Tingkat Emisi Karbon Mencapai Rekor Tertinggi, Suhu Global Terus Memanas
Emisi karbon global dari bahan bakar fosil tahun 2023 mencapai rekor tertinggi. Dengan tren emisi saat ini, pemanasan global akan melampaui 1,5 derajat celsius.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah menguatnya krisis iklim, emisi karbon global dari bahan bakar fosil justru meningkat lagi pada tahun 2023 hingga mencapai rekor tertinggi. Dengan tren emisi saat ini, pemanasan global akan melampaui 1,5 derajat celsius dalam tujuh tahun.
Meningkatnya emisi karbon ini dilaporkan tim sains Global Carbon Project dalam di jurnal Earth System Science Data pada Selasa (5/12/2023), di saat para pemimpin dunia menyelenggarakan Perundingan Iklim Global Ke-28 (COP28) di Dubai, Uni Emirat Arab.
Tim tersebut terdiri dari para peneliti dari University of Exeter, University of East Anglia (UEA), Cicero Center for International Climate Research, Ludwig-Maximilian-University Muenchen, dan 90 institusi lain di seluruh dunia.
Kajian ini merupakan bagian dari perhitungan Anggaran Karbon Global (Global Carbon Budget) tahunan. Laporan menyebutkan, emisi karbon dioksida (CO2) dari fosil sebesar 36,8 miliar metrik ton pada tahun 2023, naik 1,1 persen dari tahun 2022.
Tren regional emisi sangat bervariasi. Emisi pada tahun 2023 diproyeksikan meningkat di India (8,2 persen) dan China (4,0 persen) serta menurun di Uni Eropa (-7,4 persen), Amerika Serikat (-3,0 persen), dan negara-negara lain di dunia (-0,4 persen).
Secara keseluruhan emisi karbon meningkat. Para ilmuwan mengatakan, tindakan global untuk mengurangi bahan bakar fosil tidak dilakukan dengan cukup cepat untuk mencegah perubahan iklim yang berbahaya.
Selain itu, laporan tersebut menyebutkan, emisi dari perubahan penggunaan lahan, seperti deforestasi, diperkirakan akan sedikit menurun, tetapi terlalu tinggi untuk diimbangi dengan tingkat reboisasi dan aforestasi (hutan baru) saat ini.
Laporan tersebut memproyeksikan total emisi karbon dioksida global dari energi fosil dan perubahan penggunaan lahan diperkirakan mencapai 40,9 miliar metrik ton pada tahun 2023.
Jumlah tersebut hampir sama dengan tingkat emisi karbon pada tahun 2022, jauh dari pengurangan emisi yang sangat dibutuhkan untuk memenuhi target iklim global.
”Dampak perubahan iklim terlihat jelas di sekitar kita, namun tindakan untuk mengurangi emisi karbon dari bahan bakar fosil masih sangat lambat,” kata Pierre Friedlingstein dari Exeter’s Global Systems Institute, yang memimpin penelitian tersebut.
Melebihi ambang 1,5 derajat celsius
Dengan tren emisi karbon saat ini, para peneliti memproyeksikan bahwa suhu Bumi akan segera melampui ambang batas 1,5 derajat celsius, sebagaimana disepakati dalam Perjanjian Paris.
Dampak perubahan iklim terlihat jelas di sekitar kita, tetapi tindakan untuk mengurangi emisi karbon dari bahan bakar fosil masih sangat lambat.
”Sekarang tampaknya kita akan melampaui target 1,5 derajat celsius dalam Perjanjian Paris, dan para pemimpin dunia yang bertemu di COP28 harus menyetujui pengurangan emisi bahan bakar fosil secara cepat, bahkan untuk mempertahankan target 2 derajat celsius,” ujarnya.
Studi ini juga memperkirakan sisa anggaran karbon sebelum target 1,5 derajat celsius bakal dilanggar secara konsisten selama beberapa tahun, tidak hanya untuk satu tahun.
Pada tingkat emisi saat ini, tim Anggaran Karbon Global memperkirakan 50 persen kemungkinan pemanasan global akan melampaui 1,5 derajat celsius secara konsisten dalam waktu sekitar tujuh tahun.
Perkiraan ini mempunyai ketidakpastian yang besar, terutama karena ketidakpastian tambahan pemanasan yang berasal dari faktor non-CO2, terutama untuk target 1,5 derajat celsius yang mendekati tingkat pemanasan saat ini.
Namun, jelas bahwa anggaran karbon yang tersisa dan waktu yang tersisa untuk memenuhi target 1,5 derajat celsius serta menghindari dampak perubahan iklim yang lebih buruk akan segera habis.
Corinne Le Quéré, profesor riset Royal Society di Fakultas Ilmu Lingkungan UEA, mengatakan, ”Data CO2 terbaru menunjukkan upaya saat ini belum mendalam atau meluas untuk menurunkan emisi global menuju net zero, tapi tren emisi yang mulai berubah menunjukkan kebijakan iklim bisa efektif.”
Tingkat emisi global cepat meningkatkan konsentrasi CO2 di atmosfer kita, menyebabkan perubahan iklim tambahan serta dampak kian serius. ”Semua negara perlu melakukan dekarbonisasi perekonomian lebih cepat dibandingkan saat ini untuk menghindari dampak perubahan iklim lebih buruk,” ujarnya.
Suhu harian
Suhu global ERA5 sementara untuk 17 November dari @CopernicusECMWF 1,17 derajat celsius lebih tinggi dari suhu pada tahun 1991-2020, suhu terpanas yang pernah tercatat.
”Perkiraan terbaik kami, ini adalah hari pertama ketika suhu global lebih dari 2 derajat celsius, di atas suhu tahun 1850-1900 (atau pra-industri), yaitu 2,06 derajat celsius,” kata Samantha Burgess, Wakil Direktur Layanan Perubahan Iklim Copernicus (C3S) Uni Eropa.
Rekor suhu harian ini belum menandai perubahan suhu rata-rata tahunan berkelanjutan, yang mencapai 1,2 derajat celsius lebih panas dibandingkan pada masa pra-industri.
Namun, fakta bahwa Bumi melampaui batas pemanasan 2 derajat celsius selama setidaknya satu hari menunjukkan serangkaian rekor suhu yang tercatat dalam beberapa bulan terakhir.
Sebelumnya, suhu global melewati rekor tertinggi pada Juli, Agustus, September, dan Oktober. Data Copernicus menunjukkan tren ini berlanjut, bahkan tambah tinggi, sampai November. Dengan tren ini, rata-rata suhu global tahun 2023 diprediksi 1,3-1,4 derajat celsius di atas suhu pada masa pra-industri.
Perjanjian Paris tahun 2015 menetapkan tujuan untuk mempertahankan kenaikan suhu rata-rata global ”jauh di bawah” 2 derajat celsius dibandingkan suhu pada masa pra-industri dan menargetkan suhu yang lebih aman sebesar 1,5 derajat celsius.