Sukses

Akhir Sengketa Istana Peraduan Peninggalan Sultan Siak

Pewaris Sultan Siak telah mengosongkan Istana Peraduan, sejak akhir Juli 2017, sesuai hasil keputusan Mahkamah Agung.

Liputan6.com, Siak - Keluarga Syariefah Soud dan Syariefah Faizah--anak tiri Sultan Syarif Kasim (SSK) II dari istri terakhirnya--telah mengosongkan atau meninggalkan Istana Peraduan, salah satu peninggalan Kesultanan Siak, sejak akhir Juli 2017, sesuai hasil keputusan Mahkamah Agung.

Eriksrada, anak bungsu Syariefah Soud/cucu dari istri terakhirnya SSK II, menyebutkan keluarganya menerima hasil keputusan Mahkamah Agung. Pihaknya sudah mengosongkan Istana Peraduan Sultan Siak sejak akhir Juli 2017 atau usai Idul Fitri lalu.

"Kami menerima keputusan MA, karena itu sudah menjadi keputusan akhir. Ibu saya (Syariefah Soud) dan Syariefah Faizah memang sudah ingin mengosongkan Istana Peraduan sejak mediasi untuk dijadikan sebagai museum dan cagar budaya oleh pemerintah," ucap Eriksrada saat dihubungi melalui telepon seluler, Kamis, 2 November 2017, dilansir Antara.

Dia menjelaskan, pihaknya juga sudah menerima uang ganti rugi dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Siak, Riau, sebanyak Rp 2,5 miliar. Jumlah uang sesuai yang ditetapkan Pengadilan Negeri Siak saat perundingan pada Februari 2016.

Setelah perdebatan yang panjang antara pihak Pemkab Siak dan keluarga Sultan Siak, akhirnya MA memutuskan Istana Peraduan dikelola oleh pemerintah daerah untuk kepentingan perlindungan benda bersejarah atau cagar budaya.

Istana Peraduan adalah tempat peristirahatan Sultan Siak yang berada di sisi sebelah kiri Istana Asserayah Hasyimiah, atau lebih dikenal dengan nama Istana Siak Sri Indrapura.

Setelah Sultan Syarif Kasim II (SSK II) sebagai penguasa Kesultanan Siak terakhir meninggal, rumah peraduan ditempati oleh keluarga Syarriefah Soud, Syariefah Faizah, yang merupakan anak tiri Sultan Siak dari istri terakhirnya SSK II.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Gugatan ke MA

Pertikaian atau perebutan Istana Peraduan berawal dari mediasi yang dilakukan Pemkab Siak terhadap keluarga Sultan ditolak. Sebab, pihak pewaris juga merasa punya hak yang sama.

Alhasil, pada 2010, Pemkab Siak menempuh jalur hukum dengan menggugat Syariefah Soud dan Syariefah Faizah secara perdata untuk mendapat Istana Peraduan supaya dikelola sebagai cagar budaya sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992.

Meskipun pemkab memenangi perundingan di PN Siak, pihak keluarga masih mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Riau. Namun, pada kasus yang sama, Pemkab Siak kembali menang. Diputuskan, Istana Peraduan diserahkan pada pemerintah setempat untuk dikelola sebagai cagar budaya yang masih satu kesatuan dengan Istana Siak.

Perjuangan tidak berhenti di sana, pihak keluarga mengajukan kasasi pada MA. Dua tahun kemudian, tepatnya pada Juni 2014, MA menolak kasasi mereka dan menguatkan keputusan PN Siak dan PT Riau yang menyetujui Istana peraduan dikelola pemkab setempat, namun tetap harus membayar uang ganti rugi sejumlah Rp 2,5 miliar.

Dalam putusan MA disebutkan bahwa kompleks Istana Siak Sri Indrapura yang terdiri dari Asserayah Hasyimiah, Istana Perpaduan, Istana Limas, serta Istana Panjang dilengkapi kolam dan taman.

Areal kompleks seluas 20.030 meter persegi itu berlokasi di Jalan Sultan Syarif Kasim II, Desa Kampung Dalam, Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Riau, merupakan peninggalan bersejarah yang dikelola oleh pemerintah sebagai cagar budaya.

"Kami tentu akan mendukung pembangunan di Kabupaten Siak, apalagi Istana Siak adalah objek wisata di Siak," kata Eriksrada, anak bungsu Syariefah Soud/cucu dari istri terakhirnya SSK II, dilansir Antara.

Saat ditanyakan mengapa awalnya keluarga Sultan tetap bertahan dengan keputusannya yang bersikeras untuk mempertahankan Istana Peraduan, Eriksrada menyampaikan, mereka hanya ingin semuanya sesuai prosedur.

"Sekarang bagi kami tidak ada lagi menjadi masalah. Ibu juga tidak ingin ada permasalahan dengan Pemerintah Daerah Siak," ia menambahkan.

Terkait gerai oleh-oleh yang masih beroperasi di beranda samping kanan Istana Peraduan, menurut Erik, kakaknya akan memindahkannya dalam bulan November ini, sebab sudah datang surat dari Pemda.

3 dari 3 halaman

Menengok Istana Siak

Letak Istana Peraduan berdampingan dengan Istana Asserayah Hasyimiah atau Istana Siak Sri Indrapura, peninggalan Kesultanan Siak Sri Indrapura yang merupakan Kerajaan Melayu kebanggaan warga Riau. Berdiri kokoh di Kabupaten Siak, istana ini menyimpan sejarah dan kenangan Sultan Syarif Kasim II selama masa kepemimpinan 1915-1949.

Istana Matahari Timur, julukan Istana Siak bagi orang Belanda cukup ditempuh dengan jarak sekitar 30-40 menit dari base camp Badan Operasi Bersama (BOB) PT Bumi Siak Pusako (BSP) Pertamina Hulu Pedada, Kabupaten Siak.

Sesampai di sana, tampak bangunan berwarna kuning tidak terlalu besar. Pengunjung yang datang akan disambut dengan tatanan bunga bugenvil warna-warni. Beberapa pengunjung pun sudah sibuk mengabadikan momen di Istana Siak mulai dari luar.

Untuk masuk ke istana, pengunjung harus membeli tiket masuk. Harganya terjangkau sebesar Rp 3.000 per orang bagi dewasa, dan anak-anak Rp 2.000 per orang. Sedangkan turis asing dikenai Rp 10 ribu untuk dewasa dan anak-anak Rp 5.000 per orang.

Mau melihat isi istana, pengunjung harus membuka alas kaki dan mengisi buku tamu. Di halaman depan, terpajang foto ayahanda Sultan Syarif Kasim II, Sultan Sassyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin (Sultan XI) yang memerintah pada 1889-1908 dan beberapa hiasan lain.

Ketika kaki melangkah lebih dalam, istana yang bernama resmi Asserayatul Hasyimiah, disambut beberapa lambang kerajaan yang menghiasi ruangan, seperti patung sultan, foto sultan beserta istri pertama, Tengku Agung dan lainnya.

Di sisi kanan ruangan terdapat beberapa meriam perang berukuran sedang. Menariknya ada sebuah meriam yang sudah terbelah namun tetap utuh.

Menurut penjaga Istana, Rozali, meriam ini pernah dicuri pada 1960 dan hendak dijual ke Singapura. "Namun kapal yang membawa meriam ini tertabrak karam dan tenggelam di Teluk Siak. Saat dicari lagi meriam itu, ternyata sudah terpotong," ujar dia kepada Fiki Ariyanti dari Liputan6.com, pertengahan Mei 2014.

Menyusuri setiap sudut ruangan, peninggalan-peninggalan Sultan Syarif Kasim II masih terlihat lengkap dan terawat. Misalnya, mahkota Sultan, perlengkapan makan kerajaan, dan segala benda-benda kesayangan Sultan serta istri.

Ada pula cermin milik Tengku Agung yang terbuat dari kristal. Konon, jika berkaca di cermin tersebut, wajah seseorang akan tetap awet muda. Mendengar cerita tersebut, banyak pengunjung penasaran dan mencobanya.

Dari seluruh benda-benda peninggalan Sultan, ada satu barang yang cukup menyedot perhatian. Sebuah pemutar piringan hitam atau gramafon milik sang Sultan. Istana ini ternyata masih menyimpan lengkap piringan-piringan hitam lagu favorit Sultan.

Namun, siapa sangka bila ternyata Sultan Siak terakhir itu merupakan penggemar berat karya Beethoven, seorang komponis musik klasik asal Jerman. "Sultan Syarif Kasim II penyuka lagu-lagu klasik, seperti karya Beethoven," tutup Rozali menggambarkan sisi lain dari kehidupan Sultan yang namanya diabadikan menjadi nama bandara internasional di Riau.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.