Pustaka

Kisah Lucu di Neraka

Ahad, 16 Desember 2018 | 04:00 WIB

“Waktunya makan malam,” kata malaikat itu sambil menyodorkan duri-duri beracun dan bangkai babi. “Minumnya ambil sendiri di sana,” lanjutnya sambil menunjuk ke sebuah galon berisi darah-darah panas.
Mereka bertiga menggangguk.

Setelah malaikat itu pergi, mereka melanjutkan obrolan. Tampaknya mereka sudah terbiasa makan bangkai babi atau duri beracun. Bangkai babi itu rasanya seperti steak kalau di dunia, duri-duri itu seperti bandeng presto. Minuman darah sudah mereka anggap semacam soda gembira yang melegakan tenggorokan.

Penggalan di atas, merupakan sedikit kreasi imajinatif yang tergambar dalam kumpulan cerpen ini. Cerita ini berjudul “Trik Ahli Neraka” yang menggambarkan mengenai bagaimana keseharian kehidupan di neraka dan segala aktifitasnya. Dalam kutipan di atas tak terlihat bagaimana kerasnya neraka, justru yang terlihat adalah sebuah rutinitas keseharian selayaknya hidup sekarang. 

Kisah ini bercerita mengenai tiga pendosa yang tinggal di neraka dan berusaha untuk menyusup ke surga. Ketiga tokohnya adalah sapto sebagai pezina, Rojam sang plagiator tulisan-tulisan, dan Ciyus yang merupakan koruptor. Konflik terjadi antara para penghuni neraka yang diprakarsai oleh ketiga orang tersebut, dengan para malaikat penjaga neraka. Konflik berikutnya yang muncul adalah antara Sapto dengan keduanya dimana Sapto menipu kawan-kawannya mengenai jalur menuju surga.

Kisah yang dikemas sangat unik dan ramah bagi pembaca. Dunia neraka yang sering digambarkan dalam kengerian yang tak terbanyangkan, ditarik menjadi aktiitas keseharian selayaknya manusia hidup di dunia (tentunya dengan siksa yang menjadi rutinitas). Racikan katanya juga mudah dipahami bagi semua kalangan, karena memang ada beberapa cerpen yang disampaikan melalui puitisasi kata-kata atau narasi yang rumit untuk dipahami dalam sekali baca.

Secara umum buku kumpulan cerpen karya Hilmi ini nyaman di mata dan mudah membuat tertawa. Beberapa kisah mungkin hanya bisa dipahami oleh kalangan pesantren saja, semisal kisah “Puntung Rokok di Toilet Pondok”, “Daenuri Ketemu Dinawari”, “Barokah”, dan “Seminar Nasi Pecel” yang membahas tentang setitik kehidupan dalam dunia pesantren. Hal ini mungkin tidak terlepas dari backgroun pesantren yang dimiliki oleh penulis. 

Gaya diksi yang digunakan sangat variatif. Misal kita lihat pada cerpen yang berjudul “Bunga Sya’ban”. Terlihat bagaimana penulis menggunakan majas personifikasi –penggambaran dengan hal yang mati lalu membuatnya seakan-akan hidup- dalam mengungkap bulan Sya’ban dan Ramadhan.

Sya’ban tersenyum mendengar tekadku yang baru. Lalu ia meraih gelas yang ada di depannya. Melanjutkan tegukannya. “Nanti kalau ramadan ke sini, jangan sampai kau suguhi dia minuman seperti ini saat matahari masih tergantung di langit. Ia juga berpuasa. Ajak ia berbuka bersama.”

Kisah ini mengutarakan mengenai nilai keutamaan bulan Sya’ban. Sya’ban diibaratkan selayaknya tamu yang datang kepada seseorang dan membawa bunga-bunga yang wangi. ‘Bunga’ di sini menjadi pengibaratan dari jumlah hari yang ada pada bulan Sya’ban. penulis berusaha menyampaikan bahwa tak semua orang mendapat keutamaan bulan Sya’ban ini. Hanya orang tertentu yang memiliki niat dan tekad yang tulus yang dapat menghirup harum wangi bunga yang dibawa oleh bulan Sya’ban. Dari sini terlihat bagaimana cara penulis dalam menyampaikan nilai-nilai agama dalam cerpennya.

Ada sedikit kesulitan untuk memahami nilai yang dimaksud saat membaca kisah “Arwah Seorang Putri”. Kesan kisahnya seperti semacam drama umum yang sering dilihat dalam acara televisi. Sehingga terkesan biasa-biasa saja. Namun akhirnya disadari bahwa ada nilai toleransi agama yang kuat dan tersirat dalam kisah ini.

Istriku seorang muslimah yang telah menghafal kitab sucinya. Dihormati di antara umat muslim yang lain. Sedangkan aku seorang komunis kantoran yang tentu sangat dibenci oleh mereka.

Walaupun begitu, kami tetap bisa serumah, sekamar, bahkan seselimut.

Sebagai sebuah karya yang lahir dari rahim pesantren, karya ini sangat perlu untuk diapresiasi dan ditularkan kepada santri-santri lain. Hilmi yang masih nyantri di Jombang ini menunjukkan bahwa seorang santri harus kreatif. Dalam pengantarnya tersirat bahwa si pengarang berusaha menyampaikan nilai keagaman dan kehidupan melalui kumpulan cerpennya ini. Jadi, para pembaca silahkan bersiap-siap untuk tersenyum sendiri saat membacanya.

Kisah Lucu di Neraka
Judul Buku : Trik Ahli Neraka
Pengarang : Hilmi Abedillah
Penerbit : Mitra Karya
Cetakan : I / Maret 2018
Kota Terbit : Tuban
Tebal Buku : 189 Halaman 
Peresensi : Muhammad Miftahuddin, Pimpinan redaksi Majalah Aksara, Pimpinan redaksi www.aksaraonline.com,  Wakil II Pimpinan Umum Majalah Suara Pandanaran, dan Kontributor www.bangkitmedia.com