Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengenal Filsafat Papua Di Bumi Cendrawasih Yang Bergolak

17 Juni 2012   06:41 Diperbarui: 21 Agustus 2019   12:11 1644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ; cloud.papua.go.id

Zaman pemerintahan Hindia- Belanda, daerah ini disebut dengan" Nugini Belanda" (Nederlands Nieuw-Guinea atau  Dutch New Guinea)" Lalu, setelah berintegrasi dengan Indonesia pada tahun 1969 - 1973 namanya berubah menjadi Provinsi Irian Barat. Namun pemerintahan Soeharto kemudian mengubah lagi namanya menjadi Irian Jaya pada tahun 1975 hingga tahun 2002.

Akan tetapi, sesuai Undang-undang Otonomi  Khusus Daerah Papua nomor 21 tahun 2001, nama Irian Jaya pun berubah lagi menjadi Provinsi Papua. Ini pun tak bertahan lama karena pada tahun 2003 terpaksa dibentuk menjadi dua provinsi, wilayah Papua timur disebut dengan Provinsi Papua sedangkan wilayah bagian barat disebut dengan Provinsi Irian Jaya Barat.

Belum selesai kita menghafal nama provinsi Irian Jaya Barat (wilayah bagian barat), pada tahun 2004  sudah berubah lagi menjadi Provinsi Papua Barat.

Ironisnya, apapaun nama yang diberikan untuk wilayah yang berada diujung paling timur Indonesia itu  -dalam peta dunia dikenal dengan pulau Irian Jaya-  tetap saja masyarakat setempat dan OPM lebih senang menyebutnya dengan Papua Barat.

Dari soal pemberian nama saja sudah memecahkan rekor dunia yaitu memberi nama sebuah provinsi sampai 5 nama dalam kurun waktu masa pengintegrasiannya.  Sepertinya hal ini belum pernah terdengar di negara dan wilayah manapun di dunia.

Belum lagi dari beberapa dimensi lainnya yang  unik dan tak kalah rumitnya. Beberapa dimensi itu sangat berkaitan dengan filsafat dan budaya masyrakat di sana yang perlu kita pahami sehingga kita mampu menarik benang merah apa dibalik gemuruhnya tanah Bintang Kejora terutama dalam kurun waktu  5 tahun terakhir dan meningkat pesat dalam setahun terakhir (2012).

Lima persoalan  utama di bumi Cendrawasih

  1. Penerapan otonomi khusus (Otsus) yang setengah jalan.
  2. Antipati masyarakat terhadap pemerintah akibat pola pendekatan dalam penegakan keamanan menimbulkan perasaan traumatis.
  3. Pemahaman integrasi yang kurang tepat oleh sebagian masyarakat di bumi Cendrawasih
  4. Adanya  fenomena diskriminasi dan memarjinalisasi warga papua dalam bidang hukum dan ekonomi
  5. Adanya infiltrasi negara asing untuk mengacaukan Papua dengan berbagai issue termasuk mengangkat 4 persoalan di atas dalam masyarakat di bumi Cendrawasih dan dalam pentas Internasional.

Apa buktinya penerapan Otsus belum berjalan dengan optimal? Tentu akan memerlukan pembuktian satu per satu dalam berbagai dimensi dan ini tidak mungkin diuraikan dalam tulisan ini. Akan tetapi secara keseluruhan kita dapat mengacu kepada UU yang memiliki 79 pasal dalam 24 Bab itu memang terlalu panjang dikali lebar sehingga mungkin terlalu sulit untuk dipahami secapat cepat oleh seluruh lapisan masyarakat, eksekutif, legislatif dan yudikatif.

  • Kita tidak boleh menutup mata, pelaksanaan otonomi khusus sudah berjalan sejak tahun 2001 namun hasil yang dinikmati masyarakat tentu saja tidak sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat. Terutama masyarakat kecil yang hidupnya di lereng-lereng gunung, lembah, ngarai, sungai  dan di pesisir pantai belum tersentuh seluruhnya disisi lain para pejabat di birokrasi menikmati dana otsus dengan berbagai aktitas yang lebih dominan untuk dinikmati sendiri, keluarga atau kelompok tertentu" tulisa Tifapapua 15/12/2011 lalu. (http://tifapapua.alaindonesia.com/berita/headline/papua-bergolak.html). 
  • Persoalan antipati masyarakat terhadap pola represif yang diperlihatkan oleh segelintir aparat kemanan dari masa orba hingga saat ini tentu bukan masyarakat di bumi Cendrawasih saja yang merasakannya. Di sini yang perlu diketahui adalah bahwa aparat keamanan dari sebuah negara pasti  berkewajiban melakukan upaya penjagaan keamanan negara yang terancam oleh  kegiatan Insurjen apapun melalui cara bertahap dalam bentuk Operasi Militer ntuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain untuk Perang (OMSP).
    • Dalam prakteknya tidak dapat dipungkiri masih terdapat aparat penegak keamanan negara bertindak brutal dan tidak sesuai dengan cermin yang tertera dalam upaya meningkatkan postur profesioanal TNI dalam buku putih TNI "Minimum Essential Force." (MEF). Inilah yang mejadi tantangan TNI dalam menjalankan perannya bertindak profesional  dan mampu mengendalikan emosi atau mengedapankan rasional sehingga tidak terjebak dalam jebakan para pelaku insurjensi.
  • Pemahaman integrasi yang dimaksud oleh sebagian warga di bumi Cendrawasih memang beraneka ragam. Untuk menjembatani pemahaman yang beraneka tersebut  kita dapat melihat apa pendapat yang pro dan kontra dalam memahami makna integrasi di tanah Cendrawasih.
    • Pada sebuah seminar sehari yang bertajuk “Pro dan Kontra Integrasi Papua Kedalam wilayah NKRI” yang diselenggarakan oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB) pada Mei 2010 lalu berkumpul pihak yang pro integrasi dan kontra integgrasi secara bersama-sama. 
    • Pihak yang pro Integrasi diwakili oleh :  Nicolas Messet (Tokoh Papua) dan Jimmy Demianus Ijie (Wakil Ketua DPR Papua Barat. Sedangkan yang kontra  integrasi antara lain diwakili oleh Edison Waromi, S.H (Presiden Eksekutif WPNA) dan Pdt. Socrates Sofyan Yoman, S.Th (Ketua Persekutuan Gereja-gereja Baptis di Papua) dan  Selpius Bobii selaku Ketua Umum Eknas Front PEPERA PB dan lainnya.
    • Pihak yang Pro integrasi mengatakan bahwa persoalan integrasi tidak perlu dibicarakan lagi karena sudah ada peraturannya dan diakui dunia internasional. Jadi integrasi Papua dalam NKRI adalah harga mati.
    • Sedangkan yang kontra  integrasi menagtakan bahwa Papua Merdeka adalah harga mati, mereka masih bersikeras bahwa pelaksanaan PEPERA tahun 1969 tidak demokratis, dan selain itu berlangsung di bahwa ancaman, todongan Militer Indonesia. Sudah tentu ini sudah melanggar HAM dan konvensi internasional, tentang hak-hak untuk menentukan nasib sendiri. Terbukti, hanya 1025 orang saja yang di pilih oleh pemerintah Jakarta, bukan di pilih oleh orang Papua. (sumber : http://sanironni.blogspot.com/2010_05_01_archive.html). 
  • Perasaan dianaktirikan atau dimarjinalkan oleh pendatang tentu ada dimana-mana. Entah dari mana asalnya, cara pandang seperti itu memang masih ada dan subur berkembang dalam masyarakat tertentu terutama dalam tatanan masyarakat yang mengutamakan homogen, tidak mengutamakan pluralisme dan kemajemukan.
    • Akan tetapi di bumi Cendrawasih sendiri  yang  masih terlihat tertinggal dalam beberapa dimensi  pembangunan itu ternyata ditemukan keneka ragaman yang amat luar biasa, yaitu terdapat 255 suku dari komunitas terbesar (Asmat dan Dani) hingga pada jumlah komunitas terkecil (Nafri dan Iha). 
    • Keaneka ragaman itu ternyata tidak mampu membuat warga di Bumi Cendrawasih tenang. Entah siapa yang menciptakan sumber keributan dan tujuan keributan itu sehingga kita sering melihat perang antar kampung, perang antar desa, perang antar warga dan sebagainya yang membuat rakyat di Bumi Cendrawasih semakin tertinggal dalam berbagai bidang.
  • Adanya infiltrasi kekuatan asing di bumi Cendrawasih tentu bukan hisapan jempol belaka. Bumi Cendrawasih yang kaya raya dan berlimpah ruah ternyata sangat menggiurkan. Tak heran adanya upaya kekuatan asing untuk mengobok-obok NKRI terutama mengangkat issue sentral dalam 5 persoalan utama di atas itu terus menggema dan menggelegak dari waktu ke waktu.
    • Apa keuntungan pihak asing jika bumi Cendrawasih lepas dari NKRI? Tentu banyak sekali. Jika saja Bumi Cendrawasih jatuh ke dalam Papua Nuigini tentu negara tersebut akan semakin kaya raya dan amat luas. Jika masuk ke Australia hal yang sama juga akan dirasakan oleh pemerintah Australia dan itu artinya NKRI tinggal menunggu waktu saja terkeluas satu per satu sehingga yang tertinggal hanya pulau Jawa saja.

Mungkin bagi sebagian kita yang tidak berada dan menetap di bumi Cendrawasih memang tidak dapat memahami kondisi yang sebenarnya. Akan tetapi tidak berada di sana bukan berati juga tidak mempunyai perhatian terhadap saudara-saudara kita nun jauh di sana. Maka melalui tulisan ini kita berkontribusi memberikan masukan yang berarti sehingga  diharapkan dapat membantu menjembatani masalah yang ada.

Berdasarkan uraian di atas, apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat di bumi Cendrawasih? Tentu juga banyak sekali yang harus dilakukan, diantaranya adalah :

  • Pola pendekatan penegakan keamanan harus dilakukan secara profesional dan proporsional. Intensitas dan kontiunitas harus dilakukan secara terpadu dan terukur.
  • Pembagian bagi hasil harus transparan dan sesuai dengan mekanismenya secara terbuka.
  • Peranan DPRP dan DPRD harus lebih ditingkatkan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan bumi Cendrawasih. Mengapa kita harus takut dan kuatir melihat bumi Cendrawasih maju dan makmur seperti Swiss atau sepeti Uni Emirat Arab (UEA) misalnya?
  • Kemampuan TNI mengatasi anti gerilya harus ditingkatkan secara tepat sasaran.
  • Kemampuan TNI meningkatkan kontra intelijen yang dijalankan oleh kekuatan asing harus dijalankan. Penyebaran kekuatan dalam jumlah besar dan merata harus dilakukan agar memperoleh "gambaran" yang sesungguhnya.
  • Tingkatkatkan pemberdayaan masyarakat di bumi Cendrawasih dalam hal dan bidang apapun. Dari tanah ini kita punya SDM-SDM yang tangguh baik dalam tenaga maupun otak yang mampu mengubah Indonesia menjadi negara besar dan diakui dunia. Jadi mari gunakan dan berikan kesempatan pada mereka.

Tentu masalah Papua di bumi Cendrawasih sekarang ini menjadi pertaruhan dan PR terberat pemerintah. Oleh karena itu pemerintah agar tidak tenggelam dalam persoalan kontraproduktif, misalnya mencetak  aparatur negara yang berhaluan hedonisme dan mementingkan jabatan dalam kompetisi berburu jabatan dan berkarakter koruptor. Ciptakanlah SDM yang memiliki kemampuan mensejahteraan warga dan daerah agar potensi insurjensi seperti yang sedang menggelayut di bumi Cendrawasih seperti ini tidak terjadi lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun