Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perang Kemerdekaan Indonesia: Latar Belakang, Pertempuran, dan Akhir

Kompas.com - 22/09/2022, 18:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perang Kemerdekaan Indonesia terjadi sejak 1945 hingga 1949, yang menjadi puncak perjuangan bangsa Indonesia.

Meskipun sudah resmi merdeka sejak 17 Agustus 1945, masih banyak pihak yang belum bisa menerima kemerdekaan Indonesia, termasuk Belanda dan Sekutu.

Akibatnya, pertempuran pun terjadi pada masa Revolusi Kemerdekaan yang memakan korban mencapai ribuan jiwa.

Baca juga: Dampak Negatif Konferensi Meja Bundar

Latar belakang

Latar belakang terjadinya perang kemerdekaan Indonesia adalah keinginan Belanda dan Sekutu untuk kembali menguasai Nusantara.

Satu bulan setelah Indonesia dinyatakan merdeka, tepatnya tanggal 29 September 1945, Sekutu datang.

Sekutu yang dalam hal ini adalah Inggris, sudah membentuk satuan komando bernama SEAC mengirim pasukan mata-mata untuk melihat kondisi di Indonesia setelah kependudukan Jepang pada 1942 silam.

Rupanya, saat itu, Sekutu datang dengan diboncengi oleh NICA (Nederlands Indies Civil Adminstration), yaitu pemerintahan sipil Belanda yang bertujuan untuk kembali berkuasa di Indonesia.

Inggris yang ditugaskan ke Indonesia ternyata diam-dian sudah mengadakan perjanjian rahasia bersama Belanda yang disebut Civil Affair Agreement pada 24 Agustus 1945 silam.

Isi Civil Affair Agreement adalah tentara pendudukan Inggris di Indonesia akan memegang kekuasaan atas nama pemerintah Belanda.

Sekutu mendarat pertama kali di Tanjung Priok, yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Sir Philip Christison.

Awalnya, kedatangan Sekutu di Indonesia disambut dengan baik.

Namun, setelah mengetahui bahwa Sekutu datang dengan diboncengi NICA yang secara gamblang ingin kembali menegakkan kekuasaan di Indonesia, maka reaksi pihak Indonesia terhadap Sekutu berubah.

Hal inilah yang kemudian memicu terjadinya pertempuran di berbagai daerah di Indonesia.

Suasana sekitar saat Pertempuran Ambarawa terjadiwikimedia.org Suasana sekitar saat Pertempuran Ambarawa terjadi

Baca juga: Kronologi Pertempuran Surabaya

Pertempuran

Ambarawa

Pertempuran Ambarawa terjadi pada 20 Oktober 1945, ketika Sekutu yang dipimpin oleh Brigjen Bethel mendarat di Semarang.

Setelah itu, pasukan Sekutu yang sedang berjalan menuju ke Magelang pun membuat kerusuhan.

Awalnya, Bethel diperkenankan untuk melucuti senjata pasukan Jepang.

Dia juga diizinkan mengevakuasi 19.000 interniran Sekutu yang ada di Kamp Banyu Biru Ambarawa dan Magelang.

Akan tetapi, ternyata pasukan Sekutu membelot dengan mempersenjatai para tawanan Jepang.

Pada 26 Oktober 1945, insiden pun pecah di Magelang, yang kemudian berlanjut antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan tentara Inggris.

Orange Hotel di Surabaya, lokasi perobekan bendera Belanda ketika Pertempuran Surabaya. wikipedia.com/ National Museum of World Cultures Orange Hotel di Surabaya, lokasi perobekan bendera Belanda ketika Pertempuran Surabaya.

Puncak pertempuran terjadi pada 20 November 1945, di Ambarawa antara pasukan TKR yang dipimin Mayor Sumarto dengan pasukan Inggris.

Aksi tembak-menembak dan pengeboman terus terjadi selama berhari-hari.

Kendati begitu, pada akhirnya pasukan TKR berhasil meluluhlantakkan pasukan Inggris pada 12 Desember 1945.

Pada akhirnya, pasukan Inggris yang sudah sangat terdesak bersedia meninggalkan Ambarawa dan mundur ke Semarang pada 15 Desember 1945.

Baca juga: Pertempuran Ambarawa: Latar Belakang, Tokoh, Akibat, dan Akhir

Surabaya

Tentara Inggris tiba di Surabaya pada 25 Oktober 1945, di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Mallaby.

Kemudian, pada 27 Oktober 1945, tentara Inggris mulai menduduki gedung-gedung pemerintahan di Surabaya yang dijaga oleh rakyat dan para pemuda Indonesia.

Lebih lanjut, pada 29 Oktober 1945, atas permintaan Letjen Christison, Presiden Soekarno datang ke Surabaya untuk menghentikan pertempuran.

Pertemuan keduanya pun menghasilkan terjadinya gencatan senjata.

Akan tetapi, pada 31 Oktober 1945, tersiar kabar tentang hilangnya Brigjen Mallaby yang ternyata tewas terbunuh.

Sebagai tindak lanjut dari kabar tersebut, pihak Inggris, Mayir Jenderal Manserg, memberikan ultimatum kepada rakyat Surabaya pada 9 November 1945.

Namun, hingga tanggal 10 November 1945, pukul 06.00 pagi WIB, tidak ada seorang pun dari bangsa Indonesia yang menyerahkan diri.

Akibatnya, pertempuran pun pecah. Para pejuang Indonesia berusaha melawan Sekutu menggunakan senjata tradisional bambu runcing.

Setelah tiga pekan, pertempuran Surabaya pun mulai mereda pada 28 November 1945.

Pertempuran ini telah memakan korban jiwa dari pihak Indonesia sebanyak 20.000 orang, sedangkan dari pihak Sekutu sebanyak 1.500 orang.

Baca juga: Mohammad Toha, Tokoh Penting Peristiwa Bandung Lautan Api

Bandung Lautan Api

Peristiwa Bandung Lautan Api terjadi tanggal 13 Oktober 1945, ketika pasukan Sekutu tiba di Kota Bandung dengan diboncengi oleh NICA.

Setibanya di Bandung, pasukan Sekutu langsung menguasai kota dengan alasan melucuti dan menawan tentara Jepang.

Kemudian, pada 27 November 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum agar rakyat Bandung segera meninggalkan area Bandung Utara, tetapi ultimatum itu tidak dihiraukan.

Sekutu yang mulai terdesak pun kembali mengeluarkan ultimatum kedua agar selambat-lambatnya pada 24 Maret 1946 pukul 24.00, pasukan Indonesia sudah meninggalkan Bandung sejauh 11 kilometer.

Ultimatum ini lantas mendongkrak semangat perlawanan para pejuang Indonesia.

Pasukan Indonesia membuat strategi dengan merancang operasi bernama Bumi Hangus.

Begitu penduduk meninggalkan Bandung, operasi Bumi Hangus langsung dijalankan dengan membakar bangunan rumah atau gedung di Bandung.

Prasasti yang menjadi bukti terjadinya Pertempuran Medan AreaWikipedia.org Prasasti yang menjadi bukti terjadinya Pertempuran Medan Area

Dalam sekejap, Kota Bandung sudah diselimuti oleh asap gelap dan pemadaman listrik.

Kondisi ini kemudian dimanfaatkan oleh tentara Indonesia untuk menyerang Sekutu secara bergerilya.

Baca juga: Pertempuran Medan Area: Latar Belakang, Konflik, dan Dampak

Medan Area

Pertempuran Medan Area terjadi tanggal 13 Oktober 1945 hingga April 1946, setelah tentara Sekutu yang dipimpin oleh TED Kelly mendarat di Medan.

Kedatangan Sekutu dan NICA ini memancing kemarahan warga Indonesia.

Terlebih, ketika salah satu anggota NICA disebut merampas dan menginjak-injak lencana merah putih yang digunakan oleh seorang pemuda Indonesia.

Menindaklanjuti hal ini, pada 13 Oktober 1945, barisan pemuda dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) bertempur melawan Sekutu dan NICA.

Inggris kemudian mengeluarkan ultimatum kepada bangsa Indonesia untuk segera menyerahkan senjata kepada Sekutu, tetapi lagi-lagi ultimatum itu tidak diindahkan.

Puncak pertempuran terjadi tanggal 10 Desember 1945, di mana Sekutu dan NICA menyerang Kota Medan secara habis-habisan.

Bulan April 1946, Sekutu sudah berhasil menguasai Kota Medan.

Baca juga: Kronologi Agresi Militer Belanda I

Agresi Militer Belanda I

Setelah proklamasi kemerdekaan berlangsung, Indonesia masih dihantui oleh Belanda.

Belanda terus berusaha merebut kembali kemerdekaan dengan melakukan sejumlah serangan, salah satunya Agresi Militer Belanda I.

Agresi Militer Belanda I terjadi pada tanggal 21 Juli 1947 hingga 5 Agustus 1947, yang dipimpin oleh Letnan Gubernur Jenderal Johannes van Mook.

Tujuan Agresi Militer Belanda I adalah membangkitkan perekonomian Belanda dengan cara menguasai kekayaan sumber daya alam Indonesia.

Target utama Belanda ialah Sumatera dan Jawa untuk menguasai sumber daya alam di sana.

Di Pulau Jawa, Belanda menyerang Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Indonesia mengirim pasukan Siliwangi untuk melawan tentara Belanda.

Salah satu strategi yang digunakan oleh pasukan Siliwangi adalah melakukan serangan gerilya pada sektor-sektor penting, seperti jalan-jalan penghubung, jalur logistik, dan pos Belanda.

Pada praktiknya, serangan gerilya pasukan Siliwangi di Jawa Barat berhasil mengalahkan usaha perkebunan yang menjadi sektor ekonomi penting bagi Belanda.

Agresi Militer Belanda I berakhir dengan ditandatanganinya Perjanjian Renville pada 17 Januari 1947.

Baca juga: Mengapa Perjanjian Renville Merugikan Indonesia?

Agresi Militer Belanda II

Belanda mengingkari perjanjian Renville dengan melancarkan serangan Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948, di Yogyakarta.

Pada Minggu pagi 19 Desember 1948, Belanda mulai menyerang Kota Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu kota sementara Indonesia.

Belanda melakukan serangan udara mendadak yang membuat pasukan Indonesia kewalahan.

Hanya dalam waktu beberapa jam, sore hari pada tanggal yang sama, Yogyakarta sudah berhasil diambil alih oleh Belanda.

Setelah mendengar serangan mendadak tersebut, Panglima TNI Jenderal Sudirman memberikan perintah kilat melalui radio yang bertujuan untuk melawan musuh dengan cara perang rakyat semesta.

Maksudnya, para pasukan akan hijrah dengan cara long march ke wilayahnya masing-masing dan membentuk kekuatan.

Setelah kekuatan terbentuk, pertempuran dimulai antara pasukan Indonesia dan pasukan Belanda.

Agresi Militer Belanda II telah banyak memakan korban jiwa dan kerusakan besar bagi pihak Indonesia.

Saking besarnya, aksi penyerangan ini sampai terdengar ke kancah internasional, termasuk Amerika Serikat (AS).

Akibatnya, AS memutuskan untuk menghentikan bantuan dana kepada Belanda. AS dan PBB juga mendesak agar Belanda segera melakukan gencatan senjata dan menggelar perundingan damai.

Akhirnya, pada 7 Mei 1949, Agresi Militer Belanda II berakhir dengan ditandatanganinya perjanjian Roem-Royen.

Baca juga: Hasil Konferensi Meja Bundar yang Tidak Dapat Direalisasikan Belanda

Akhir

Akhir perang kemerdekaan Indonesia adalah penyerahan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949.

Sebelum penyerahan itu tercapai, Indonesia dan Belanda lebih dulu berunding dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, pada 23 Agustus hingga 2 November 1949.

KMB dipimpin langsung oleh Wakil Presiden Indonesia, Mohammad Hatta.

Pada akhirnya, tanggal 2 November 1949, Indonesia dan Belanda berhasil mencapai kesepakatan dengan menandatangani persetujuan KMB.

Salah satu isi KMB adalah Belanda menyerahkan kedaulatan penuh kepada RI pada Desember 1949, tepatnya tanggal 27 Desember.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com