Umar Patek Terbukti Berperan Dalam Bom Bali
Berita

Umar Patek Terbukti Berperan Dalam Bom Bali

Pengacara menilai hukuman dua puluh tahun terbilang berat, tidak sebanding dengan peran kliennya.

rfq
Bacaan 2 Menit
Umar Patek (tengah) terbukti berperan dalam bom bali. Foto: Sgp
Umar Patek (tengah) terbukti berperan dalam bom bali. Foto: Sgp

Ruang sidang utama Kusuma Atmaja Pengadilan Negeri Jakarta Barat penuh sesak dipenuhi jurnalis, lokal maupun luar negeri. Semua mata pengunjung sidang mengarah kepada lelaki berwajah keturunan arab yang duduk di kursi terdakwa. Lelaki itu adalah Hisyam bin Ali Zein. Kamis (21/6), Hisyam yang lebih dikenal sebagai Umar Patek tengah menghadapi vonis majelis hakim.

Sidang pembacaan vonis berjalan cukup lama, sekitar 12 jam. Maklum, berkas vonis yang dibacakan secara bergantian oleh majelis hakim yang diketuai Encep Yuliadi setebal 270 halaman. Dalam amar putusan, majelis hakim menyatakan Patek terbukti bersalah melanggar dakwaan penuntut umum. Makanya, Patek divonis 20 tahun penjara.

“Terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana melakukan permufakatan jahat, menyembunyikan informasi pelaku terorisme, melakukan pembunuhan berencana, memasukkan data palsu pada akta otentik, memasukan dan menguasai senjata api,” ujar Encep memaparkan amar putusan.

Hukuman yang diberikan majelis hakim lebih ringan dari tuntutan. Dalam rekuisitor, penuntut umum meminta majelis hakim menghukum Patek dengan pidana penjara seumur hidup. 

Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menilai Patek terbukti memiliki peran dalam serangkaian insiden peledakan bom natal. Misalnya, pada 2000-2002 Patek yang berdomisili di Pemalang Jawa Tengah diajak hijrah ke Jakarta oleh Dulmatin. Di Jakarta, Patek dikenalkan Dulmatin kepada Imam Samudra.

Dalam pertemuan itu, Imam Samudra berencana balas dendam akibat pembantaian terhadap umat muslim di Poso. Imam Samudra kemudian meminta Patek agar merakit bahan peledak untuk meledakan sejumlah gereja pada malam natal, 24 Desember 2000. Gereja yang diincar antara lain Gereja Anglikan, Okumene, Santo Yosep, dan Katedral.

Kendatipun Patek tidak bertindak sebagai eksekutor, majelis hakim berpendapat peran Patek dalam merakit bahan peledak telah nyata. “Terdakwa meskipun tidak ikut harusnya sudah mengetahui akan ada peledakan. Maka unsur memberikan bantuan terhadap pelaku terorisme terpenuhi,” ujarnya.

Lalu, dalam kasus bom Bali, gagasan awalnya berangkat dari Dulmatin, Imam Samudra, Salwas, dan Muklas. Patek semula menentang rencana tersebut dengan alasan Indonesia bukan daerah konflik. Menurut Patek, untuk balas dendam terkait pembantaian muslim di Poso, sebaiknya dengan membantu pejuang muslim di Palestina. Pendapat Patek tak digubris.

“Majelis berpendapat, walau seberat apapun pertentangan batin sanubari yang dialami terdakwa, yang dihadapi terdakwa tidak mengikuti seniornya, tapi terdakwa mengikuti seniornya,” ujar anggota majelis hakim Krisnugroho.

Menurut Krisnugroho, kalau memang protes, Patek seharusnya melaporkan rencana peledakan itu ke Kepolisian. Alih-alih melaporkan rencana tersebut, Patek justru ikut meracik bom. “Akibatnya, banyak nyawa yang hilang baik dari warga negara asing maupun warga Bali.”

Majelis hakim berkesimpulan unsur-unsur Pasal 340 jo 55 ayat (1) ke-1 KUHP terpenuhi, karena Patek terbukti berperan dalam pembunuhan berencana yang mengakibatkan hilangnya nyawa ratusan orang.

Usai bom Bali, Patek bersama sang istri serta dua rekannya bernama Herri Kuncoro dan Hasan Noor bertolak ke Filipina hingga 2009. Setahun kemudian, Patek berencana hijrah ke Afganistan dengan terlebih dahulu singgah ke Indonesia. Sebelum sampai di Indonesia, Patek menjual beberapa senjata api yang uang hasil penjualan untuk biaya ke Indonesia.

Sisa senjata yang tidak terjual diserahkan kepada Herri Kuncoro. Senjata itu awalnya akan diserahkan ke pejuang muslim di Filipina, namun Herri ternyata memakai senjata itu untuk mengawal Patek. Pemberian senjata itu dianggap sebagai perbuatan memasukan senjata ilegal ke dalam Indonesia. Makanya,Patek dinilai melanggar UU Darurat sebagaimana juga didakwakan penuntut umum.

Hal-hal yang memberatkan, menurut majelis hakim, perbuatan Patek dinilai mengangu stabilitas keamanan dan perekonomian negara. Patek juga dinilai telah merugikan korban, keluarga korban dan masyarakat pada umumnya. Apalagi, Patek melarikan diri setelah insiden bom terjadi. Sedangkan hal yang memberatkan, Patek mengakui perbuatannya, dan meminta maaf kepada korban, keluarga korban serta masyarakat internasional di muka persidangan.

Koordinator tim pengacara terdakwa, Asludin Hatjani menilai vonis majelis hakim cukup berat. Dia membandingkan vonis kliennya dengan Idris, pelaku insiden bom natal, yang dihukum sepuluh tahun penjara. Padahal, menurut Asludin, Idris memiliki peran lebih besar ketimbang Patek.

“Hukuman ini terlalu berat. Kami menyatakan pikir-pikir untuk banding, kami akan konsultasikan dengan keluarga klien saya,” ujarnya.

Sama halnya dengan pengacara, penuntut umum juga belum memutuskan untuk menempuh upaya hukum. “Kami juga akan pikir-pikir majelis,” kata koordinator penuntut umum, Bambang Suharjadi.

Sebagaimana diketahui, Patek dijerat dengan dakwaan kumulatif oleh penuntut umum. Pertama, Pasal 15 jo Pasal 9 Perpu No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme jo UU No.15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perpu No.1 Tahun 2002 sebagai undang-undang. 

Kedua, Pasal 13 huruf c Perpu No.1 Tahun 2002. Ketiga, Pasal 340 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPKeempat, Pasal 266 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kelima, Pasal 266 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.Keenam, Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No 12 Tahun 1951 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Tags: