Ramalan Jayabaya Tentang Pemimpin Nasional
Ramalan dibuat oleh Prabu Jayabaya, Raja Kediri sekitar Tahun 1135 M dalam "Serat Jangka Jayabaya" yang mampu memprediksi kejadian-kejadian, jauh melampaui zamannya.
Disebut Jangka karena seperti alat jangka yang mampu menarik /mengukur jarak secara tepat, maksudnya waktunya. Tidak hanya bersifat ramalan, tetapi akurasinya terukur. Ramalan ini dikenal khususnya di kalangan masyarakat Jawa yang dilestarikan secara turun temurun oleh para pujangga.
Prabu Jayabaya meramalkan pemimpin nasional Indonesia mempunyai nama yang berakhiran No-To-No / Na-Go-Ro. Noto berarti menata, nagoro berarti negara. Jadi pemimpin Indonesia juga disebut sebagai orang yang memiliki kemampuan untuk menata negara.
Suku kata tersebut ditulis dalam huruf Jawa yaitu honocoroko (ada utusan), dotosowolo (berbeda pendapat), podojoyonyo (sama-sama menang), mogobotongo (sama-sama kalah).
Dalam dua puluh huruf Jawa itu mudah diberi huruf hidup hanya dengan menambahkan tanda. Ditambah tanda di depan atau dibelakang yang disebut ditaling tarung maka huruf "A" akan berubahp menjadi "O".)
Dikaitkan dengan ramalan. maka urutan pimpinan nasional yang memenuhi syarat setelah kemerdekaan adalah, NO adalah Soekarno, TO adalah Suharto, (setelah itu, BJ Habibie, Gus Dur dan Mega dalam urutan saat itu sebagai presiden tidak memenuhi syarat karena tidak memerintah satu periode penuh atau lebih/lima tahunan).
NO selanjutnya yaitu Susilo Bambang Yudhoyono, setelah itu presiden Indonesia menurut ramalan berakhiran Go atau Ga. Tetapi yang menjadi presiden adalah Joko Widodo.
Setelah pilpres Jokowi bisa berdoa di dalam Kabah serta di dalam makam Rasulullah, bahkan bersama isterinya.
Untuk pertama kali Raja Arab Saudi mengijinkan wanita masuk kedalam ruang makam tersebut. Jokowi menang pada pilpres tetapi baru akan dilantik pada 20 Oktober 2019.