Filosofi di Balik Sate Bulayak

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Selasa, 15 Februari 2022 | 08:37 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 1K


Jakarta, InfoPublik - Berencana nonton MotoGP Maret mendatang di sirkuit Mandalika, Lombok? Selain menonton balapan bergengsi itu, ada baiknya Anda juga jalan-jalan dan menikmati kuliner khas daerah itu. Salah satu kuliner yang bisa Anda coba adalah sate Bulayak.

Sate Bulayak sebenarnya hampir sama dengan sate-sate lainnya. Yang membedakan sate Bulayak dengan sate lainnya ada pada bumbu dan bulayaknya (lontong). Dinamakan sate Bulayak karena sate ini biasanya dinikmati bersama bulayak itu.

Bulayak, lontong khas Lombok yang bahannya terbuat dari beras ketan. Bentuknya agak bulat memanjang dan dibungkus daun kelapa atau daun enau (nira) muda.

Konon, bulayak berarti memutar. Ini mengacu pada cara membukanya yang terlebih dahulu menekan ujung kulit, lalu diputar.

Ukuran bulayak ini lebih kecil dibanding lontong biasa. Bentuknya mengerucut. Cara melilitnya pun unik. Daun dililit secara spiral. Untuk membukanya harus dengan gerakan memutar.

Bulayak memiliki tekstur lembut dan rasa gurih yang didapat dari penggunaan daun enau sebagai pembungkusnya. Baunya pun harum.

Sedangkan satenya berbahan daging sapi, ayam atau kambing, dan ada juga jeroan sapi. Daging dipotong kecil-kecil lalu ditusuk seperti sate pada umumnya.

Nah, yang menggoda dari sate bulayak ini adalah bumbunya. Bumbu kacangnya terbuat dari kacang tanah yang disangrai, ditumbuk, lalu direbus bersama santan serta bumbu-bumbu lain seperti ketumbar, jintan, bawang merah, bawang putih, lada, santan kelapa, kemiri, cabai, dan air jeruk nipis.

Rasa bumbu kacangnya mirip bumbu kari. Yang menonjol dari bumbu ini adalah rasa pedas sebagai ciri khas masakan Lombok.

Untuk menikmati sate ini, cukup dengan membuka daun yang melilit bulayak, lalu bulayak dicelupkan ke saus kacang.

Mengutip lombokbaratkab.go.id, sate bulayak ini berasal dari kota Narmada. Narmada merupakan taman peninggalan raja Mataram.

Menurut sebagian warga setempat, sate bulayak ini sudah ada sejak zaman lawas. Dulunya, makanan khas ini tidak hanya berupa sate bulayak saja, tetapi lengkap dengan saur (parutan kelapa), kacang kedelai dan urap jambah. Media menu inilah yang dihidangkan dalam sebuah media/wadah dulang, ditutupi tebolaq yang dihiasi kaca cermin dan keke (kerang).

Filosofi kaca cermin dan kerang yang dituangkan dalam tutup tebolaq ini, ternyata menggambarkan sebuah peringatan kepada penyantapnya. Kaca cermin ini, menurut salah seorang sesepuh adat di Narmada, memberi makna yang menyantap makanan tersebut hendaknya senantiasa bercermin/diberi peringatan agar jangan menikmati makanan terlalu kenyang agar tidak menjadi sumber penyakit.

Sedangkan kerang (keke) menjadi simbol kematian. Kerang atau siput kosong ini, memberi makna peringatan kepada kita, agar ingat terhadap kematian. "Kedua media, antara cermin dan kerang ini memberi peringatan, jangan terlalu banya makan, apalgi sampai sakit. Akibatnya kematian yang datang menjemput," kata L. Pangkat Ali, Pranata Humas Pelaksana Lanjutan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat seperti dilansir lombokbaratkab.go.id.

Namun dalam perkembangannya, kelengkapan menu tadi tak bisa lagi kita temukan. Menu sate bulayak tak lagi lengkap seperti awalnya.

Meski tak selengkap pada awalnya, kuliner ini tetap layak Anda coba. Apalagi jika Anda berniat melihat MotoGP 2022 yang bakal dilangsung Maret mendatang di Sirkuit Mandalika.

(Ilustrasi sate. Foto: pixabay)