Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Reog Cemandi, Kesenian untuk Menakuti Penjajah Belanda

Kompas.com - 09/04/2023, 07:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

Sumber Kemdikbud

KOMPAS.com - Di Jawa Timur, terdapat beberapa kesenian yang memakai nama reog, Reog Cemandi salah satunya.

Reog Cemandi berasal dari Sidoarjo, tepatnya dari Desa Cemandi di Kecamatan Sedati.

Berbeda dari Reog Ponorogo, Reog Cemandi tidak menghadirkan warok dan topengnya tidak dihiasi bulu merak.

Konon, kesenian tradisional ini dibuat pada masa penjajahan untuk menakuti Belanda yang hendak memasuki Desa Cemandi.

Kini, Reog Cemandi biasanya ditampilkan masyarakat Sidoarjo pada acara karnaval, pernikahan, peringatan hari besar Islam, Hari Kemerdekaan, serta Hari Jadi Sidoarjo.

Baca juga: Sejarah Tari Banjar Kemuning dari Sidoarjo

Asal-usul Reog Cemandi

Melansir laman Kemdikbud, kesenian Reog Cemandi sudah ada sejak 1922.

Pencipta Reog Cemandi adalah Dul Katimin, mantan santri di pesantren Tegalsari, Ponorogo, yang mempunyai pondok di kawasan Sidosermo, Surabaya.

Konon pada 1917, Dul Katimin yang telah menyelesaikan kegiatan pesantren, berjalan pulang ke Sidoarjo.

Ketika melewati Pagerwojo, Katimin bertemu para petani muda yang menabuh kendang sembari menunggu waktu salat ashar.

Karena para pemuda kurang paham tata cara salat, Katimin tinggal sementara untuk mengajarkan agama Islam kepada mereka.

Baca juga: Sejarah Kesenian Barongan Blora

Ternyata, pemuda tersebut pernah menjadi gemblak, pemuda yang dipilih menjadi ''simpanan'' para warok, dalam kesenian Reog Ponorogo.

Setelah beberapa bulan di Pagerwojo, Katimin memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Sidoarjo.

Kali ini Katimin tidak sendiri, karena diikuti oleh para pemuda yang berkeinginan menemaninya.

Sesampainya di Desa Cemandi, Sidoarjo, Katimin dan para pemuda membuka lahan untuk dibangun surau.

Kebiasaan para pemuda yang tetap menabuh kendang serta menari-nari, digunakan oleh Katimin sebagai sarana dakwah Islam hingga banyak warga yang tertarik ke surau untuk salat berjemaah.

Tidak lama kemudian, Katimin mengetahui bahwa warga Cemandi dituntut untuk membayar pajak setelah panen.

Ketika menarik pajak, Belanda mengirim tentara Oost Indische Leger atau OIL, yang tidak jarang menyiksa penduduk.

Baca juga: Kesenian Ubrug, Teater Asal Banten

Katimin, yang mempunyai ide untuk mengusir para penarik pajak, menyuruh warga Cemandi mencari enam batang kayu nangka yang masing-masing berukuran 50 cm dan kayu randu dengan panjang satu telapak kaki orang dewasa.

Kayu nangka tersebut dibuat kendang dan kayu randu digunakan untuk membuat topeng yang menyerupai wajah buto cakil dengan dua taring.

Ketika utusan Belanda datang ke Desa Cemandi untuk menarik pajak, Katimin dan para pemuda dari Pagerwojo mementaskan kesenian barongan dan kendang.

Tentara OIL yang datang pun ikut berjoget,dan disaat itulah mereka dihajar beramai-ramai hingga tidak berdaya.

Setelah itu, mereka tidak lagi berani memungut pajak apalagi melakukan kekerasan kepada warga Desa Cemandi.

Baca juga: Nandong Smong, Kesenian Tradisional Simeulue

Versi lain menyatakan bahwa Katimin mendapat ide dari pemimpin pondok pesantren bernama Kiai Mas Albasyaiban.

Setelah kendang dan topeng selesai dibuat, Kiai ini yang mengisi topeng dengan makhluk gaib sejenis genderuwo.

Ketika para penarik pajak datang, Kiai meminta dua warga Cemandi mengenakan topeng barongan lanang dan wadon, kemudian menari diiringi kendang berkeliling desa.

Konon, tarian itu terlihat menyeramkan di mata Belanda, sehingga mereka ketakutan dan urung kembali ke Desa Cemandi.

Tarian yang diiringi kendang dan angklung ini kemudian disebut Reog Cemandi.

Properti tari Reog Cemandi

Jumlah pemain Reog Cemandi sekitar 13 orang, yang terdiri dari penari yang memakai topeng barongan lanang dan wadon, serta para penabuh gendang dan pemain angklung.

Sedangkan properti yang digunakan dalam kesenian Reog Cemandi antara lain, topeng barongan lanang dan wadon, keris, tali untuk ikat pinggang penari barongan lanang, golok, kalung untuk penari barongan wadon, dan selendang kuning.

 

Referensi:

  • Dhawi, Aidden Raditya, dkk. (2022). Menatap Lebih Akrab: Antologi Hasil Penelitian Pembelajaran Berbasis Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Kelas X3 & X4 SMA Negeri 1 Sidoarjo. Gresik: Caremedia Communication.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com