Malang: Sungai Brantas di Jawa Timur, disebut telah tercemar limbah beracun dan berbahaya. Limbah disumbang dari industri, rumah tangga, dan yang terbaru dari mikroplastik.
Fakta itu ditemukan Perum Jasa Tirta 1, yang berkantor di Kota Malang, Jawa Timur. Brantas ialah sungai yang mengalir melewati sejumlah wilayah di Jawa Timur.
“Pemantauan baku mutu air Brantas yang mengalir di Malang masuk kategori sungai kelas dua. Kadar biochemical oxygen demand tercatat tinggi atau melebihi baku mutu,” kata Kepala Divisi Teknologi Informasi Perum Jasa Tirta 1, Erwando Rachmadi, Sabtu, 12 September 2020.
Baca juga: 16 Orang di Jayawijaya Terkena Panah saat Terlibat Perang
Ia mengakui hasil pengukuran itu tidak bisa dijadikan patokan ke depan. Pasalnya, sumber pencemaran, baik dari limbah industri maupun limbah domestik, kondisinya bisa berubah.
Sementara itu, Kepala Divisi Pengelolaan Aset Perum Jasa Tirta 1, Hermin Indraswari, menyatakan kondisi baku mutu di hilir Kali Surabaya juga buruk. “Di kawasan itu banyak industri. Berbeda dengan di Mojokerto yang sudah bagus.”
Adanya limbah mikroplastik di Brantas terungkap dari penelitian Universitas Islam Malang dan Surabaya. Mereka mengambil sampel di Malang, Jombang, Kediri, Mojokerto, dan Tulungagung.
“Hasilnya Sungai Brantas tercemar mikroplastik dan berpotensi bahaya,” kata Alex Rahmatullah, peneliti.
Malang: Sungai Brantas di Jawa Timur, disebut telah tercemar limbah beracun dan berbahaya. Limbah disumbang dari industri, rumah tangga, dan yang terbaru dari mikroplastik.
Fakta itu ditemukan Perum Jasa Tirta 1, yang berkantor di Kota Malang, Jawa Timur. Brantas ialah sungai yang mengalir melewati sejumlah wilayah di Jawa Timur.
“Pemantauan baku mutu air Brantas yang mengalir di Malang masuk kategori sungai kelas dua. Kadar biochemical oxygen demand tercatat tinggi atau melebihi baku mutu,” kata Kepala Divisi Teknologi Informasi Perum Jasa Tirta 1, Erwando Rachmadi, Sabtu, 12 September 2020.
Baca juga:
16 Orang di Jayawijaya Terkena Panah saat Terlibat Perang
Ia mengakui hasil pengukuran itu tidak bisa dijadikan patokan ke depan. Pasalnya, sumber pencemaran, baik dari limbah industri maupun limbah domestik, kondisinya bisa berubah.