• Minggu, 05 Mei 2024

Nasib Pengayuh Becak yang Kian Tergerus Zaman

Senin, 29 Agustus 2022 - 19.48 WIB
446

Bachtiar (69) seorang tukang becak saat ditemui di pangkalannya di Jl. Kota Raja Tanjungkarang Pusat, Senin (29/8/2022). (Sri)

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Teknologi memberikan kemudahan bagi masyarakat modern. Pada saat bersamaan, ia juga menggerus banyak tatanan. Termasuk di dunia transportasi seperti becak yang ada di kota Bandar Lampung, adanya kecanggihan teknologi tersebut menjadi mimpi buruk baginya.

Pasalnya, untuk sekedar mencari makan sehari-hari sulit diperoleh. Sehingga kini tukang becak terlihat lebih sering rehat atau ngetem di pangkalan.

Pengayuh roda tiga kini nasibnya pun ibarat mati segan hidup pun tak mau. Lantaran sepinya penumpang. Hari-hari nya pun dihabiskan untuk menunggu berharap akan ada 1-2 penumpang yang menggunakan jasanya.

Hal itu yang dirasakan Bachtiar (69) yang sedari pagi hingga siang hari belum ada satupun penumpang yang datang.

"Sulit cari duit sekarang. ini saja belum dapet penumpang dari pagi jam 05:00 WIB tadi hingga siang ini," ujar Bachtiar, saat ditemui di pangkalannya di Jalan  Kota Raja Tanjungkarang Pusat , Senin (29/8/2022).

Ia mengungkapkan biasanya dari pagi hingga sore hanya dua sampai tiga orang yang memakai jasanya.

"Itu sudah lumayan. Malah lebih banyaknya tidak ada sama sekali seharian yang mau naik becak. Sekali narik Rp10 ribu kadang Rp15 ribu. Ya tergantung jauh dekat sama orang nya juga yang mau ngasih. Kalau orang yang kasihan ngasihnya Rp20 ribu kadang," timpalnya.

Ia juga menyampaikan, sepinya penumpang disebabkan transportasi yang saat ini berbasis online.

"Karena online ini kita sepi. Sehingga kita yang tukang becak sama angkutan umum itu juga kena dampaknya," ujarnya.

Bachtiar yang duduk di bangku penumpang becak miliknya itu menceritakan, ia menekuni sebagai pengayuh becak sudah 50 tahunan.

"Sejak 1971 telah menjadi tukang becak. Dan saya tidak punya anak maupun istri. Jadi saya hanya tinggal sebatang kara," ucapnya.

Oleh karenanya, dengan usianya yang sudah lanjut usia seperti ini mau mencari pekerjaan selain menggoes becaknya yang ia beli dengan cara mencicil.

"Sulit mau cari kerjaan, jadi kita ngebecak saja untuk makan sehari-hari. Tapi untung ada bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) sama terkadang kita dikasih sama orang makan juga," jelas Bachtiar.

Pria dengan menggunakan kaos hitam dan celana dasar hitam lusuh itu pun bercerita pada 2019 ke bawah masih enak mencari uang lewat membecak. Namun, diatas tahun itu hingga saat ini itu sudah sulit.

"Zaman itu enak sehari bisa Rp80 hingga Rp100 ribu. Tapi sekarang apa lagi pas pandemi Covid-19 sudah susah, tapi sekarang mau kerja apa lagi. Jadi kita bertahan saja membecak," tutupnya. (*)


Editor :