengkaji bagaimana pemahaman Imam Samudra tentang alasan bunuh diri sebagai bentuk jihad? dan bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap bentuk tindakan bunuh diri sebagai jihad? Metode penelitian ini dilakukan dengan jenis penelitian kepustakaan (library research). Menurut sifat dari data yang dicari penelitian ini bersifat kualitatif. Sumber data dari penelitian ini terdiri dari data primer buku ‘Aku Melawan Teroris’ dan data sekunder yang mendukung. Dari sinilah kemudian metode analisis dilakukan dengan deskriptif, interpretatif dan content analysis. Hasil studi penelitian menyimpulkan dua temuan. Pertama, pemahaman Imam Samudra tentang alasan tindakan bunuh diri sebagai bentuk dari jihad dilatarbelakangi oleh jihad yang diprioritaskan hanya sebagai perang. Puncak pelaksanaannya dilakukan dengan tindakan intimidasi dan teror melalui serangan mengorbankan nyawa (bunuh diri) di Indonesia dan Bali khususnya. Dalam jihad hal ini bertentangan dengan hukum pelaksanaan jihad dan konsep wilayah jihad perang. Kedua, Dalam ketentuan hukum pidana Islam dilakukan dengan jalan qiyas untuk menyamakan kasus penyerangan dengan bunuh diri dengan pemberontakan (al-baghyu) dengan illat bahwa perbuatan itu membawa dampak yang sama yaitu mengganggu stabilitas keamanan masyarakat. Pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidananya memiliki dua ketentuan. Pertama, kejahatan yang berkaitan langsung yang hukumannya diserahkan kepada ulil amri dan kedua, yang tidak berkaitan langsung yang dimasukan ke dalam pidana hudud sesuai dengan jarimah yang dilakukannya. Kata Kunci : bunuh diri, jihad, hukum pidana Islam. vi
  • 8. KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim… Puji syukur Alhamdulillahirobbil’alamin penulis ucapkan kehadirat Allah Swt atas rahmat, hidayah dan karuniaNya, shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabiullah Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat- sahabat dan para pengikutnya yang telah membawa Islam dan mengembangkannya hingga sekarang ini. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul: BUNUH DIRI SEBAGAI BENTUK JIHAD DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM (STUDY ANALISIS PEMIKIRAN IMAM SAMUDRA DALAM BUKU AKU MELAWAN TERORIS), dengan baik tanpa banyak kendala yang berarti. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini bukanlah hasil jerih payah penulis secara pribadi. Tetapi semua itu merupakan wujud akumulasi dari usaha dan bantuan, pertolongan serta do’a dari berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi tersebut. Oleh karena itu, sudah sepatutnya penulis menyampaikan terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang yang telah memimpin lembaga dengan baik. 2. Dr. H. Imam Yahya, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang dan pembantu-pembantu Dekan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menulis skripsi tersebut dan memberikan fasilitas belajar hingga kini. 3. Drs. M. Solek, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Jinayah Siyasah dan Rustam DKAH, M.Ag., selaku Sekretaris Jurusan Jinayah Siyasah Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang. 4. Drs. H. Maksun, M.Ag. dan Drs. H. Nur Syamsuddin, M.Ag. selaku Pembimbing atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan dengan sabar dan tulus ikhlas. 5. Seluruh Dosen IAIN Walisongo Semarang atas segala ilmu yang telah diberikan. viii
  • 9. 6. Seluruh staff dan karyawan TU, Perpustakaan baik yang ada di Fakultas Syari’ah maupun di Institut. 7. Kedua orang tua penulis, M. Ajib dan Khotijah beserta segenap keluarga, atas segala doa, perhatian, nasehat dan kasih sayangnya. 8. Teman-temanku yang selalu memberi semangat sehingga terselesainya skripsi ini. Dan doaku untuk mereka, “Semoga Allah membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan yang lebih dari mereka berikan pada diriku” Amin. 9. Teman-teman Jinayah Siyasah angkatan 2007 dan teman-teman di lingkungan IAIN Walisongo Semarang. 10. Google.com untuk kemudahan yang diberikannya melalui akurasi searchingnya, priview bukunya (book.google.com), bookmarksnya, surelnya. Arcive.org atas koleksi buku dari para uploadernya. Dan berbagai forum diskusi online. Penulis juga menyadari dengan segala kerendahan hati bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, semua kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca yang budiman pada umumnya. Amin. Semarang, 12 Juni 2012 Penulis Shohibul Ibad NIM. 072211030 ix
  • 10. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................. i HALAMAN NOTA PEMBIMBING ......................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii HALAMAN DEKLARASI ......................................................................... iv HALAMAN MOTTO ................................................................................. v HALAMAN ABSTRAK ............................................................................. vi HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. vii HALAMAN KATA PENGANTAR ........................................................... viii HALAMAN DAFTAR ISI.......................................................................... x BAB I PENDAHULUANs A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1 B. Rumusan Masalah ...................................................................... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 6 D. Telaah Pustaka ........................................................................... 7 E. Metode Penelitian ...................................................................... 10 F. Sistematika Penulisan ................................................................ 12 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JIHAD DAN BUNUH DIRI A. Jihad Dalam Islam ..................................................................... 14 B. Bunuh Diri Dalam Hukum Pidana Islam .................................... 26 a. Pengertian Bunuh Diri ........................................................ 26 b. Alasan Bunuh Diri .............................................................. 27 c. Hukum Bunuh Diri ............................................................. 31 C. Bunuh Diri Sebagai Bentuk Jihad .............................................. 36 BAB III PANDANGAN IMAM SAMUDRA TENTANG JIHAD A. Biografi Imam Samudra ........................................................ 43 B. Pemahaman Imam Samudra Mengenai Islam ........................ 52 C. Pemahaman dan Pelaksanaan Jihad Imam Samudra ............... 57 a. Pemahaman Imam Samudra tentang Jihad ........................ 57 b. Pelaksanaan Jihad Imam Samudra .................................... 63
  • 11. BAB IV ANALISIS PEMAHAMAN IMAM SAMUDRA TENTANG BUNUH DIRI SEBAGAI BENTUK JIHAD DAN TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP BENTUK TINDAKAN BUNUH DIRI SEBAGAI JIHAD A. Analisis Pemahaman Imam Samudra Tentang Bunuh Diri Sebagai Bentuk Jihad .............................................. 72 1. Analisis Pemahaman Imam Samudra tentang Jihad.... 73 2. Analisis Pelaksanaan Jihad Imam Samudra................ 83 B. Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Bentuk Tindakan Bunuh Diri Sebagai Jihad................................. 94 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................... 101 B. Saran-saran ........................................................................... 103 C. Penutup ................................................................................. 103 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
  • 12. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu ajaran agama Islam yang langsung ditunjukkan Allah melalui al-Qur’an adalah ajaran tentang jihad. Selanjutnya, ajaran ini cukup banyak mendapat respons dari hadits Rasulullah dan ijtihad para ulama. Dalam ilmu fiqh, ajaran jihad mendapat perhatian khusus dari para fukaha, hampir dalam setiap buku-buku fiqih ditemukan pembahasan jihad secara rinci. Tema jihad di dalam Islam termasuk salah satu tema besar yang sangat penting dan memiliki pengaruh besar. Sebab, dengan terpatrinya jihad maka akan terbentuk risalah Islam, identitas kebangsaan, kenegaraan, kedaulatan, kemerdekaan, kemuliaan, terjaganya harga diri, kehormatan, adat istiadat, budaya, norma dan moral. Kesemua hal itu merupakan seperti yang telah dijanjikan Allah dari kemenangan dalam jihad. Sebagaimana firman Allah SWT : “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada 1
  • 13. 2 Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar” (Q.S. At-Taubah : 111).1 Jihad ketika dipisahkan dari ajaran Islam akan mengakibatkan dampak negatif. Islam akan menjadi statis, tidak mampu merespon segala perkembangan zaman. Yusuf Qardhawi menyebutkan tanpa jihad, penjaga umat akan ternodai dan darah generasinya akan menjadi semurah-murah tanah. Kesucian-kesucian umat pun akan menjadi lebih rendah daripada segenggam tanah di padang pasir.2 Ungkapan tersebut dimaksudkan agar syari’at tentang jihad tidak dipisahkan dari ajaran Islam. Jihad memiliki sebuah peranan penting dalam syari’at Islam. Jihad seperti dua mata pisau, jika diterapkan sesuai maka dampak positif yang sangat besar akan diperolehnya. Namun, Jihad yang disalahpahami mengakibatkan Islam dipandang sebagai agama peperangan, bukan agama perdamaian. Bahkan istilah jihad itu sekarang tidak hanya disalahpahami melainkan juga disalahgunakan oleh orang-orang barat untuk memperburuk citra Islam.3 Implementasi konsep jihad lebih banyak dipahami secara sederhana sebagai bentuk perang suci (holy war). Jihad dipahami sebagai kewajiban setiap muslim untuk menegakkan kalimat Allah di muka bumi ini melalui kekuatan dan perang. Akibatnya, kaum muslim yang rela dijadikan sebagai mortir untuk melakukan perang atas nama agama.4 1 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: Diponegoro, 2007 h. 168. 2 Yusuf Qardhawi, Fiqih Jihad: Sebuah Karya Monumental Terlengkap Tentang Jihad Menurut Al-Qur'an dan Sunnah, terj. Irfan Maulana Hakim, Bandung: Mizan, 2010, h. xiv. 3 Haji Agus Salim, Tentang Perang, Jihad, dan Pluralisme, St. Sularto (ed.), Jakarta: Gramedia, 2004, h. 59. 4 Muhammad Asfar, dkk, Islam Lunak Islam Radikal Pesantren, Terorisme dan Bom Bali, 2003, Surabaya: JP Press, h. 62-63.
  • 14. 3 Kenyataannya sekarang berbagai kasus anarkisme hingga terorisme yang dilakukan oleh sebagian kelompok orang Islam yang melakukan penyerangan dengan ikut mengorbankan diri ke dalam aksinya tersebut. Hal ini dilakukan atas nama agama (Islam) dengan pembenaran aksinya dari anjuran untuk melakukan jihad. Diantara kasus-kasus yang terjadi yaitu, serangan 11 September 2001 dengan menabrakkan dua pesawat ke menara kembar World Trade Center di New York City. Disusul dengan penabrakan sebuah pesawat ke Pentagon di Arlington, Virginia. Pesawat lainnya yaitu United Airlines penerbangan 93, jatuh di lapangan dekat Shanksville, Pennsylvania. Menurut laporan tim investigasi 911, sekitar 3.000 jiwa tewas dalam serangan ini.5 Osama bin Laden mengakui keterlibatannya dalam kelompok al-Qaeda pada penyerangan tersebut dan mengakui hubungan dia secara langsung pada serangan tersebut.6 Di dalam negeri, aksi penyerangan dengan mengorbankan diri (bunuh diri) yang mengatas namakan jihad terus berkembang. Mulai dari tragedi yang paling menggemparkan yaitu bom Bali I dan bom Bali II yang merenggut nyawa warga sipil tidak hanya dari pihak non-muslim akan tetapi juga dari muslim.7 Pelaku bom Bali I Imam Samudra dalam bukunya “Aku Melawan Teroris” 5 Wikipedia, Casualties of the September 11 Attacks, diakses dari http://en.wikipedia.org/wiki/Casualties_of_the_September_11_attacks, pada 1 November 2011, Jam 17.00 WIB. 6 Maggie Michael, Bin Laden in Statement to U.S. People, Says He Ordered Sept. 11 Attacks, diakses dari http://legacy.signonsandiego.com/news/nation/terror/20041029-1423- binladentape.html pada 1 November 2011, Jam 18.00 WIB. 7 Daftar korban bom bali I terjadi pada 12 Oktober 2002 dengan korban jiwa berjumlah 202 dan 209 orang luka-luka atau cedera, daftar nama korban diabadikan di monumen bom Bali (Ground Zero Legian). Bom Bali II terjadi pada Oktober 2005 dengan korban jiwa 23 orang tewas dan 196 lainnya luka-luka.
  • 15. 4 mengemukakan bahwa warga ‘sipil’ bangsa-bangsa penjajah yang asalnya tidak boleh diperangi, berubah menjadi boleh diperangi karena adanya tindakan melampaui batas, yaitu pembantaian atas warga sipil yang dilakukan oleh bangsa penjajah.8 Oleh karena itu, untuk merealisasikan pemahamanya itu Imam Samudra melakukan pengeboman pada tanggal 12 Oktober 2002, yang dijadikan target adalah orang-orang Amerika dan sekutunya yang berada di Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di jalan Legian, Kuta, Bali. Dalam kasus bom Bali II di Jimbaran Bali 10 November 2005, pengeboman mengunakan perantara manusia yang mana pelaku aksi peledakan ikut tewas dalam aksinya.9 Hal ini diyakininya sebagai bagian dari Istisyhad.10 Seperti perlawanan rakyat Palestina terhadap agresi militer Israil dengan meledakkan diri di tengah-tengah tentara Israil. Aksi serupa juga terjadi di Iran, Irak, Chechnya, Afganistan dan Pakistan. Di Indonesia kemudian muncul istilah “pengantin” yaitu orang yang telah siap untuk melakukan aksi bunuh diri menggunakan bom yang bertujuan untuk melakukan “jihad”. Penggunaan istilah pengantin merupakan bentuk motivasi bagi pelaku bunuh diri, disaat dirinya meninggal dalam penyerang tersebut, sejak itulah pernikahannya berlangsung dengan para bidadari yang dijanjikan di surga. 8 Aziz, Abdul, Imam Samudera : Aku Melawan Teroris, Solo: Jazera, 2004, h. 116. 9 Vivanews, Kesaksian M. Salik Firdaus pelaku aksi peledakan Bom Bali II, di akses di http://lipsus.vivanews.com/bom_bali/lipsus_detail_bagian_3c.html pada 1 Februari2011. 10 Istisyhad ( ) yang berarti berarti (mencari syahid), syahid menjadi bentuk kematian yang sudah mendapat jaminan surga. Ada juga yang menyebutnya sebagai istimata atau pasukan berani mati, disamping itu ada juga yang menyebutnya dengan intihar atau bunuh diri.
  • 16. 5 Menanggapi aksi jihad dengan mengorbankan diri, Para ulama ada yang membolehkan dan ada pula yang melarangnya. Sebagian berpendapat, tindakan bunuh diri selagi ada kesengajaan membunuh dirinya sendiri sekalipun juga mengakibatkan orang kafir musuh ikut terbunuh, tidaklah berbeda dengan bunuh diri biasa yang hukumnya haram. Sehingga tidak dapat dikategorikan mati syahid. Pendapat yang membolehkan, karena tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka jihad untuk membela agama atau tindakan dalam mempertahankan kehormatan bangsa dan Negara.11 Adapun Imam Samudra memilih tentang kebolehan aksi bunuh diri atau Istisyhad, walaupun dengan dugaan kuat bahwa pelaku akan terbunuh dalam oprasi yang dilakukannya terebut.12 Alasan mengapa sebagian umat Islam bersedia melakukan tindakan semacam itu adalah permasalahan yang sesegera mungkin dicarikan solusinya. Oleh karenanya apakah pemahaman dan perjuangan melalui mengorbankan diri hingga mati merupakan bagian dari jihad fisabilillah. Atas dasar itulah penyusun tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pemaknaan jihad, dalam penelitian ini sebagai objek penelitian adalah pemikiran jihad dari Imam Samudra melalui bukunya “Aku Melawan Teroris”. Dikarenakan dalam menjelaskan konsepsi jihad dalam Islam, Imam Samudra menitik beratkan arti jihad sebagai perang, dan menganggap boleh melakukan tindakan bunuh diri untuk dapat membunuh orang-orang kafir. Bagaimana hukum bunuh diri yang digunakan alasan dalam berjihad dilihat dalam perspektif hukum pidana Islam 11 Luthfi Assyaukani, Politik, HAM, dan isu-isu teknologi dalam fikih kontemporer, Bandung: Pustaka Hidayah, 1998, h. 11 12 Abdul Aziz, Op.cit, h. 182-183.
  • 17. 6 berdasarkan sumber-sumber hukum islam dan juga untuk mengetahui apakah jihad dengan jalan aksi bunuh diri ini sesuai dengan kriteria jihad yang dibenarkan oleh syariat Islam. Oleh karena itu, penyusun berupaya melakukan penelitian ini sehingga karya ini diberi judul : “BUNUH DIRI SEBAGAI BENTUK JIHAD DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM (STUDY ANALISIS PEMIKIRAN IMAM SAMUDRA DALAM BUKU AKU MELAWAN TERORIS)”. B. Perumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, untuk membuat permasalahan menjadi lebih spesifik dan sesuai dengan titik tekan kajian, maka harus ada rumusan masalah yang benar-benar fokus. Ini dimaksudkan agar pembahasan dalam karya tulis ini, tidak melebar dari apa yang dikehendaki. Ada beberapa pokok permasalahan yang akan dikaji : 1. Bagaimana pemahaman Imam Samudra tentang alasan bunuh diri sebagai bentuk jihad ? 2. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap bentuk tindakan bunuh diri sebagai jihad ? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penulisan karya ini sebenarnya untuk menjawab apa yang telah dirumuskan dalam dari masalah di atas. Di antara beberapa tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pemahaman Imam Samudra tentang alasan bunuh diri sebagai bentuk jihad.
  • 18. 7 2. Mengetahui tinjauan hukum pidana Islam terhadap bentuk tindakan bunuh diri sebagai jihad. Manfaat Penelitian : 1. Secara formal penelitian ini disusun untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar sarjana strata 1 dalam Ilmu Syari’ah. 2. Diharapkan berguna bagi konstribusi dan pengembangan pengetahuan ilmiah ke-Islaman. D. Telaah Pustaka Dalam kajian pustaka ini, penulis akan memaparkan tentang beberapa sumber yang membahas atau berhubungan dengan masalah tersebut di antaranya: Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Rico Setyo Nugroho mahasiswa Fakultas Dakwah Program Studi Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam IAIN Walisongo Semarang dalam skripsinya yang berjudul “Jihad fiSabilillah dalam Pemikiran Imam Samudra dalam Buku Aku Melawan Teroris (Ditinjau dari Perspektif Dakwah)”. Penelitian ini dilakukan tahun 2006. Di dalam skripsinya memaparkan bahwa menurut pemahaman Imam Samudra jihad dapat diartikan dari tiga sudut pandang, bahasa, istilah dan syari'ah. Menurut bahasa jihad berarti bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga untuk mencapai suatu tujuan. Secara istilah jihad berarti bersungguh-sungguh memperjuangkan hukum Allah, mendakwahkannya serta menegakkannya di muka bumi. Secara syari'ah, jihad berarti berperang melawan kaum kafir yang memerangi kaum muslimin. Dari ketiganya, jihad dalam pengertian syariah-lah yang digolongkan sebagai jihad fi
  • 19. 8 sabilillah. Jadi, yang dimaksud jihad fi sabilillah oleh Imam Samudra adalah angkat senjata untuk berperang di jalan Allah melawan musuh guna membela dan mempertahankan Islam. Karenanya, Imam Samudra memandang bahwa perlawanan terhadap dominasi AS dan sekutunya yang melakukan pembantaian terhadap umat Islam di Afganistan, Palestina dan Irak merupakan bentuk jihad yang harus dilakukan yang salah satunya dengan melakukan pengeboman di Bali dengan sasaran AS dan sekutunya. Jika dilihat dari sudut pandang dakwah, cara menampilkan Islam yang mengedepankan jihad melalui peperangan sebagaimana yang dilakukan Imam Samudra dapat melahirkan image bahwa Islam merupakan agama yang disebarkan melalui kekerasan. Aktivitas dakwah sendiri hendaknya dilakukan dengan mendahulukan cara damai, misalnya dengan akhlak yang baik, lemah lembut, serta perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran Islam sebagai rahmat bagi alam semesta.13 Kedua, penelitian yang dilakukan oleh M. Nashir Jamaludin mahasiswa Fakultas Syariah Program Studi Siyasah Jinayah IAIN Walisongo Semarang dalam skripsi yang berjudul “Bom Bunuh Diri Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Hasil Munas NU tahun 2002 dalam Bahtsul Masa'il Waqiyyah Siyasiyyah)”. Penelitian ini dilakukan tahun 2004. Adapun hasil penelitian dalam skripsi ini memaparkan bahwa Perang dalam Islam bukan jihad secara bebas, tetapi jihad itu terikat dengan syarat bahwa dilakukan pada jalan Allah (fi sabilillah). NU membolehkan aksi bom bunuh diri dengan situasi dan kondisi 13 Rico Setyo Nugroho, “Jihad fi Sabilillah dalam Pemikiran Imam Samudera dalam Buku Aku Melawan Teroris (Ditinjau dari Perspektif Dakwah)”, Skripsi Dakwah, Semarang, 2006, h.67-68,t.d.
  • 20. 9 khusus dan bagi pelakunya harus memenuhi persyaratan yang khusus pula. Sehingga aksi bom bunuh diri belum tentu sebagai jihad, seperti yang disyari'atkan. Metode istinbath yang dikembangkan NU, termasuk dalam aksi bom bunuh diri, menggunakan istinbath jama'i, penyimpulan ketentuan hukum secara bersama-sama. Istinbath langsung dari sumber-sumber primer (al-Qur'an dan al-Sunnah) yang cenderung kepada pengertian ijtihad mutlak, bagi ulama NU masih sangat sulit dilakukan karena keterbatasan-keterbatasan yang disadari, terutama di bidang ilmu-ilmu penunjang dan pelengkap yang harus dikuasai seorang mujtahid.14 Ketiga, penelitian yang dilakukan Muhammad Syawali mahasiswa Fakultas Syariah Program Studi Siyasah Jinayah IAIN Walisongo Semarang dalam skripsi yang berjudul “Studi Analisis Konsep Maulana Muhammad Ali tentang Jihad”. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2009. Dalam skripsi ini memaparkan bahwa Pertama, Nilai-nilai ajaran yang ditawarkan Maulana Muhammad Ali tentang jihad adalah mengupayakan adanya kelenturan berpikir atas teks-teks jihad yang terkandung di dalam al-Qur`an dan sunah Rasulullah saw yaitu sikap jihad yang masih bersifat universal dalam konteks penerapannya di segala persoalan kehidupan yang masih komplek dan kontekstual. Implikasi konsep jihad Muhammad Ali akan memberikan pencerahan pemikiran dan pembelaan terhadap Islam dari kalangan yang mendiskreditkan Islam sebagai sarang teroris. Kedua, Adapun yang membedakan persepsi jihad antara ulama 14 M. Nashir Jamaludin, Bom Bunuh Diri Dalam Perspektif Hukum Islam ( Studi Hasil Munas NU tahun 2002 dalam Bahtsul Masa'il Waqiyyah Siyasiyyah ), Skripsi Syari’ah, 2004, h.59, t.d
  • 21. 10 fiqih dan maulana Muhammad Ali hanya pada dimensi sudut pandangnya saja. Ulama fiqih lebih mengedepankan aspek formalitas dan otoritas syariah, dalam memberikan makna jihad pada nash Al-Quran dan hadits Nabi saw. Mereka Mengacu pada makna hakiki syar’i (makna syariah). Sedangkan Muhammad Ali cenderung kurang formal tapi lebih pada upaya realisasi konsep jihad yang bersifat universal dan kontekstual. Pemikiran Muhammad Ali sendiri di pengaruhi oleh pemikiran Mirza Ghulam Ahmad sebagai pendiri Ahmadiyah yang berorientasi pada pembaharuan pemikiran yang bercorak liberal dan kontekstual.15 Dari beberapa penelitian di atas dapat diketahui bahwa penelitian terdahulu berbeda dengan skripsi yang penulis susun. Perbedaannya penulis menitik beratkan masalah pada bunuh diri sebagai bentuk jihad dalam pemaham Imam Samudra dan melakukan penelitian dari aspek tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindakan bunuh diri. Inilah yang membedakan penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian yang sudah ada. E. Metode Penelitian Metode dalam suatu penelitian merupakan sesuatu yang sangat penting, karena suatu metodologi nantinya akan menentukan bagaimana cara kerja sebuah mekanisme penelitian mencapai kebenaran ilmiah tentang suatu hal dan lebih sistematis, maka diperlukan sebuah metode yang jelas sebagaimana disebutkan dalam rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut : 15 Muhammad Syawali, Studi Analisis Konsep Maulana Muhammad Ali tentang Jihad, Skripsi Syari’ah, Semarang, 2009, h.114-117, t.d.
  • 22. 11 1. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu dengan jalan melakukan penelitian terhadap sumber- sumber tertulis, maka penelitian ini bersifat kualitatif. Sedangkan Library Research menurut Bambang Sunggono, adalah suatu riset kepustakaan atau penelitian murni.16 Jadi, penelitan ini dilakukan dengan menelaah dan mengkaji dokumen atau sumber tertulis seperti buku, majalah, dan lain-lain. Dilihat dari sifatnya, penelitian ini termasuk bersifat deskriptif, interpretatif dan contetnt analysis yakni dengan berusaha memaparkan data-data tentang suatu hal atau masalah dengan interpretasi yang tepat, kemudian menganalisisnya.17 2. Sumber Data Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber sekunder. Sumber primer atau tangan pertama, adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung dari subyek sebagai sumber informasi yang dicari. Bahan utama sumber data primer yang digunakan yaitu data yang ada dalam buku karya Abdul Aziz yang berjudul “Imam Samudra: Aku Melawan Teroris”. Adapun sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. 16 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, h. 50. 17 Ibid., h. 139.
  • 23. 12 Data-data ini diperoleh dari buku-buku bacaan dan literatur-literatur lain yang membahas tentang jihad dan bunuh diri dalam Islam, serta buku-buku yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Selain itu data penunjang yang didapatkan dari internet guna memahami peristiwa-peristiwa aktual yang sedang terjadi. 3. Metode Analisis Data Analisis data yang akan digunakan adalah deskriptif, interpretatif dan content analysis. Deskriptif yaitu metode analisis data yang befungsi untuk menjelaskan suatu pemikiran (fakta) sehingga dapat diterima secara rasional.18 Aplikasinya, pemikiran Imam Samudra direkonstruksi dan dipaparkan kembali apa adanya. Analisis interpretasi dimaksudkan untuk menyelami karya seorang tokoh untuk menangkap arti yang dimaksud tokoh tersebut19 yang aplikasinya untuk menyelami isi buku “Imam Samudra: Aku Melawan Teroris”. Adapun content analysis yaitu analisis ilmiah tentang isi data yang mencakup upaya klarifikasi kriteria-kriteria tertentu untuk membuat prediksi atas tema-tema yang dibahas.20 Penggunaan analisis isi ini sangat dibutuhkan ketika memilah-milah isi data yang membahas tentang bunuh diri sebagai bentuk jihad. Kemudian ketentuan dari hukum pidana Islam dijadikan landasan mengenai segala ketentuan hukum tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil yang terperinci dari al-Qur'an dan al-hadist. 18 Irawan, Prasetya, Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 1999, h.60. 19 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta: Rajawali Press, 1997, h.98. 20 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996, h. 68-69.
  • 24. 13 F. Sistematika Penulisan Agar pembahasan dan penyusunan skripsi ini menjadi terarah, runut atau sistematis, penulis menyusun sebagai berikut : BAB I Merupakan pendahuluan yang terdiri atas Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Telaah Pustaka, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II Menjelaskan tentang tinjauan umum tentang jihad dan bunuh diri dalam perspektif hukum pidana Islam, Di dalamnya akan penulis jelaskan persoalan tentang, Jihad dalam Islam, bunuh diri dalam hukum pidana Islam dan bunuh diri sebagai bentuk jihad. BAB III Berisi tentang pandangan Imam Samudra tentang jihad, yang meliputi biografi Imam Samudra, Pemahaman Imam Samudra mengenai Islam, Pemahaman dan pelaksanaan jihad Imam Samudra tentang jihad yang termasuk didalamnya kebolehan hukum bunuh diri sebagai jihad. BAB IV Analisis pemahaman Imam Samudra tentang bunuh diri sebagai bentuk jihad dan tinjauan hukum pidana Islam terhadap bentuk tindakan bunuh diri sebagai jihad. Pada bab ini menganalisis tentang pemahaman imam Samudra tentang jihad dan pelaksanaannya. Dari situ kemudian perlu adanya tinjauan hukum pidana Islam terhadap bentuk tindakan bunuh diri sebagai jihad. Bab V Bagian penutup dari rangkaian penyusunan skripsi, diuraikan tentang kesimpulan seputar penyusunan skripsi, saran-saran yang berkaitan dengan penyusunan skripsi, serta kata penutup.
  • 25. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JIHAD DAN BUNUH DIRI A. Jihad dalam Islam Pengertian jihad menurut kaedah bahasa (etimologi), kata (jihad) berasal dari kata dasar / - - (jahada, yajhadu, jahdan/ juhdan). Ibnu Mandzur membedakan kata (al-juhdu) dan ‫( اﻟﺠ َ ﺪ‬al-jahd), (al- juhdu), dengan dhammah di jim berarti kemampuan dan kekuatan, adapun َ ‫(اﻟﺠ‬al-jahd) berarti berarti al-masyaqqah (kesulitan). Adapun (jihad) berkedudukan sebagai mashdar (kata benda) dari (jahada) yaitu dengan wazan ‫ ﻓﺎﻋﻞ‬diartikan dengan berusaha menghabiskan segala daya kekuatan, baik berupa perkataan maupun perbuatan.1 Sedangkan dalam kamus al- Munawir kata (jahada) berarti mencurahkan segala kemampuan. Jika dirangkai dengan kata fi sabilillah, berarti Berjuang, berjihad, berperang di jalan Allah.2 Hans Wehr dalam A Dictionary of Modern Written Arabic mengartikan jihad sebagai ‘Fight, battle, holy war (against the infidles as a religious duty)’,3 yang berarti perjuangan, pertempuan, perang suci (melawan musuh-musuh sebagai kewajiban agama). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, jihad memiliki tiga makna yaitu: 1) Usaha dengan upaya untuk mencapai kebaikan. 2) Usaha sungguh-sungguh membela agama Allah (Islam) dengan mengorbankan harta 1 Ibn Mandzur, Lisan al-Arab, Beirut: Daar Ehia al-Tourath, Juz II, 1999, h. 395. 2 Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir Arab-Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Progressif, h. 215. 3 Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, J. Milton Cowan (ed.), New York : Spoken Language Services Inc., 1976, h. 142. 14
  • 26. 15 benda, jiwa dan raga. 3) Perang suci melawan kekafiran untuk mempertahankan agama Islam.4 Untuk mengetahui makna terminologi jihad secara benar dan sesuai dengan proporsi yang sebenarnya. Maka, diperlukan penelusuran terhadap perintah jihad yang terdapat dalam al-Quran dan hadits. Sehingga apa yang menjadi bentuk dan aplikasi penerapanya menjadi jelas dan tidak menimbulkan kerancuan. Sehingga substansi dari jihad sesuai dengan apa yang menjadi maksud dan tujuannya. Perintah jihad dalam telah disampaikan oleh Rasulullah Saw yang secara eksplisit menyatakan bahwa jihad telah dimulai semenjak Muhammad diutus oleh Allah sebagai rasul. Hal ini berarti, jihad dilakukan jauh sebelum adanya perintah untuk melakukan perang.5 Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik : َ ‫ﻋ َﻦ ْ أَﻧَﺲِ ﺑْﻦ ِ ﻣ َﺎﻟِﻚ ٍ ﻗَﺎل‬ .(‫. )رواه اﺑﻮ داود‬ ِ ْ ‫و َ اﻹ‬ “Dari Anas bin Malik, ia berkata; Rasulullah saw. berkata: "Tiga perkara yang merupakan dasar keimanan, yaitu: menahan diri dari orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah, dan kita tidak mengkafirkannya karena suatu dosa, serta tidak mengeluarkannya dari keislaman karena sebuah amalan. Jihad tetap berjalan sejak Allah mengutusku hingga umatku yang terakhir memerangi Dajjal, hal itu tidaklah digugurkan oleh kelaliman orang yang lalim, serta 4 Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008, h. 362. 5 Enizar, Jihadi The Best Jihad for Moslems, Jakarta : Amzah, 2007, h. 3-4
  • 27. 16 keadilan orang yang adil, dan beriman kepada taqdir.” (HR. Abu Dawud).6 Jihad mempunyai beberapa pengertian dan pergeseran makna sesuai dengan periodisasi turunnya al-Quran dalam dua periode yaitu periode Makkiyah dan periode Madaniyah.7 Ayat yang menerangkan jihad kurang lebih 41 ayat, 8 kali dalam ayat Makkiyah dan 33 kali dalam ayat Madaniyah yang terdapat pada 23 ayat.8 Pemaknaan kata jihad di dalam ayat-ayat al-Quran mengandung beberapa pengertian menurut urutan turunya ayat. Ada yang berarti penyeruan (dakwah), pemaksaan, peperangan dan lainnya. Pemaknaan jihad dari periode Makkah hingga periode Madinah mengalami evolusi pemaknaan dan diklasifikasikan dalam enam makna. Dua pemaknaan jihad dalam periode Makkiyah dan empat pemaknaan jihad selama periode Madaniyah hingga jihad dapat terformulasi menjadi sebuah ajaran dalam syariat Islam.9 Pada periode Makkiyah terdiri dari; Pertama, jihad berarti perjuangan individual, atau perjuangan menghadapi kondisi umat Islam yang sulit disebabkan perbuatan musuh-musuh Islam. Kedua, makna jihad berkembang menjadi perjuangan individual (fardu’ain) dan komunal (fardu kifayah) terhadap kaum musyrik Mekkah. Sedangkan pada periode Madaniyah memiliki empat makna. Pertama, jihad berkembang menjadi makna berperang (al-harb) terhadap kaum 6 Abu Dawud Sulaiman ibn asy-Asy’as as-Sijistani, Sunan Abi Dawud, Juz 3, Beirut : Dar al-Hazm, 1997, h. 30. 7 Makiyah adalah istilah yang diberikan kepada ayat al-Qur'an yang diturunkan di Mekkah atau sebelum Rasulullah saw hijrah ke Madinah. Sedangkan Madaniyah adalah istilah yang diberikan kepada ayat al Qur'an yang diturunkan di Madinah atau setelah Rasulullah saw hijrah ke Madinah. 8 Rohimin, Jihad Makna & Hikmah. Jakarta: Erlangga, 2006, h. 16. 9 Kasjim Salenda, Terorisme dan jihad dalam perspektif hukum Islam, Cet I, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009, h. 148-149.
  • 28. 17 musyrikin yang ingin menyerang eksistensi umat Islam Madinah. Kedua, makna jihad dalam bentuk peperangan terhadap orang-orang yang mengingkari ajaran agamanya dari kalangan ahlul kitab dan terhadap mereka yang berkhianat dan melanggar perjanjian piagam Madinah. Ketiga, pada masa penaklukan kota Mekkah (fath Makkah) dan sesudahnya, jihad dalam makna perang terhadap kaum musyrikin sehingga mereka beriman dan mengakui eksistensi Rasulullah Saw. Keempat, jihad berarti perjuangan spiritual dan moral dalam menghadapi problema dan permasalahan hidup.10 Penerapan jihad sesuai dengan instruksi Allah Swt melalui wahyu yang diturunkan secara bertahap kepada Rasulullah Saw sesuai dengan perkembangan kondisi masyarakat Islam dimana mengalami masa transisi dari kondisi ke kondisi lain, dan dari satu perkembangan ke perkembangan lain sampai instruksi ini sempurna dengan berakhir dan sempurnanya risalah kenabian. Melihat dari perintah jihad dan bentuk pelaksanaan jihad, Ibnu Qoyyim al-Jauziy membagi jihad menjadi 13 macam rangkaian yang terdiri atas empat tingkatan antara lain yaitu : 1. Jihad melawan nafsu (jihad an-nafs) Jihad melawan nafsu memilik empat tingkatan yaitu, berjihad melawan diri sendiri dalam rangka mempelajari petunjuk Allah, berjihad dalam rangka mengamalkan petunjuk Allah setelah mengetahuinya, berjihad untuk mengajak orang lain kepada petunjuk Allah tersebut, berjihad untuk sabar menghadapi aral rintangan dakwah. 10 Moh. Guntur Romli dan A. Fawaid Sjadzili, Dari Jihad Menuju Ijtihad, Cet. I, Jakarta: LSIP, 2004, h. 106-114.
  • 29. 18 2. Jihad melawan setan (jihad asy-syaitan) Jihad melawan setan memili dua tingkatan. Pertama, berjihad melawan setan untuk menolak keragu-raguan yang dimasukkan oleh setan ke dalam hati. Dan yang kedua berjihad untuk menolak syahwat (kesenang-senangan nafsu) yang dihembuskan olehnya. Yang pertama dapat ditolak dengan senjata keyakinan sedangkan yang kedua dengan senjata kesabaran. 3. Jihad melawan orang-orang kafir (jihad al-kuffar) dan munafik (jihad al- munafiqin) Pada tingkatan ini masih dibagi lagi menjadi empat jenis yaitu berjihad dengan hati, dengan lidah, dengan harta dan dengan jiwa. Berjihad dengan menggunakan tangan dan jiwa lebih spesifik dipakai untuk melawan orang-orang kafir, sedangkan jihad dengan lidah lebih spesifik dipakai dalam jihad melawan kaum munafik. 4. Jihad melawan orang-orang yang berbuat zalim, kemungkaran dan bid’ah.11 Pada tingkatan yang terakhir ini terdiri dari tiga tingkatan. Pertama, dengan tangan jika ia sanggup. Namun jika tidak sanggup maka beralih dengan menggunakan lisannya, dan jika tidak sanggup maka dengan hatinya. Dari ketiga belas rangkaian yang diklasifikasikan kedalam empat tingkatan itu, Ibnu Qayyim menambahkan tentang kewajiban mengenai hukum pelaksanaan perintah jihad adalah fardhu'ain, baik dilakukan dengan hati, lisan, harta atau 11 Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Mukhtashar Zaadul Maad, terj. Marsuni as-Sasaky, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2008, h. 152-153.
  • 30. 19 tangan. setiap muslim harus melakukan salah satu jenis jihad tersebut.12 Hal ini dikuatkan dengan hadits Rasulullah Saw : .(‫و َ ﺳ َ ﻠﱠﻢ َ . )رواه ﻣﺴﻠﻢ‬ "Dari Abu Hurairah dia berkata, "Rasulullah Saw bersabda: "Barangsiapa meninggal sedang ia belum pernah ikut berperang atau belum pernah meniatkan dirinya untuk berperang, maka ia mati di atas cabang kemunafikan." Abdullah bin Mubarak berkata, "Lantas kami diberi pendapat bahwa hal itu berlaku di masa Rasulullah Saw." (HR. Muslim).13 Dari macam-macam bentuk jihad di atas, jihad dalam makna perang mendapat sebuah prioritas pembahsan yang lebih mendalam dari para ulama’ fiqh. Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa kata jihad memiliki makna yang lebih luas daripada kata peperangan (al-qital), meskipun dalam tradisi fiqih kata jihad berarti peperangan. Ditambahkan lagi, bahwa kata jihad bersifat lebih umum, mencakup seorang mujahid yang berjihad terhadap hawa nafsu, terhadap setan, amar ma'ruf nahi mungkar, mengatakan perkataan yang benar di hadapan penguasa zalim dan yang lainya. Kata jihad ini juga mencakup perjuangan yang berperang di jalan Allah.14 Jadi pengertian jihad secara terminologi sering diartikan dengan mengorbankan jiwa dan harta dalam rangka membela agama Allah dan melawan 12 Ibid, h. 153. 13 Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi, Jami’ al-Shahih, Riyad: Dar ‘Alim al-Kutub, 1996, Juz 6, h. 49. 14 Yusuf Qardhawi, Fiqih Jihad: Sebuah Karya Monumental Terlengkap Tentang Jihad Menurut Al-Qur'an dan Sunnah, terj. Irfan Maulana Hakim, Bandung: Mizan, 2010, h. 5.
  • 31. 20 musuh-musuh-Nya.15 Pendapat yang dikemukakan ini juga sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh ulama fiqh klasik yang lebih mengartikan jihad sebagai peperangan melawan non-Muslim yang secara eksplisit memusuhi Islam. Oleh sebab itu, Penggunaan term jihad selalu terkait dengan al-qital, al-harb, al-ghazw dan an-nafr. Ketentuan-ketentuan jihad dalam literatur fiqh merupakan sistematisasi fiqh yang diambil dari solusi-solusi Rasulullah Saw yang pernah terjadi dalam sejarah peperangan dalam Islam.16 Madzhab Syafi'i mengartikan jihad dengan memerangi orang kafir untuk kejayaan Islam.17 Sedangkan Jihad menurut madzhab Hanafi adalah ajakan kepada seseorang atau komunitas untuk menganut agama yang hak (Islam), bila mereka tidak menerima atau merespon ajakan tersebut, maka harus diperangi dengan harta dan jiwa.18 Adapun jihad menurut mazhab Malikiy ialah memerangi orang kafir yang tidak terikat perjanjian demi meninggikan kalimatullah atau menghadirkannya, atau menakklukkan negeri demi memenangkan agama-Nya. Sedangkan dalam mazhab Hanbali, al-jihad adalah memerangi kaum kafir atau menegakkan kalimat Allah swt.19 Murtadha Muthahhari juga memasukan pembahasan jihad dalam persoalan peperangan Islam. Hal ini dikarenakan jihad merupakan bagian dari Islam yang mencakup sebuah agama masyarakat dan umat serta tanggung jawab masyarakat. Menurutnya jihad dibagi menjadi dua macam, yaitu ibtida’i (dimulai 15 Abdullah Azzam, Tarbiyah Jihadiyah Juz II, Terj, Solo : Pustaka al-‘Alaq, 1993 h. 54. 16 Rohimin, op.cit, h. 7 17 Muhammad Syarbini, Al-Iqnak, Beirut : Dar al-Fikr, 1425. Juz II, h. 556. 18 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa ‘adillatuhu, Juz VI, Beirut : Dar al-Fikr, 1989, h. 413. 19 Abdullah Azzam, Perang Jihad di Jaman Modern, Jakarta : Gema Insani Press, 1994, h. 12.
  • 32. 21 oleh orang Muslim) dan difa’i (bertahan). Dijelaskannya bahwa jihad ibtida’i hanya dapat dilakukan di bawah kepemimpinan Nabi saw atau imam, jihad ini wajib hanya atas laki-laki. Sedangkan jihad difa’i, wajib atas laki-laki dan perempuan bila keadaan mengendakinya.20 Berkaitan dengan pelaksanaan jihad dalam artian perang. Rohimin mengutip pendapat yang dikemukakan oleh al-Maududi yang mengatakan ; Jihad dibagi menjadi dua macam yaitu defensif dan korektif (pembaharuan). Jihad yang pertama adalah perang yang dilakukan untuk melindungi Islam dan para pemeluknya dari musuh-musuh luar atau kekuatan-kekuatan perusak asing di dalam dar al-Islam. Sedangkan jihad bentuk kedua perang yang dilancarkan terhadap mereka yang berkuasa secara tiranik atas kaum Muslim yang hidup di negara mereka sendiri. Dalam hal ini al-Maududi mengutuk penggunaan jihad untuk memaksa orang-orang kafir untuk masuk Islam. al-Maududi juga mengungkapkan jihad jenis lain, yakni jihad rohaniah, jihad untuk pribadi dan penagakan keadilan.21 Hukum pelaksanaan jihad secara umum telah disampaikan oleh Ibnu Qayyim adalah fardhu'ain dengan dasar hukum dari hadits Nabi Saw. Akan tetapi, terkait perintah jihad dalam arti mengangkat senjata untuk melakukan peperangan mayoritas ulama fiqh berpendapat bahwa hukum jihad adalah fardhu kifayah,22 meskipun ada sebagian dari mereka berpendapat fardhu'ain.23 Sedangkan mengenai kapan jihad di anggap fardhu’ain dan kapan dianggap fardhu kifayah ulama’ berbeda pendapat. Mereka yang berpendapat bahwa jihad bersenjata adalah fardhu‘ain memilih alasan dalam kondisi ketika umat Islam yang negaranya diserang, dan tak mampu lagi untuk mengusir musuh mereka 20 Murtadha Muthahari, Pengantar Ilmu-Ilmu Islam, Jakarta: Pustaka Zahra, 2003, h. 72. 21 Rohimin, Op.cit, h. 9 22 Makna fardhu kifayah adalah jika tidak dilakukan oleh seorang pun, seluruh manusia akan berdosa. Akan tetapi, jika ada yang melakukannya, kewajiban seluruh manusia lainnya terhadap hal tersebut menjadi gugur. 23 Yusuf Qardhawi, Op.cit, h. 22.
  • 33. 22 sendiri, maka tanggung jawab dialihkan kepada komunitas Muslim terdekat, dan begitu seterusnya.24 Jihad tidak harus berarti dengan Perang. Akan tetapi adakalanya jihad dilakukan dengan bentuk perang. Dalam kondisi perang Islam memiliki ketentuan-ketentuan dan aturan. Oleh karena itu, dalam ayat pertama tentang perang diterangkan mengenai batasan umum peperangan dalam Islam pada surat al-Baqarah ayat 190-191. “Perangilah olehmu pada jalan Allah akan orang-orang yang memerangi kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tiada mengasihi orang-orang yang melampaui batas. Bunuhlah mereka itu dimana kamu peroleh dan usirlah mereka itu sebagaimana mereka mengusir kamu. Fitnah itu lebih berbahaya dari pada pembunuhan. Dan janganlah kamu perangi mereka disisi Masjidil Haram, kecuali jika kamu di peranginya disana. Jika mereka memerangi kamu, maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan untuk orang-orang kafir.” (Q.S. al-Baqarah : 190-191).25 Pengertian, bentuk, objek, fungsi dan tawaran jihad yang dikemukakan berbeda-beda. Dalam kenyataan ini maka jihad dalam perkembangannya dari waktu ke waktu mengalami pergeseran dan penekanan yang bervariasi. Sehingga 24 Abdullah Azzam, Op.Cit, h. 54. 25 Departemen Agama, Op.cit, h. 207-208.
  • 34. 23 dari pemaparan yang tersebut di atas, baik menurut pengertian secara bahasa, al- Quran, hadits, pendapat ulama dan cendekiawan muslim dapat disimpulkan bahwa pengertian jihad pada dasarnya adalah pengerahan maksimal seluruh daya upaya seseorang secara sungguh-sungguh untuk menghancurkan dan mencegah timbulnya segala bentuk kesesasatan, kemungkaran ataupun kezaliman yang dibuat oleh musuh yang berwujud manusia-manusia ingkar, setan yang menyesatkan, maupun hawa nafsu. Pelaksanaan jihad boleh jadi berbentuk penahanan hawa nafsu untuk tidak berbuat melakukan maksiat, amar ma’ruf nahi mungkar (menyeru kepada kebaikan dan mencegah kepada kemaksiatan), mengeluarkan harta benda, memberikan fasilitas kepada mujahidin (orang yang berjihad) hingga kepada peperangan menggunakan persenjataan jika hal ini merupakan alternatif terbaik untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan Islam, yaitu tegaknya keadilan, kedamaian, dan kemakmuran bagi umat manusia. Hal ini tentu saja jika dalam pelaksanaan benar-benar diperlukan peperangan bersenjata sebagai jalan terbaik dan tidak ada alsan lain untuk menolak jalan ini, yang memang diperintahkan pelaksanaannya jika sudah terpenuhinya syaratnya. Sehingga metamorforsis perkembangan jihad masuk kedalam ranah perang (qital). Jihad dalam domain perang (qital) mulai diperbolehkan dan di izinkan bagi kaum Muslim yang sebelumnya sempat dilarang pada periode Makkah, sebagaimana pada surat al-Baqarah ayat 190-191 tersebut di atas. Ayat tersebut memerintahkan dan mendorong orang-orang mukmin untuk melaksanakan qital, mengingatkan mereka tentang motif dan justifikasi yang mendorong untuk
  • 35. 24 memerangi orang-orang musyrik, serta meletakkan norma-norma syariat dan moral dalam menjalaninya. Dengan inilah teks al-Quran mengontrol qital (perang) dengan norma- norma syariat dan moral dengan melakukan aktivitas yang diperbolehkan dan yang dilarang dalam berperang adalah sebagai berikut seperti, membolehkan kaum muslimin untuk melakukan tipu muslihat dalam peperangan. Di samping itu Islam juga memperbolehkan menggunakan senjata penghancur jika musuh menggunakan senjata yang sama.26 Islam juga mengatur terhadap pembelaan hak-hak manusia yang tidak boleh di perangi. Dalam hal ini adanya keterkaitan antara wilayah Islam (dar al- Islam) dan wilayah musuh (dar al-Harb). Kapan sebuah negara dianggap sebagai wilayah Islam dan wilayah musuh, Para ahli fiqh berbeda pendapat dalam mendifinisikan wilayah Islam dan wilayah musuh atau disebut juga dengan wilayah perang. Yusuf Qardhawi dalam menerangkan tentang wilayah Islam dan wilayah musuh mengemukakan pendapatnya terhadap wilayah Islam (dar al-Islam) harus memenuhi kriteria-kriteria berikut : 1. Kekuasaan berada di tangan kaum Muslim, walaupun mayoritas penduduknya bukan Muslim. Bahkan, kalaupun tidak ada kaum Muslim di sana, tetapi pemerintah tetap dipegang oleh kalangan Muslim. 2. Berlakunya hukum dan syiar Islam, meskipun tidak dalam bentuk hukum formal, seperti hukum keluarga dan hukum personal (ahwal al-syakhshiyyah) dan adanya simbol-simbol Islam, seperti bangunan masjid, penyelenggaraan shalat jumat, shalat berjamaah dan shaum pada bulan Ramadhan. Ini merupakan kriteria yang paling penting dan nyata. Bahka Imam Abu Yusuf berkata “Suatu wilayah bisa disebut wilayah Islam dengan berlakunya hukum- 26 Yuana Ryan Tresna, Muhammad Saw on The Art of War Manajemen Strategi Peperangan Rasulullah Saw, Bandung : Progressio, 2007, h, 32-34.
  • 36. 25 hukum Islam, walaupun mayoritas penduduknya adalah kaum kafir. Sebaliknya, suatu wilayah bisa disebut wilayah kafir bila hukum kafir yang berlaku di sana, walaupun mayoritas penduduknya adalah kaum Muslim. Ini pula yang ditegaskan oleh al-Kasyani dalam bukunya al-Bada’i. 3. Kaum Muslim terlindungi dengan memberlakukan hukum Islam, sementara ahli dzimmah (non-Muslim) menurut hukum mereka.27 Adapun wilayah perang adalah yang pemerintahnya dikuasai kaum kafir. Ketika hukum-hukum Islam tidak berlaku, simbol-simbolnya tidak ditegakkan, dan penduduknya tidak dapat menjamin keamanan kaum Muslim lainnya.28 Oleh karena itulah jihad peperangan tidak berlaku ketika masing-masing wilayah menghormati wilayah masing-masing. Dan jihad diberlakukan ketika terjadi pelanggaran wilayah oleh pihak lain. Jihad sebagai peperangan (qital) senantiasa menimbulkan kontroversi, dan anggapan ketidak relevanan di zaman sekarang. Akan tetapi yang perlu dipahami adalah hukum keduanya berlainan dari sudut pandang realisasi dan perincian, serta cakupan jihad lebih luas daripada perang (qital) dan tingkatan jihad yang lain. Oleh karena itu, seorang Muslim wajib menjadi mujahid (orang yang berjihad), dan tidak setiap Muslim mesti menjadi muqatil (orang yang melakukan perang). Jikalau jihad sudah dalam formulasi pemaknaan perang (qital) maka peperangan tersebut harus berdasarkan sebab-sebabnya, memperhatikan norma- norma syari’at dan moral kemanusiaan dengan mempelajari kebolehan dan larangan perang yang di ajarkan Rasulullah Saw. Control inilah yang menjadi pembeda peperangan sesuai dengan perintah Allah Swt dengan peperangan yang dilakukan dasar hanya berkilah untuk melakukan perang. 27 Yusuf Qardhawi, Op.Cit. h.733. 28 Ibid, h. 734
  • 37. 26 B. Bunuh Diri Dalam Hukum Pidana Islam 1. Pengertian Bunuh Diri Bunuh diri (bahasa Inggris: suicide; dalam budaya Jepang dikenal istilah harakiri) adalah tindakan mengakhiri hidup sendiri tanpa bantuan aktif orang lain.29 Secara istilah bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan, individu secara sadar dan berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka atau menyakiti diri sendiri.30 Dalam Islam istilah bunuh diri (‫ )ﻗﺘﻞ اﻟﻨﻔﺲ‬sering disebut dengan ‫اﻧﺘﺤﺮ‬ (intihar) yang berasal dari kata ‫( ﻧﺤﺮ‬nahara) yang berarti menyembelihnya.31 Imam al-Qurtubi mengartikan bunuh diri sebagai pembunuhan diri sendiri dengan sengaja karena gagal mencapai ambisi yang bersifat keduniaan atau keinginan akan kekayaan atau membunuh diri sendiri karena akan kekayaan atau membunuh diri sendiri karena perasaan marah atau putus asa.32 Bunuh diri secara umum adalah perilaku membunuh diri sendiri dengan intensi mati sebagai penyelesaian atas suatu masalah. Agar sebuah kematian bisa disebut bunuh diri, maka harus disertai adanya intensi33 untuk mati. Meskipun demikian, intensi bukanlah hal yang mudah ditentukan, 29 Wikipedia, Bunuh diri, di akses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Bunuh_diri pada 3 April 2012 jam 11.00 WIB. 30 Michael Clinton, Mental Health and Nursing Practice, Australia: Prentice Hall, 1996, h. 262. 31 Ahmad Warson Munawir, Op.cit, h. 1384. 32 Muhammad bin Ahmad al-Qurtubi, al-Jami’li ahkam al-qur’an, jild. 5, h. 157. 33 Kamus Lengkap Psikologi karya J.P. Chaplin (2004) mendefinisikan intensi (intention) sebagai [1] satu perjuangan guna mencapai satu tujuan; [2] ciri-ciri yang dapat dibedakan dari proses-proses psikologis, yang mencakup referensi atau kaitannya dengan satu objek. Chaplin, J.P., Kamus Lengkap Psikologi, cet. ke-9, terj Dr. Kartini Kartono, Jakarta: Rajawali Pers. 2004
  • 38. 27 karena intensi sangat variatif dan bisa mendahului, misalnya untuk mendapatkan perhatian, membalas dendam, mengakhiri sesuatu yang dipersepsikan sebagai penderitaan, atau untuk mengakhiri hidup. 2. Alasan Bunuh Diri Sosiolog Emile Durkheim memandang perilaku bunuh diri sebagai hasil dari hubungan individu dengan masyarakatnya, yang menekankan apakah individu terintegrasi dan teratur atau tidak dengan masyarakatnya. Berdasarkan hubungan tersebut, Durkheim membagi bunuh diri menjadi 4 tipe yaitu: a. Egoistic Suicide Inidividu yang bunuh diri di sini adalah individu yang terisolasi dengan masyarakatnya, dimana individu mengalami underinvolvement dan underintegration. Individu menemukan bahwa sumber daya yang dimilikinya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan, dia lebih beresiko melakukan perilaku bunuh diri. b. Altruistic Suicide Individu di sini mengalami overinvolvement dan overintegration. Pada situasi demikian, hubungan yang menciptakan kesatuan antara individu dengan masyarakatnya begitu kuat sehingga mengakibatkan bunuh diri yang dilakukan demi kelompok. Identitas personal didapatkan dari identifikasi dengan kesejahteraan kelompok, dan individu menemukan makna hidupnya dari luar dirinya. Pada masyarakat yang sangat terintegrasi, bunuh diri demi kelompok dapat dipandang sebagai suatu tugas.
  • 39. 28 c. Anomic Suicide Bunuh diri ini didasarkan pada bagaimana masyarakat mengatur anggotanya. Masyarakat membantu individu mengatur hasratnya (misalnya hasrat terhadap materi, aktivitas seksual, dll.). Ketika masyarakat gagal membantu mengatur individu karena perubahan yang radikal, kondisi anomie (tanpa hukum atau norma) akan terbentuk. Individu yang tiba-tiba masuk dalam situasi ini dan mempersepsikannya sebagai kekacauan dan tidak dapat ditolerir cenderung akan melakukan bunuh diri. Misalnya remaja yang tidak mengharapkan akan ditolak oleh kelompok teman sebayanya. d. Fatalistic Suicide Tipe bunuh diri ini merupakan kebalikan dari anomic suicide, dimana individu mendapat pengaturan yang berlebihan dari masayarakat. Misalnya ketika seseorang dipenjara atau menjadi budak.34 Tipe bunuh diri yang dihasilkan dari prilaku yang mengarah kepada tindakan bunuh diri melahirkan metode-metode seseorang dalam melakukan bunuh diri. Terhadap metode seseorang melakukan tindakan bunuh diri kemudian memiliki beberapa istilah yang berbeda sesuai dengan alasan seseorang dalam melakukan bunuh diri diantaranya adalah : 1. Euthanasia adalah adalah tindakan pencabutan kehidupan manusia dengan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal. 34 Charles A. Corr , Clyde M. Nabe, Donna M. Corr, Death and Dying, Life and Living, Fourth Edition, USA: Wadsworth Inc, 2003. h. 365
  • 40. 29 2. Murder–suicide adalah tindakan di mana individu membunuh satu atau lebih orang lain, sebelum atau pada waktu yang besamaan kemdian membunuh dirinya sendiri. 3. Suicide attack atau serangan bunuh diri adalah suatu serangan yang dilakukan oleh penyerangnya dengan maksud untuk membunuh orang (atau orang-orang) lain dan bermaksud untuk turut mati dalam proses serangannya. 4. Mass suicide atau bunuh diri masal adalah usaha untuk mengakhiri hidup secara yang dilakukan secara bersama-sama. 5. Suicide pact adalah bunuh diri dari yang dilakukan oleh dua atau lebih individu dengan telah direncanakan dan telah disepakati sebelumnya. Ini dilakukan di tempat yang berbeda dengan adanya kesepakatan sebelumnya. 6. Defiance or protest adalah bunuh diri yang dilakukan sebagai tindakan pembangkangan atau protes politik. Hal ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap pemerintah. 7. Dutiful suicide adalah tindakan bunuh diri yang dilakukan karena tindak kekerasan fatal di tangan diri sendiri dilakukan dengan keyakinan bahwa itu akan menimbulkan kebaikan yang lebih besar, daripada melarikan diri kondisi yang keras. Hal ini dilakukan untuk meringankan beberapa aib atau hukuman, atau ancaman kematian atau balas dendam pada keluarga atau reputasi seseorang.
  • 41. 30 8. Escape adalah bunuh diri yang dilakukan untuk meringankan situasi untuk hidup yang tak mampu untuk dijalaninya, beberapa orang menggunakan bunuh diri sebagai sarana untuk melarikan diri dari penderitaan.35 Richman menyatakan ada dua fungsi dari metode bunuh diri. Fungsi pertama adalah sebagai sebuah cara untuk melaksanakan intensi mati. Sedangkan pada fungsi yang kedua, bahwa metode bunuh diri memiliki makna khusus atau simbolisasi dari individu.36 Tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri menurut Husain Jauhar bahwa tindakan bunuh diri bukanlah keberanian, karena seorang tidak akan mati oleh satu faktor, baik itu dekat maupun jauh. Apa yang dilakukan dari tindakan bunuh diri merupakan suatu ketakutan, sifat lemah dan hina.37 Dari prilaku untuk melakukan bunuh diri hingga tindakan bunuh diri memerlukan suatu cara/metode seseorang dalam melakukan aksi bunuh dirinya. Dari rangkaian inilah sebuah kesadaran di bangun dari faktor kognitif (berdasar kepada pengetahuan faktual yang empiris), afektif (mempengaruhi keadaan perasaan dan emosi) dan psikomotorik (berkaitan dng proses mental dan psikologi) yang kemudian menjadi penggerak seseorang untuk jadi atau tidaknya melakukan tindakan bunuh diri. Faktor kesadaran mendasari seseorang untuk mengakhiri hidupnya sendiri, hal ini di dukung oleh kebulatan tekat dari keputusan yang diambil untuk melakukan bunuh diri. 35 Wikipedia, Suicide, diakses pada http://en.wikipedia.org/wiki/Suicide#Classification, tanggal 24 November 2011 jam 19.30 wib. 36 Ronald W. Maris , Alan L. Berman , Morton M. Silverman, Comprehensive Textbook Of Suicidology. Belmont: Guilford Press. 2000, h. 33 37 Ahmad al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah, Jakarta : Grafika Offfset, 2009, h. 30-31.
  • 42. 31 3. Hukum Bunuh Diri Dalam KUHP pada kasus bunuh diri hanya menjerat seseorang yang mendorong, menolong dan memberikan saran untuk melakukan bunuh diri dan “jika jadi bunuh diri”. Artinya jika benar-benar apa yang dilaksanakan atau diperbuat orang yang ditolong diberi sarana itu menimbulkan akibat kematian orang itu. Hal ini diatur dalam pasal 345 KUHP. Barangsiapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi saran kepadanya untuk itu dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.38 Dari rumusan itu dapat dirinci mengenai unsur-unsur sebagai berikut : a. Unsur-unsur obyektif terdiri dari : 1) Perbuatan : (a) Mendorong (b) Menolong (c) Memberikan Sarana 2) pada orang untuk bunuh diri 3) orang tersebut jadi bunuh diri b. unsur subyektif : dengan sengaja Berdasarkan pada unsur perbuatan, kejahatan pasal 345 ini ada 3 bentuk yakni ; a. Bentuk pertama, melarang orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan mendorong orang lain untuk bunuh diri. 38 KUHP dan KUHAP, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, h. 117.
  • 43. 32 b. Bentuk kedua, melarang orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan menolong orang lain dalam melakukan bunuh diri. c. Bentuk ketiga, melarang orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan memberikan sarana pada orang yang diketahui akan bunuh diri.39 Selanjutnya yaitu perbuat itu dapat dipidana apabila terdapat unsur “jika jadi bunuh diri”, artinya jika benar-benar apa yang dilaksanakan atau diperbuat orang yang ditolong dan diberi sarana itu menimbulkan akibat kematian orang itu. Jadi, unsur “jika jadi bunuh diri” merupakan unsur syarat tambahan untuk dijatuhkan pidana ini, memerlukan 2 syarat mutlak yakni ; a. Adanya wujud perbuatan yang merupakan perbuatan pelaksanaan dari bunuh diri; b. Dari wujud perbuatan itu menimbulkan akibat matinya orang itu. Jadi bila hanya terpenuhi unsur pertama saja, matinya tidak. maka terhadap orang yang memberi sarana tidak dipidana. Jadi bunuh diri ditentukan dari kematianya bukan dari perbuatannya. Jadi jelas, dari hukum pidana Indonesia bunuh diri dan unsur yang terkait didalamnya dapat dimasukan ke dalam suatu tindakan Pidana dan di ancam dengan hukuman sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan. Islam melarang bunuh diri dan pembunuhan.40 Dalam Islam, pembunuhan terhadap seorang manusia tanpa alasan yang benar diibaratkan seperti membunuh seluruh manusia. Bunuh diri merupakan tindakan perusakan diri sendiri sehingga mengarah kepada kematian. 39 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh & Nyawa, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001, h. 106-111. 40 Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam. Jakarta: Gema Insani, 2003 h. 71
  • 44. 33 Islam menghendaki kepada setiap muslim hendaknya selalu optimis dalam menghadapi setiap musibah. Oleh karena itu Islam tidak membenarkan dalam situasi apapun untuk mengakhiri hidupnya dengan cara yang dipaksakan, hal ini sesuai dengan pokok-pokok ajaran Islam yang melindungi kepentingan manusia melalui lima prinsip (al-dharuriyat al-khamsah) yakni, Hifzh al-din atau menjamin kebebasan beragama, Hifzh al-nafs atau memelihara kelangsungan hidup, Hifzh al-‘aql atau mejamin kreatifitas berfikir, hifzh al-nasl atau menjamin keturunan dan keormatan, hifzh al-mal kebebasan memiliki harta.41 Larang bunuh diri dari al-Quran dan habits antara lain : ... “...dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan Barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, Maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (an-Nisa’ : 29-30).42 Dalam hadits yang melarang melakukan bunuh diri diantaranya ; ْ ‫ﻗَﺎل َ ﻣ َﻦ‬ َ ‫ﻨَﺎ ﺟ ُ ﻨْﺪ َب ٌ ر َ ﺿ ِ ﻲ‬ 41 Syahrul Anwar, Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, Cet 1, Bogor : Ghalia Indonesia, 2010, h. 76. 42 Departemen Agama, Op.cit, h. 75-76.
  • 45. 34 (‫. )رواه اﻟﺒﺨﺎري‬ Dari Tsabit bin Adh-Dhahhak ra. dari Nabi Saw bersabda: "Barangsiapa yang bersumpah setia dengan agama selain Islam secara dusta dan sengaja, maka dia seperti apa yang dikatakannya, dan barangsiapa membunuh dirinya sendiri dengan besi, maka dia akan disiksa di dalam nereka Jahanam". Dan berkata, Hajjaj bin Minhal dari Al Hasan telah menceritakan kepada kami Jundab ra. : "Didalam masjid ini tidak akan kami lupakan dan kami tidak takut bahwa Jundab akan berdusta atas nama Nabi Saw, dia berkata,: "Pernah ada seorang yang terluka lalu dia bunuh diri maka Allah Swt berfirman: "HambaKu mendahului aku dalam hal nyawanya sehingga aku haramkan baginya surga". (H.R Bukhari).43 Nash-nash di atas menunjukan betapa murka Allah dan Rasul-Nya kepada orang yang melakukan bunuh diri dengan tujuan untuk membaskan jiwanya dari kehidupan ini, memisahkannya dengan harta dunia dan menjauhi segala sesuatu yang menyakitinya. Pada surat an-Nisa’ diatas disebutkan, ‘janganlah kamu membunuh dirimu’ maksudnya untuk memberi isyarat bahwa membunuh orang lain sama dengan membunuh diri sendiri,. Bahkan di pandang membunuh seluruh umat.44 Apabila membunuh orang lain berdosa, maka membunuh diri sendiri lebih besar dosanya dan itu merupakan perbuatan yang sangat sadis (keji). Perbuatan itu tidak layak dan tidak sepantasnya dilakukan oleh orang yang beriman. Ini sebabnya al-Quran melarang orang bunuh diri. Imam al-Qurtubi mengatakan bahwa para ulama telah ijma’ mengenai pelarangan membunuh. Dia lalu menambahkan bahwa pelarangan termasuk 43 Abu Abdillah Muhammad ibn Islam’il al-Bukhari, Al-Jami’ as-Shahih, juz 2, Beirut: Dar Tauq an-Najah, 1312 H, h. 96 44 Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’annul Majid An-Nur, Jilid I, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000, h. 836.
  • 46. 35 juga tindakan membunuh diri sendiri karena tujuan keduaniaan dan kerakusan untuk mendapat kekayaan. Begitu juga mengambil resiko yang mengarah kepada pengahancuran diri sendiri.45 Hal ini disebabkan karena membunuh berarti menghancurkan sifat (keadaan) dan mencabut ruh manusia. Padahal Allah sajalah sang pemberi kehidupan dan Dia sajalah yang mematikannya. Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi dalam bukunya al hayat wal maut mengatakan orang yang bunuh dirinya sendiri divonis akan kekal dan dikekalkan di neraka. Hal ini disebabkan karena Allah-lah yang menciptakannya dan ruh serta hidup manusia adalah milik Allah. Jika melakukan bunuh diri, berarti dia menghancurkan atau merusak sesuatu yang bukan miliknya. Dan orang yang membunuh satu jiwa dengan tidak sengaja diharuskan membayar diyat (denda). Adapun orang yang bunuh diri dengan sengaja, maka dia berhak mendapatkan balasan (siksa).46 Jadi, hukuman bunuh diri bagi pelakunya merupakan sebuah kewenangan Allah yang diberikan di akhirat. Hal ini dikarenakan orang yang melakukan bunuh diri telah menyalahi fitrah yang diciptakan Allah kepadanya. Hukum dunia sudah tidak berlaku lagi bagi orang yang bunuh diri dengan meninggalnya pelaku. Bunuh diri dan unsur yang terkait di dalamnya dapat dimasukkan ke dalam suatu tindakan pidana dan di ancam dengan hukuman sesuai dengan ketentuan. Ketentuan hukuman bunuh diri dari hukum pidana Islam dan juga hukum pidana Indonesia sama-sama tidak dikenakan bagi pelaku bunuh diri 45 Muhammad bin Ahmad al-Qurtubi, Al Jami’li Ahkam Al Quran Jild. 5. Kairo: Dar Al- Kitab, 1967, h. 157. 46 Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Al Hayat Wal Maut, Kairo: Mu'assasah Akhbar, 1977, h.79
  • 47. 36 yang meninggal dalam tindakannya tersebut. Hal ini karena, gugurnya hukuman yang disebabkan meninggalnya pelaku. Akan tetapi jika bunuh diri yang di lakukan itu dipengaruhi unsur terkait dari alasan dia melakukan bunuh diri. Maka, dalam hukum pidana Indonesia unsur terkait ini bisa dijatuhi hukuman disebabkan oleh dengan tindakan bunuh dirinya. Akan tetapi dalam Islam unsur terkait dari tindakan bunuh diri tidak bisa dijatuhi hukuman, karena bunuh diri tersebut atas dasar kesadaran dan kehendaknya sendiri. C. Bunuh diri sebagai bentuk jihad Bunuh diri sebagai bentuk jihad disini di pahami sebagai suatu tindakan yang dilakukan sebagai bentuk dari pembelaan untuk agama guna melakukan perlawanan terhadap musuh Islam. Perlawanan yang membutuhkan pengorbanan baik jiwa dan raga. Oleh sebab itulah, perjuangan atas nama Islam yang terformulasi menjadi Jihad menumbuhkan semangat pengorbanan diri tersebut. Pengorbanan diri yang dilakukan dalam bentuk perlawanan yang mengakibatkan kemungkinan kematian yang tinggi. Seperti, menyerang musuh sendirian di markas musuh, melakuakn peledakan / aksi bom bunuh diri dan juga contoh-contoh yang semakna dengan peluang kematian sangat tinggi dalam tindakanya tindakannya tersebut. Intinya dimana ketika membela agama, tindakan mempertahankan kehormatan bangsa dan Negara menuntut pengorbanan diri. Dalam kondisi seperti ini berarti ketika menjaga/membela agama (Hifzh al-din) mengalahkan menjaga/melindungi jiwa (hifdu nafs). Mengambil istilah yang
  • 48. 37 digunakan oleh Emile Durkheim yang memandang perilaku bunuh diri diatas disebut sebagai Altruistic Suicide. Dalam literatur Islam keinginan kuat untuk mati dalam jihad diistilahkan dengan istisyhâd. Kata Istisyhâd merupakan perubahan dari kata istasyhada ( ) - yastasyhidu ( ) - istisyhâd ( ), yang berarti thalab al-syahâdah ( ) atau mencari kesyahidan. Sedangkan orang yang meninggal dalam mencari kesyahidan di jalan Allah disebut dengan syahîd (jamak syuhadâ’).47 Praktik istisyhâd yang memiliki kesamaan dengan intihar dilihat dari adanya intense untuk mati. Akan tetapi, intensi bukanlah hal yang mudah ditentukan. Intense mati dari istisyhad adalah untuk melakukan perlawanan kepada musuh dan di dorong oleh rasa pengorbanan. Sedangkan intense mati dari intihar adalah karena keterputusasaan dan untuk mengakhiri persoalan hidup. Untuk menghindari kesalahpahaman karena kedua istilah tersebut kadangkala digunakan secara bersama sehingga member kesan kalau keduanya adalah sinonim. Yusuf Qardhawi menyebutkan perbedaan praktik Istisyhad dan intihar. Antara lain : a. Orang yang bunuh diri adalah akibat kegagalan dirinya dalam transaksi, cinta, ujian atau hal-hal lainnya. Ia tidak berdaya dalam menghadapi kenyataan, lalu memutuskan untuk lari dari kehidupan dengan menjemput kematian. Sementara Istisyhad, sama sekali tidak memandang kepentingan dirinya sendiri. Orang yang melakukan praktik syahid rela mengorbankan dirinya untuk kepentingan yang besar. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, ia 47 Ibnu Manzhur, Lisan al-Arab, Beirut: Dar Ehia al-Tourath, Juz IV, 1999, h. 2348-2350.
  • 49. 38 memandang remeh segala pengorbanan. Ia menjual dirinya kepada Allah untuk membeli surga. b. Jika orang yang bunuh diri mati karena menghindar dan mundur karena takut, orang yang melakukan praktik syahid meninggal karena berani maju dan menyerang. c. Jika orang yang bunuh diri tidak memiliki tujuan selain lari dari pertarungan, sebaliknya orang yang melakukan praktik syahid memiliki tujuan yang jelas, yaitu meraih ridho Allah Swt. 48 Sebagaimana firman Allah Swt : Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.(Q.S al-Baqarah: 207).49 Pandangan ulama tentang menyerang musuh tanpa ada harapan untuk kembali hidup dimasukkan ke dalam tiga konsep untuk dipertimbangkan : 1. At-Tahlukah (melemparkan diri sendiri ke dalam kehancuran) Ibn Al-Arabi mengartikan al-Tahlukan antara lain : a. Menolak berbuat karena Allah b. Melaksanakan jihad tanpa ketentuan c. Melalaikan jihad d. Menyerang musuh tanpa mempunyai alat yang diperlukan untuk menyerang e. Hilang harapan akan pengampunan Allah.50 48 Yusuf Qardhawi, Op.cit, h. 902. 49 Departemen Agama, Op.cit. h. 50 50 Al-Qurtubi, Op.cit, h. 364-365.
  • 50. 39 Dalam rangka menyerang musuh tanpa menggunakan alat yang diperlukan untuk menyerang al-Arabi mengatakan bahwa para ulama berselisih pendapat mengenainya. Akan tetapi para ulama’ sepakat menentang aksi menghancurkan diri sendiri karena tidak kuatnya menanggung beban peperangan. 2. Al-Izzah (rasa mulia diri) Al-Izz bin As-Salam berpendapat bahwa melarikan diri dari peperangan adalah dosa besar. Tetapi bagaimanapun, hukumnya akan berubah yaitu wajib baginya untuk melarikan diri kalau orang itu tahu bahwa sisa peperangan akan mengakibatkan dia terbunuh tanpa mengalahkan musuh. Kehilangan nyawa tanpa merugikan musuh atau member keuntungan bagi Muslim hanya akan membawa kerugian bagi tentara Muslim dan hal seperti itu tidak diperbolehkan.51 Namun beberapa ulama mengharuskan ‘operasi mati syahid’ walaupun jika tidak mengakibatkan kerugian pada pihak musuh. Cukup saja jika ia dapat memotivasi Muslim lainnya untuk menjadi berani dalam peperangan dan dalam waktu yang sama menanamkan rasa takut ke dalam pikiran musuh.52 3. Al-Ithar (mengutamakan orang lain dan berkorban untuk mereka) Islam menganjurkan Muslim untuk mengamalkan al-Ithar. Namun aksi individu mengorbankan nyawanya sendiri untuk melindungi orang lain menurut pandangan Asy-Syathibi masih tetap menjadi persoalan yang diperselisihkan oleh para ulama’. ‘Operasi mati syahid’ dalam bentuk 51 Nawaf Hayil Takruri, Al Amaliyat AL Istisyhadiyah Fi Al-Mizan AL Fiqhi, Damaskus: Dar Al-Fikr, , 2003, h. 72 52 Ibid, h. 73-74
  • 51. 40 mengorbankan diri sendiri untuk menyelamatkan orang lain bisa diizinkan atau tidak. Walaupun begitu dasar argument yang mengharuskannya, bisa dilacak kembali kepada aksi para sahabat nabi, Abu Thalhah mengorbankan diri sendiri untuk melindungi Nabi dari serangan musuh di Perang Uhud. Namun argument tersebut masih tetap belum tersimpulkan apakah boleh memandang operasi mati syahid dalam sudut pandang yang sama. Al Ithar hanya diterima apabila keuntungan dari aksi tersebut lebih besar daripada sebelum dilaksanakan aksi.53 Dari perbedaan itu, Yusuf Qardhawi menyebutkan tentang keabsahan praktik bom bunuh diri (istishadiyyah) yang dilakukan di Palestina. Bahwa praktik istishadiyyah yang dilakukan kelompok-kelompok perlawanan Palestina untuk melawan penduduk Zionis, tidak termasuk dalam hal yang dilarang dengan alasan apapun, walaupun yang menjadi korban adalah penduduk sipil. Kebolehan dari praktik Istisyhad ini harus memperhatikan dua hal : a. Membolehkan praktik istisyhadiyyah bagi saudara-saudara di Palestina karena kondisi khusus mereka dalam membela diri, keluarga, anak-anak dan kemuliaan mereka. Itulah yang memaksa mereka menggunakan cara tersebut, karena tidak menemukan ganti perlawanannya. Kami tidak membolehkan penggunaan praktik seperti ini di luar Palestina, karena ketiadaan kondisi darurat yang memaksa atau membolehkannya. Menganalogikan kondisi yang ada di negara lain dengan kondisi di Palestina adalah analogi yang tidak pada tempatnya, yaitu qiyas ma’a al fariq. Hal ini tidak diterima oleh syari’at. 53 Ibid, h. 79.
  • 52. 41 b. Jika sudah mendapatkan ganti perlawanannya mereka yaitu dengan persenjataan, maka tidak lagi dibutuhkan praktik istishadiyyah. Hal ini sebagai mana dalam kaidah ushul setiap keadaan ada ketentuannya tersendiri dan setiap tingkatan ada ukurannya tersendiri.54 Istinbat hukum yang digunakan Yusuf Qardhawi dari kebolehannya melakukan praktik istisyhadiyyah bahwa praktik tersebut harus melihat keadanya dan kondisinya. Dari kondisi tersebut melahirkan suatu hukum yang mana hukum ada dua jenis, yaitu hukum dalam kondisi normal dan hukum dalam kondisi darurat. Dalam kondisi darurat, dibolehkan bagi seorang Muslim apa-apa yang tidak dibolehkan dalam kondisi normal. Sehingga ketika dalam kondisi darurat maka kaidah ushul yang menyatakan “keterpaksaan membolehkan larangan” yang berarti istisyhadiyyah sebagai bentuk dari keterpaksaan untuk melakukan perlawanan.55 Melihat berbagai sudut pandang yang diambil oleh para ulama’ kesimpulan dapat diambil seperti : a. Menyerang musuh tanpa ada kesempatan mempertahankan diri ada dua tipe : 1) Apabila serangan tidak mengakibatkan kerugian apapun terhadap musuh, mayoritas ulama melarangnya. Hanya al-Qurtubi yang berbeda pendapat dan menggapnya diizinkan dalam kondisi bahwa aksinya dilaksakan untuk mati syahid dan dengan niat yang tulus. 2) Apabila serangan mengakibatkan kerugian pada pihak musuh maka seluruh ulama’ memperbolehkannya. 54 Yusuf Qardhawi, Op.cit, h. 904 55 Ibid, h. 998-900
  • 53. 42 b. Melawan dan menyerang musuh tanpa ada kesempatan mempertahakan diri sama saja dengan bunuh diri. Apapun yang dapat mengakibatkan kematian dengan sengaja, bisa digolongkan sebagai bunuh diri. Apapun yang dapat mengakibatkan dengan sengaja, bisa digolongkan sebagai bunuh diri. Secara tidak langsung mengakibatkan kematian seseorang sama dengan membunuh dalam pandangan para ulama dari Mazhab Maliki, As-Syafi’I dan Hambali.
  • 54. BAB III PANDANGAN IMAM SAMUDRA TENTANG JIHAD A. Biografi Imam Samudra Dalam buku “Imam Samudra: Aku Melawan Teroris”, 1 Abdul Aziz alias Imam Samudra2 menulis bahwa dia dilahirkan di Kabupaten Serang, Kecamatan Serang (sekarang Provinsi Banten), desa Lopang Gede, Kampung Lopang RT. 04/01, di jalan Sama'un Bakri 201, pada 14 Januari 1970/1971, Dia tidak yakin tahun tepatnya dia dilahirkan.3 Ayahnya bernama Ahmad Syihabuddin bin Nakha'i, sedangkan ibunya bernama Embay Badriyah binti Sam'un. Kedua orangtuanya memberikan nama Abdul Aziz4 yang berarti hamba Allah yang Mulia, dijelaskan bahwa nama itu sama dengan diberikan seperti nama Raja Saudi Arabia waktu itu, Abdul Aziz bin Faishal. Dari garis ayah, kakeknya (M. Nakha'i) adalah seorang juragan besar pada zamannya yang taat beribadah. Dari kakeknya inilah, ketika berumur 4 tahun Imam Samudra dikenalkan untuk beribadah.5 Dari garis keturunan Ibunya dijelaskan oleh Imam Samudra bahwa masih mempunyai garis keturunan seorang mujahid (Pahlawan Nasional) yaitu dari kakeknya Ki (Kyai) Wasyid yang merupakan salah seorang tokoh perlawanan 1 Buku ini merupakan buku autobiografi dan pemikiran Imam Samudra tentang Islam dan jihad. Diterbitkan oleh Jazera. Editor : Bambang Sukirno. Tataletak : Studio 619. Desain Cover : Rahmat Rudianto. SIUP No. : 229/11.35/PK/VI/2004. 2 Buku ini ditulis langsung oleh Abdul Aziz atau lebih dikenal dengan Imam Samudra. 3 Abdul Aziz, Imam Samudra : Aku Melawan Teroris, Solo : Jazera, 2004, h. 22. 4 Menurut penulis Abdul Aziz dikenal dengan sebutan Imam Samudra, setelah ia pulang dari perjalanan Afghanistan. Hal ini bisa disimpulkan setelah penulis membaca perjalanan Imam Samudra sebelum dan sesudah ke Afghanistan. 5 Abdul Aziz, Op.cit, h. 22. 43
  • 55. 44 masyarakat muslim Banten melawan penjajah Belanda. Peristiwa perlawanan itu terjadi pada Senin, 9 Juli 1988 masyarakat Banten menyebutnya peristiwa itu sebagai "Geger Cilegon".6 Pendidikan formal Imam Samudra adalah Sekolah Dasar Negeri (SDN) 9 Serang pada 1978. Diteruskan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 4 Serang dan diakhir dengan Sekolah di MAN (Madrasah Aliyah Negeri) Cikulur, Serang lulus pada tahun 1990.7 Pada waktu SD Imam Samudra mewakili sekolah untuk mengikuti pemilihan pelajar teladan mulai tingkat Kecamatan sampai Kabupaten. Dia berhasil menjadi pemenang dengan meraih angka delapan (8) untuk studi Matematika. Selain itu dalam lomba cerdas cermat P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), dia dan timnya meraih juara I di tingkat Kecamatan. Dia maju mewakili sekolahnya untuk lomba baca puisi dan meraih juara pertama di tingkat Kecamatan, kemudian pada tingkat Kabupaten dia hanya meraih juara II.8 Pendidikan informal yang di ikuti oleh Imam Samudra sewaktu di bangku sekolah dasar dengan sekolah di Madrasah Ibtidaiyah Al-Khairiyah Serang yang diikutinya setelah pulang (dimulai pukul 14.00 hingga 17.00).9 Setelah Maghrib sampai Isya ia mengikuti pengajian al-Quran secara khusus, mulai dari turutan (juz 'amma) yang menggunakan metode Baghdad sampai khatam al-Quran. Selama enam tahun belajar al-Quran, belajar pada enam guru ngaji.10 6 Ibid. h. 23 7 Ibid. h. 24-38 8 Ibid., h. 26-27. 9 Ibid., h. 25. 10 Ibid., h. 22-31.
  • 56. 45 Setelah lulus SD, Imam Samudra berkeinginan melanjutkan jenjang pendidikanya ke SMPN 4 Serang dan MTs Insaniyah Serang. Menurutnya, SMP Negeri untuk urusan dunia sedangkan Tsanawiyah urusan akherat. Akhirnya diputuskan untuk masuk ke SMPN 4 Serang. Dikarenakan pada waktu itu SMPN 4 Serang kekurangan lokal, sehingga untuk murid kelas 1 harus menjalani kegiatan belajar pada sore hari. Sehingga tidak dapat sekolah juga di MTs Insaniyah Serang. Dalam bukunya dia berpikir berarti saat itu dia "siap di proses" menjadi manusia sekuler, manusia Pancasilais yang wajib bertoleransi dengan kebatilan dari penjuru manapun.11 Pada masa-masa di SMP Imam Samudra juga memperoleh sederet prestasi dan penghargaan. Ia meraih juara I lomba pidato se-SMP 4 dengan naskah pidato yang dituisnya sendiri yang merupakan memory recall dari pelajaran Tarikh Nabi dan sejarah 25 Nabi dan Rasul.12 Tidak hanya itu, dia juga sering masuk rangking 3 besar pararel.13 Imam Samudra menceritakan pengalamanya mengenai keikutsertaannya dalam Pesantren Ramadhan. Seusai EBAS (Evaluasi Belajar Akhir Semester) II kelas 1 SMP. Sekolah libur selama dua pekan dan bertepatan dengan Bulan Ramadhan. Dia mengikuti Pesantren Ramadhan yang diadakan oleh organisasi Islam, Muhammadiyah dan PERSIS (Persatuan Islam).14 Dari situ, dia mengungkapkan ; 11 Ibid., h. 30. 12 Ibid., h. 32. 13 Ibid., h. 37. 14 Ibid., h. 32. Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H). Persatuan Islam (disingkat Persis) didirikan pada 12 September 1923 di Bandung Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus.
  • 57. 46 “Bagiku, Pekan Ramadhan saat itu benar-benar penuh hidayah dan rahmat. Itulah starting point yang membuatku mengerti betapa indahnya Islam, betapa hebatnya Islam, betapa sempurnanya Islam. Di situ aku mengerti bahwa hanya Islamlah satu-satunya jalan menuju kemuliaan hidup di dunia dan akhirat. Padalah sebelumnya aku hanya mengerti bahwa Islam sekedar ritual. Sejak saat itu aku mulai mengerti apa arti hidup, apa arti ibadah, Aku mulai pahan dan merasakan sebuah kekhusyukan. Aku mengerti bahwa masalaluku adalah salah. Astaghfirullah!!!”.15 Dari pengalaman sepekan itu merubah sikap dan prilaku Imam Samudra. Dinilai olehnya bahwa prilakunya yang lampau merupakan prilaku yang sesat, sehingga kedepanya tidak boleh terulang kembali. Dia bahkan ingin pindah sekolah dari SMPN 4 yang dinilai sekuler ke pesantren atau pidah ke sekolah PERSIS (Persatuan Islam). Akan tetapi niatan itu diurungkan karena tidak ingin membuat ibunya kecewa.16 Perubahan lainya di antaranya ketika disapa dengan ucapan “selamat pagi” dijawab olehnya dengan “Assalamu’alaikum”. Dia juga menolak jika diajak berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram. Peci selalu dikenakannya dimanapun berada layaknya wanita yang wajib mengenakan jilbab. Dia juga mendakwahkan kepada teman-temannya mengenai wajibnya pengenaan jilbab bagi siswi yang beragama Islam.17 Pengalaman di pesantren ramadhan membentuk kesadaran Imam Samudra sebagai orang muda yang radikal dalam pengertian puritan. Pengalaman itu terbentuk dari organisasi Islam yang diikutinya waktu itu yaitu Muhammadiyah dan Persis. Dalam ajaran Muhammadiyah dan Persis yang memiliki prinsip yang sama ar-ruju' ila al-Quran wa as-Sunnah (kembali langsung kepada sumber asli al-Quran dan as-Sunnah) dan memanifestasikan dalam konteks kehidupan. 15 Ibid., h. 33. 16 Ibid., h. 34-47. 17 Ibid., h. 38.
  • 58. 47 Dengan melakukan pemurnian akidah dari unsur syirik, bid’ah dan khurafat. 18 Oleh sebab itulah, kedepanya Imam Samudra memliki kecondongan terhadap paham Islam yang diadopsi oleh Muhammadiyah dan Persis seperti di Arab Saudi (Wahabi), Afganistan (Taliban) dan juga negara-negara lain yang menerapkan konsep yang sama. Imam Samudra sendiri sangat gemar membaca, sehingga di kamarnya yang penuh dengan tempelan rumus matematika dan fisika, juga dipenuhi buku- buku keagamaan, seperti buku hadits, bahasa Arab, fiqh, novel-novel Islam dan utamanya buku tentang jihad dll. Selain gemar membaca, Imam Samudra juga gemar menulis, dan beberapa tulisannya sempat dimuat di Majalah Panji Masyarakat. Dari buku-buku yang dibaca, terdapat buku Ayatur Rahman fi Jihadi Afghan karangan Dr. Abdullah Azzam.19 Dari buku tersebut membuat hatinya terenyuh, sehingga timbul keinginan dan cita-cita untuk ikut berjihad mengangkat senjata di Afghanistan. Namun karena usianya ketika itu baru 16 tahun, keinginannya itu hanya sebatas angan-angan yang diekspresikannya melalui doa agar Allah menggabungkannya dengan para mujahidin.20 Dalam buku Ayatur Rahman fi Jihadi Afghan berisikan tentang kumpulan Sejarah karamah perjuangan jihad sahabat Nabi Muhammad Saw, karamah-karamah perjuangan 18 Zuly Qodir, Muhammadiyah Studies: Reorientasi Gerakan dan Pemikiran Memasuki Abad Kedua, Yogyakarta : KANISIUS, 2010. h. 76. 19 Dr. Abdullah Yusuf Azzam (1941–1989), lahir pada tahun 1941 di desa As-ba'ah Al- Hartiyeh, provinsi Jenin di sebelah barat Sungai Yordan. Di Universitas Al-Azhar ia memperoleh Ph.D dalam bidang Ushul Fiqh pada tahun 1973. Pada tahun 1980 ia pindah ke Peshawar. Di sana ia mendirikan Baitul Anshar, sebuah lembaga yang menghimpun bantuan untuk para mujahid Afghan. Ia juga menerbitkan sebuah media Ummah Islam. Lewat majalah inilah ia menggedor kesadaran ummat tentang jihad. Meninggal pada hari Jumat, 24 November 1989 akibat serangan tiga buah bom yang sengaja dipasang di gang yang biasa di lewati Abdullah Azzam ketika ia memarkir kendaraan untuk salat Jumat di peshawar, Pakistan. 20 Abdul Aziz, Op.cit., h. 41-43.
  • 59. 48 dalam jihad di Bumi Afghan.. Serta ajakan terhadap kewajiban untuk melaksanakan jihad.21 Dengan penggunaan retorika bahasa yang indah tidak heran jika buku ini pada akhirnya dapat membangkitkan semangat dan minat jihad dari Imam Samudra. Setamat SMA ketika ia mulai memilah-milah untuk memasuki Perguruan Tinggi, di Jakarta ia bertemu seseorang yang bernama Jabir ketika sedang mendengarkan ceramah keagamaan di Masjid al-Furqan milik Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Jabir selanjutnya menginformasikan bahwa pada tahun ini (1990) ada rekrutmen mujahid untuk diberangkatkan ke Afghanistan. Imam Samudra tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, dan bergabunglah ia untuk berjihad di Afganistan.22 Kesempatan untuk bergabung menjadi Mujahidin di Afganistan datang ketika dia menghadiri pengajian di Masjid Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, yaitu masjid al-Furqan jalan Keramat Raya 45 Jakarta. Disitu dia bertemu dengan seorang bernama Jabir (yang meninggal pada saat peristiwa pengeboman di Antapani, Bandung) yang menawarkan kesempatan tersebut dengan biaya Rp. 300.000,00. Setelah berhasil mengumpulkan uang yang cukup dan mendapatkan paspor, dia dan Jabir berangkat menuju Dumai. Kemudian mereka naik kapal feri ke Malaka, Malaysia. Sehari setelahnya mereka ke Bandara Subang dan naik pesawat Malaysian Airlines ke Karachi, Pakistan. Dari Karachi mereka melanjutkan perjalanan ke Peshwar. Dua orang arab yang belum pernah mereka kenal sebelumnya bergabung bersama mereka menuju perbatasan Pakistan- 21 Abdullah Azzam, Ayatur Rahman fi Jihadi Afghan, Jeddah : An-Nasyir al-Mujtami' Cet. 5. 1405H/1985M, h. 25-27. 22 Abdul Aziz, Op.cit, h. 23-42.