Selama dua tahun lebih masa pandemi, ternyata terdapat beberapa kemajuan obyek pariwisata di Siak. Tidak salah apabila Siak menjadi ikon pariwisata Riau.
Oleh
SYAHNAN RANGKUTI
·5 menit baca
Berlibur ke Riau belumlah lengkap apabila belum berkunjung ke Siak. Kalimat ini memang tidak berlebihan, karena ikon pariwisata Riau sesungguhnya adalah Istana Siak yang berada di Kota Siak, berjarak sekitar 110 kilometer dari Pekanbaru, ibu kota Provinsi Riau.
Istana Siak merupakan salah satu bangunan peninggalan raja Kerajaan Siak yang dulunya cukup disegani di pesisir timur Pulau Sumatera atau semenanjung Selat Malaka. Kerajaan itu berdiri tahun 1723 dengan raja pertama Sultan Abdul Jalil atau lebih dikenal dengan sebutan Raja Kecik. Adapun Istana Siak yang masih berdiri megah sampai saat ini dibangun dimasa pemerintahan Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin pada 1889.
Istana itu disebut juga Asseraiyah Al Hasyimiah atau Istana Matahari Timur yang merupakan perpaduan arsitektur bergaya Eropa, Timur Tengah, dan Melayu. Pembangunannya dilakukan oleh Vande Morte, arsitek asal Jerman yang bertemu sang raja saat berkunjung ke Belanda dan Jerman.
Vande Morte menyusun rapi bagian per bagian dari depan sampai ke belakang di areal seluas 3 hektar. Di bagian depan, sepertiga areal kompleks istana dijadikan taman indah berbentuk 10 lingkaran seperti labirin yang disebut Panca Wisada. Lanskap taman berporos di tengah dengan bentuk lingkaran yang diisi tiang bendera. Dari poros tengah itu terdapat jalan setapak lurus menghadap bagian pintu depan istana.
Bangunan utama istana berdiri tepat di tengah kompleks. Terdapat 10 pilar menara, yang enam di antaranya berada di bangunan utama dan empat pilar kecil di bagian fasad (depan). Dua pilar paling tinggi berada di tengah-tengah bangunan yang menjulang sampai ke bagian lantai dua istana. Seluruh dinding istana dicat berwarna kuning yang merupakan warna khas Melayu.
Di sisi paling kiri dan kanan atas pilar depan terdapat patung burung elang, terbuat dari perunggu yang mempercantik bentuk bangunan istana. Di bagian depan lantai satu istana terdapat delapan jendela besar bergaya timur tengah, masing-masing empat di kanan dan di kiri.
Di sisi kiri luar istana, terdapat sebuah bangunan lebih kecil yang disebut Istana Peraduan. Bangunan ini disebut juga Istana Latifah. Latifah adalah nama permaisuri Raja Siak Sultan Syarif Kasim II (raja terakhir Kesultanan Siak).
Istana Peraduan sesuai dengan namanya merupakan ”peraduan” atau tempat tinggal raja dan permaisuri. Ketika Kerajaan Siak menyatu dengan Republik Indonesia pada 1945, Sultan Syarif Kasim II bertempat tinggal di istana lebih kecil itu.
Saat raja wafat tahun 1968, kerabat raja menempati Istana Peraduan selama puluhan tahun. Mereka membuka gerai cendera mata atau suvenir buat pengunjung yang datang ke istana. Saat Istana Siak dinyatakan sebagai situs budaya pada tahun 2014, keluarga raja masih menempati Istana Peraduan.
Pada 2018, Istana Peraduan sudah tidak lagi dihuni keluarga sultan, dan proses pemugaran mulai dilakukan. Adalah perusahaan kertas dan bubur kertas PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), yang membiayai pemugaran dengan dana sebesar Rp 3,2 miliar.
Seluruh ruangan, ornamen, dan pernak-pernik Istana Peraduan dipertahankan sebagaimana bentuk aslinya. Misalnya, kunci pintu dan jendela, anak kunci, pegangan pintu buatan Eropa, yang sebelumnya banyak berkarat dan kusam, diperbaiki sebagaimana awalnya. Ada enam ruangan di Istana Peraduan yang dipugar, yaitu ruang tidur utama, ruang tamu, diorama, ruang makan, ruangan pembatas, dan ruang keluarga.
Peninggalan berupa foto-foto di istana kecil menunjukkan hobi dan kesukaan raja Syarif Kasim II. Foto yang menonjol adalah aktivitas raja dalam bidang pendidikan, olahraga dan kesenian.
Sebagian besar perabotan Istana Peraduan yang sudah rusak dan hilang dihadirkan kembali dalam bentuk replika. Seluruh bahan terbuat dari kayu jati.
Pada awal tahun 2020, Istana Peraduan sesungguhnya sudah selesai dipugar, tetapi baru diserahterimakan kepada Pemerintah Kabupaten Siak pada April 2021. Hal itu disebabkan pandemi Covid-19 yang melanda dunia termasuk seantero Tanah Air.
Bupati Siak Alfredi mengatakan, pemugaran Istana Peraduan yang dikembalikan ke bentuk aslinya berhasil dilakukan dengan sangat baik oleh ahlinya. Istana Peraduan melengkapi keberadaan istana utama yang sudah lebih dulu dilestarikan.
Ia menyampaikan, Istana Siak kini semakin menjadi kebanggaan warga Riau. Kawasan istana pun semakin bersinar karena sudah dijadikan kawasan budaya dan masuk dalam Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI).
Sebagai latar belakang, Pengajar Universitas Riau, Irham Temas, arsitek yang juga anggota Tim Ahli Cagar Budaya Riau, saat bertemu Kompas dalam proses renovasi Istana Peraduan mengatakan, Siak terutama pada pemerintahan raja ke-11, Sultan Syarif Hasyim, tahun 1889 adalah kerajaan terkenal di Nusantara dan dunia. Raja sebelumnya bahkan sempat menguasai sebagian besar Pulau Sumatera, termasuk Kerajaan Deli di Medan (pemilik Istana Maimun), Langkat, sebagian kecil Aceh—terutama Tamiang, Semenanjung Malaysia, Kepulauan Natuna, sampai ke Sambas di Kalimantan Barat—sebelum tergerus kolonialisasi Belanda dan Inggris.
Siak menjadi pusat perdagangan di Sumatera tengah dengan mengandalkan Sungai Siak sebagai jalur transportasi utama. Lokasinya yang dekat dengan Selat Malaka menjadi keunggulan utama untuk membawa hasil bumi dari Sumatera ke pelabuhan terbesar Asia saat itu, Malaka.
Dengan kondisi seperti itu, tidak mengherankan apabila Belanda membangun perkantoran yang dipimpin oleh kontroleur atau wedana yang berada di seberang istana yang dipisah oleh Sungai Siak. Seluruh kapal dagang yang lewat membawa muatan wajib menyetor pungutan kepada petugas bea dan cukai Belanda.
Untuk melakukan pengawalan terhadap pungutan, Belanda membangun sebuah tangsi atau pos militer yang tidak jauh dari gedung kontroleur. Untuk telekomunikasi, Belanda juga membangun kantor pos dan kantor telegraf yang tidak jauh dari bangunan kontroleur.
Saat berkunjung ke Siak akhir April 2022, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Siak Irving Kahar Simbolon mengatakan, saat ini gedung kontroleur sudah selesai direhabilitasi. Namun sayangnya, Kompas belum sempat melihatnya karena hari sudah gelap dan harus kembali ke Pekanbaru, segera.
Satu hal yang terbaru di Siak, tambah Irving, pihaknya sudah menyediakan lift baru di Jembatan Sultanah Latifah yang diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2007. Hanya saja, lift itu belum dibuka untuk umum. Dari lift itu, pengunjung nantinya dapat melihat Kota Siak dari ketinggian.
Selama dua tahun lebih masa pandemi, ternyata terdapat beberapa kemajuan obyek pariwisata di Siak. Tidak salah apabila Siak menjadi ikon pariwisata Riau. Di musim Lebaran tahun 2022 ini, Siak lebih siap menyambut wisatawan.
(Sebagian bahan tulisan diambil dari situs web.siakkab.go.id dan cagarbudaya.kemdikbud.go.id)