Batalnya Kenaikan Harga BBM Premium dan Regulasinya
Berita

Batalnya Kenaikan Harga BBM Premium dan Regulasinya

Batalnya kenaikan harga BBM jenis Premium dinilai tidak tepat. Bagi pemerintah kenaikan harga tersebut akan membebankan masyarakat dan tidak berdampak signifikan terhadap keuangan Pertamina.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
SPBU. Foto: RES
SPBU. Foto: RES

Pemerintah dinilai menunjukkan ketidaktegasannya dalam mengatur harga bahan bakar minyak (BBM). Sebab, awalnya pemerintah melalui Menteri ESDM Ignasius Jonan telah mengumumkan bakal menaikkan harga BBM jenis Premium pada Rabu (10/10/2018 kemarin, namun selang sejam kemudian dibatalkan. Peristiwa ini menjadi sorotan sekaligus pertanyaan besar bagi publik.

 

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara mengkritik sikap ketidaktegasan pemerintah tersebut. Menurutnya, sikap inkosisten ini menunjukkan terjadinya kelemahan koordinasi internal pemerintah, khususnya di tingkat kementerian.

 

Marwan menilai keputusan penting menyangkut hajat hidup masyarakat luas seperti penetapan harga BBM harus dipersiapkan secara matang. “Keputusan yang begitu penting ini ternyata berubah hanya hampir satu jam dan diumumkan di lobi hotel yang sifatnya seperti sambil lalu saja,” kata Marwan kepada Hukumonline, Senin (15/10/2018).

 

Seperti diketahui, Rabu (10/10), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan sebelumnya menyampaikan keputusan kenaikan harga BBM jenis Premium dari Rp6.500 per liter menjadi Rp7.000 per liter untuk wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali). Sedangkan di luar Jamali menjadi Rp6.900. Namun, selang satu jam, kenaikan harga tersebut dibatalkan dengan alasan ketidaksiapan PT Pertamina (Persero) terhadap kenaikan Premium ini.

 

Berdasarkan analisanya, Marwan menilai harga BBM Premium yang dijual Pertamina saat ini sudah tidak sesuai kondisi riil atau jauh lebih rendah. Alhasil, kondisi tersebut menyebabkan Pertamina mengalami kerugian yang besar karena harus menanggung beban penjualan Premium. Karenanya, kenaikan Premium sebenarnya sudah wajar diputuskan pemerintah.

 

“Harga ekonomi (Premium) sudah Rp 9.000 (per liter) lebih (pasar eceran), tapi dijual Pertamina Rp 6.500. Jadi Pertamina harus tanggung sekitar Rp 3.000,” kata Marwan.

 

Namun, pemerintah perlu menetapkan skema subsidi BBM yang tepat agar kenaikan harga Premium tersebut tidak membebani masyarakat. Apalagi, kata dia, subsidi yang pernah diterapkan sebelumnya tidak tepat sasaran, sehingga anggaran subsidi membengkak dan membebani Pertamina.  

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait