Mohon tunggu...
Ibrahim Quraisy
Ibrahim Quraisy Mohon Tunggu... Programmer - Website Developer

Seorang Food Blogger di Foodform-Indonesia yang mencintai makanan lokal Twitter: @bimbaim

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dongeng Si Kancil Mengajarkan Menipu Sejak Dini

2 November 2015   13:24 Diperbarui: 2 November 2015   13:36 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa yang tidak tahu dongeng Si Kancil. Dongeng yang selalu diceritakan bahkan sering dijadikan bacaan di pelajaran Bahasa Indonesia. Jika kita melakukan Flashback di masa kecil anak-anak diceritakan bagaimana cerita si kancil dapat memperdaya buaya untuk berbaris dihadapannya untuk menyebrang sungai atau cerita si kancil yang mengelabui harimau untuk melepaskan perangkap dikakinya atau juga Si kancil mencuri ketimun.

Sejak kecil kita selalu kagum setiap penyelesaian masalah si kancil. Namun jika diperhatikan dari sisi lain kecerdikan si kancil tidak lain dalam bentuk penipuan. Tindakan si kancil identik dengan berusaha memperdaya hewan lain. Secara tidak sadar pola didik kita menanamkan ke alam bawah sadar anak kecil yang dalam masa pembentukan watak menjadi seorang penipu.

Entah siapa yang membuat dongeng tersebut. Bagi dewasa dongeng adalah dongeng yang tidak lain adalah kreatif imajinasi yang hanya berada diluar realita tapi bagaimana dengan anak kecil yang kehidupannya penuh dengan imajinasi dan fantasi.

Hipnotis melalui cerita adalah teknik untuk membangun dunia lain yang sering dipraktekan oleh psikologi untuk membuat realita lain di mindset siapa saja. Si kancil adalah dongeng nusantara karena tidak hanya di Indonesia tapi di Malaysia juga sering diceritakan seperti Bed Time Story bahkan dijadikan serial animasi.

Secara tidak sadar orang tua bahkan negara mengajarkan untuk mencapai segala sesuatu yang diinginkan harus melalui kecerdikan tapi yang tidak diketahui bahwa menipu dan cerdik mempunyai batasan yang blur dikepala.

Pola pikir menipu sejak kecil sudah disamarkan dengan kata cerdik dengan cara pengulangan melalui cerita dikehidupan sehari-hari. Kalau ingin mencapai tujuan harus cerdik itulah pesan kecil yang tersirat dalam dongeng si kancil. Tanpa informasi dan kesimpulan yang jelas anak kecil mengambil kesimpul;an sendiri untuk mencerna cerita tersebut.

Si kancil digambarkan sebagai protagonis dalam setiap cerita namun hewan lain diposisikan sebagai antagonis. Buaya hanya mau hidup dan memang hanya daging makanan mereka, tapi kancil dengan kata cerdik bisa menghindari menjadi santapan buaya begitu juga hariamau.

Sekarang kancil layaknya oknum politik yang memang sudah menjadi santapan kritikan buaya dengan lihai menghindari si buaya yang dalam ini rakyat. Dongeng si kancil sampai saat ini tidak diketahui siapa yang menceritakannya bahkan sampai sekarang beredar versi lainnya yang dibuat berdasarkan keinginan pendongeng karena tidak ada cerita orisinilnya yang bisa dijadikan patokan.

Tidak hanya dalam dunia politik, kehidupan berdagang sudah menjadi hasil dari dongeng tersebut. Menaikkan harga sebelum didiskon menurut pengusaha adalah cerdik namun apakah itu adalah buah dari kecerdikan atau teknik penipuan. Andalah yang bisa mengamsusikannya.

ilustrasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun