Mohon tunggu...
DJOKO MOERNANTYO
DJOKO MOERNANTYO Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Laki-laki biasa-biasa saja. Berujar lewat kata-kata, bersahabat lewat dialog. Menulis adalah energinya. Suka BurgerKill, DeadSquad, Didi Kempot, Chrisye & Iwan Fals. Semoga mencerahkan :)\r\n\r\n@personal blog:\r\n#airputihku.wordpress.com\r\n#baladaatmo.blogspot.com #Follow: Twitter: @matakucingku\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Beny & Mice: Dualisme Dua Kepala, Tak Selucu Kartunnya

9 Desember 2012   17:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:56 2566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13550727761420327922

TUNGGU! Saya melarang Anda tertawa dulu. Benar, saya memang ngobrol dengan Beny & Mice, dua kartunis di harian Kompas yang saat ini sayangnya sudah "berpisah".  Meski gambar-gambar dan dialognya membuat perut Anda melilit kesakitan, Beny & Mice sejatinya tak “selucu” yang Anda bayangkan.  Tidak percaya?

+++ PERTAMA, Beny.  Mewawancarai pemilik nama lengkap  Benny Rachmadi di rumahnya yang asri [dan terjebak macet yang parah di Depok] seperti ngobrol dengan artis Desy Ratnasari beberapa tahun silam. Jawabannya simpel, antara ya dan tidak [doang]. Oke, saya gambarkan manusia aslinya.   Wajahnya tak bisa dibilang ganteng, biasa-biasa saja. Rambutnya kriting dengan jidat yang lebar [dan agak botak ternyata] .  Kulitnya sawo matang dengan kumis tipis yang lebih tepat disebut aneh daripada menarik. Tapi inilah Beny, yang dalam komik stripnya digambarkan sebagai laki-laki paruh baya yang kreatif meskipun kadang-kadang terlibat bodoh. “Apa sih gunanya wawancara dengan saya,” celetuk pria yang dari mulutnya selalu keluar kata-kata ‘standar, biasa saja’ dan ‘nggak penting’. Beny memang tak pernah merasa penting, terkenal atau mulai dikenal orang. Bagi pria Jawa-Kalimantan  kelahiran Samarinda, 23 Agustus 1969, tak ada perubahan yang berarti bagi dirinya, pun ketika  --konon—dirinya mulai terkenal. Beny dan Mice memang seperti “saudara kembar” dalam artian keunikan, karakter dan cara menyikapi sebuah persoalan. Dan inilah yang mempertemukan mereka ketika sama-sama kuliah Desain Grafis di Institut Kesenian Jakarta [IKJ].  Awalnya kawan seangkatan ini punya sudut pandang yang sama ketika “menertawakan” orang lain. “Kita sering lihat anak-anak IKJ yang sok seniman, tapi tidak punya karya apa-apa. Dan itu buat kita lucu. Akhirnya itulah yang kita tuangkan dalam gambar,” jelas putra daerah yang mengaku tidak terlalu shock culture ketika pindah ke Jakarta dari Samarinda. “Biasa-biasa saja,” tukasnya datar. Mereka berdua kemudian menjadi akrab ketika sama-sama menggarap koran dinding di kampusnya. Kalau biasanya koran dinding itu berisi protes dalam ujud tulisan, Beny & Mice menggarapnya dengan medium gambar. "Tadinya isi koran itu tulisan ilmiah, misal membahas sejarah seni rupa. Waktu kami yang bikin, temanya diubah menjadi kejadian sehari-hari," cerita Mice. Dari koran dinding inilah hobi usil dengan kartun dimulai. “Dan kita gambar dengan serius pakai plano,” kenang suami Anna Zuchriana, seorang seniman dan pengajar di IKJ ini. Sayangnya, awal karir mereka itu tak mereka simpan. “Yah mungkin ada yang nyolong,” celetuknya enteng. Beny mengaku, dari kecil memang sudah suka menggambar. Makanya ketika lulus SMA, Beny langsung membulatkan tekad untuk kuliah di Jakarta. Ayahnya yang seorang polisi, ternyata tidak melarang keinginannya itu. “Jadilah saya masuk ke IKJ ini,” kenang pria yang betah nguplek di studionya saat sedang menggambar.  Oh ya, di studionya bercecer CD-CD musik jazz dari beberapa nama besar Indonesia dan asing. Kemudian berjejer DVD-DVD film perang dan film kolosal. Pada kurun 1993-2002 Benny sempat mengajar di IKJ, sedangkan Mice mengajar di jurusan yang sama, Desain Grafis IKJ, periode 1994-1996.Sekarang mereka tidak mengajar lagi. "Karena sudah tidak dibutuhkan, he-he-he," celetuk Beny terkekeh sambil menyedot rokoknya dalam-dalam. +++ Benny dan Mice mulai menampilkan karya secara luas ketika mendapat pesanan membuat ilustrasi buku pada 1997-1998. Judul bukunya masih mereka kenang: Matinya Ilmu Ekonomi, saduran dari The Death of Economics karya Paul Ormerod. Setelah penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) melihat coretan mereka, muncul ide agar Benny dan Mice membuat buku sendiri. "Lalu dirundingkan ide itu, pengalaman di koran dinding cukup membantu karena kami terbiasa bekerja sebagai tim," kata Benny. Keluarlah buku mereka dengan seri  Lagak Jakarta terbitan KPG. Pertama keluar,  Beny dan Mice tidak peduli apakah buku itu akan laku atau tidak. “Bisa beredari di masyarakat luas saja kamu sudah amat senang,” aku Beny. Ternyata respon bagus. Berharap laku 1000 saja cukup, malah menembus 10 ribuan. Selain membuat kartun secara lepas untuk media massa, Benny sejak 1998 bergabung dengan Kontan. “Tapi lebih kepada politik,” aku pria yang disebut Mice, amat tertutup ini. +++ KEDUA, MICE.  Tahukah Anda, apa yang paling “dibenci” Beny dari seorang Mice? “Dia pemalas dan kebanyakan nyengir, ketawa mulu,” kata Beny.  Dan saya memang mendapatkan kenyataan seperti itu. Mencari rumahnya yang agak “belibet” di ujung Jakarta, hanya membuat pria Bugis bernama Muhammad Misrad ini terbahak tertawa. “Loh kan kalau sudah sampai sini, males keluar rumah lagi,” celetuknya. Berbeda dengan Beny, Micel, menjadi kartunis gara-gara terkesan billboard  iklan. Maka masuklah dia ke IKJ. "Awalnya orangtua tidak setuju karena zaman dulu kan orangtua mengidolakan dokterdan insinyur," cerita Mice. Tapi karena memilih tidak kuliah daripada dilarang-larang, orangtuanya akhirnya memilih pasrah dengan pilihan Mice. Mice memang berarah Bugis, tapi lahir dan besarnya memang di Jakarta. Mice lahir 23 Juli 1970. Orangtuanya bukan orang berada, biasa-biasa saja. “Bapak karyawan swasta biasa,” kata pria berhidung mancung yang dalam karakter kartunnya selalu digambarkan sebagai korban. “Sebenarnya tidak juga, karena kadang-kadang ketika saya yang menggambar, Beny juga saya jadikan korban kok, ha..ha..ha,” kenangnya sambil terbahak. Oh ya, Beny dan Mice memang punya kualitas dan tipikal gambar yang serupa. Jangan kaget kalau kartun strip yang beredar itu, sebenarnya adalah gambar satu orang saja. “Kalau bukan saya yang gambar, ya Beny,” celetuk pria yang pernah bekerja beberapa tahun sebagi disain grafis sebuah produk kaos. Mice lebih “ember” dibanding Beny. Jawabannya lebih “beradab” saat ditanya wartawan. “Ha..ha.ha, memang Beny orangnya begitu. Jawabannya lempeng saja. Nggak dimana-mana, selalu begitu,” tutur Mice. Mice mengaku tidak pernah ikut campur urusan Beny, karena sudah tahu karakternya begitu. Gara-gara ketertutupan itulah ada cerita unik ketika Beny pacaran. “Sama sekali tidak ada yang tahu ketika Beny pacaran dengan Anna.  Bahkan saya yang notabene bareng-bareng terus pun, tidak ada yang tahu. Sampai akhirnya dikirimi undangan dan semua  kawan-kawan di kampus terkejut, ha..ha..ha,” kenang Mice tentang kelakuan ‘soulmate’-nya itu. Dan tahun 2004, Beny dan Anna menikah. Beda dengan Sally, istri Mice.  Ketika bertemu, Sally sama sekali tidak tahu kalau Mice adalah kartunis yang [sedang] ngetop. “Ha..ha..ha, yang ngefans malah adiknya.  Pas kawin baru adiknya bingung, lah kok dapat Mice, “ kenang Mice sambil terkekeh. +++ Kartun Beny & Mice tidak masuk ranah politik. “Kita tidak mau bicara politik, capek,” kata Mice. Mereka memilih melihat dan mengupas apa yang mereka temukan sehari-hari. tanpa kekerasan dan tak membuat orang marah. Mereka menjadi kontrol sosial "yang menyenangkan" bagi perilaku salah dan aneh di Jakarta “Ketika orang tertawa melihat kartun kita, sebenarnya mereka tertawa untuk dirinya sendiri,” imbuh Mice. Sejak 2003 Benny & Mice juga hadir di Kompas setiap hari Minggu. Banyak yang menganggap kartun Benny & Mice dibikin satu orang. Padahal, produk itu mereka buat berdua. Tokoh kartun itu memang "jelmaan" pembuatnya. Tetapi goresan Benny dan Mice sudah tak bisa dipisahkan. Tak akan ada yang bisa membedakan, mana karya Benny dan mana Mice. "Bahkan istri saya tak bisa membedakan," ucap Benny. Kartun mereka polos, karena menggunakan bahasan yang kita pakai sehari-hari. “Tidak ada survey-surveian. Semua mengalir karena apa yang kita lihat saja,” imbuh Mice, yang juga jadi kartunis untuk Surabaya Post di Surabaya. “Saya belum pernah ke kantornya, karena semua lewat email,” ujar pria yang menyukai musik easy listening ini kalem. Dan sekarang, komik mereka sudah menjejali toko-toko buku di Indonesia. -Lagak Jakarta: Trend & Perilaku, 1997,  Lagak Jakarta: Transportasi, 1997,  Lagak Jakarta: Profesi, 1997, Lagak Jakarta: Krisis. Oh. Krisis, 1998, Lagak Jakarta: Reformasi, 1998, Lagak Jakarta: (Huru-Hara) Hura-Hura Pemilu'99, 1999, Satu Dekade Lagak Jakarta Edisi Koleksi 1 & 2, 2007, Kartun Benny & Mice: Jakarta Luar Dalem, 2007, Benny & Mice: Talk About Hape , Maret 2008,  Kartun Benny & Mice: Jakarta Atas Bawah , September 2008, Benny & Mice: Lost In Bali, Desember 2008, Benny & Mice: Lost in Bali 2, Juli 2009 +++ Beny & Mice memang kartunis yang karyanya mungkin bisa membuat Anda terbahak-bahak.  Padahal tahu nggak, ketika tertawa itulah, kita sedang tertawa untuk diri kita, kelakuan kita, pikiran kita atau mungkin omongan kita. So, tertawalah sebelum tertawa itu cuma milik orang-orang gila, ha..ha..ha..ha..ha!

*wawancara ini pernah dimuat di majalah MEasia Edisi Januari 2010

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun