Senin, Mei 20, 2024
BerandaBerita TerbaruSejarah Tragedi Trisakti 1998, Catatan Kelam Perjalanan Reformasi Indonesia

Sejarah Tragedi Trisakti 1998, Catatan Kelam Perjalanan Reformasi Indonesia

Sejarah Tragedi Trisakti 1998 merupakan salah satu catatan kelam perjalanan reformasi di Indonesia. Tragedi ini juga menjadi salah satu catatan pelanggaran HAM berat di Indonesia.

Pasalnya tragedi ini erat kaitannya dengan peran dan keterlibatan militer terhadap meninggalnya mahasiswa tersebut.

Mereka yang menjadi korban dalam tragedi ditembak di dalam kampus Trisakti dengan menggunakan timah panas.

Keempat mahasiswa itu bernama, Elang Mulia Lesmana (1978-1998), Heri Hertanto (1977-1998), Hafidin Royan (1976-1998), dan Hendriawan Sie (1978-1998).

Baca Juga: Kisah Maling Kebal di Bantul 1930, Korbannya Dipukul dan Terhipnotis

Sejarah dan Latar Belakang Tragedi Trisakti 1998

Prof. Boediono dalam, “Ekonomi Indonesia: dalam lintasan Sejarah” (2016), menjelaskan bahwa tidak ada yang menyangka bahwa pada awal tahun 1997 Indonesia akan turut mengalami krisis ekonomi seperti negara-negara lain.

Tanda-tanda kejatuhan dan krisis ekonomi era Orde Baru barulah terlihat ketika memasuki pertengahan tahun 1997.

Tepat bulan Agustus 1997, nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing termasuk dollar Amerika Serikat menurun.

Nilai tukar yang awalnya hanya Rp. 2.450 naik signifikan menjadi Rp. 13.513. kenaikan ini terjadi hanya dalam rentang waktu beberapa bulan saja.

Krisis moneter tahun 1998 ini pun diperparah dengan hutang luar negeri Indonesia yang cukup besar. Bahkan terhitung hingga Maret 1998, hutang luar negeri Indonesia waktu itu mencapai 138 miliar dollar Amerika Serikat.

Meskipun waktu itu terdapat opsi untuk membayar hutang luar negeri Indonesia, namun cadangan devisa Indonesia waktu itu sangat kecil jika dibandingkan dengan hutang luar negeri yang dimiliki, yaitu hanya berkisar 14,4 miliar dollar Amerika Serikat.

Di sisi yang lain kondisi perpolitikan Indonesia mulai tidak kondusif. Banyak pihak yang mulai menuntut agar Presiden Soeharto yang sudah berkuasa selama 32 tahun itu turun dari jabatannya.

Sehingga reformasi waktu itu merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Mengingat kondisi perekonomian yang tak kunjung membaik, hingga perpolitikan yang semakin tidak terkendali.

Krisis perekonomian di Indonesia ini mengakibatkan perusahaan gulung tikar, hingga menurunnya kepercayaan investor asing terhadap Indonesia.

Dampak lainnya adalah kerusuhan tidak bisa dihindari dan masyarakat mulai turun ke jalan. Salah satu elemen masyarakat yang turut ke jalan untuk menuntut Presiden Suharto mundur adalah kalangan mahasiswa.

Baca Juga: Wabah Cacar di Bandung 1962, Ratusan Korban Meninggal Dunia

Penembakan Mahasiswa Trisakti

Universitas Trisakti merupakan salah satu kampus yang turut aktif dalam upaya demonstrasi tahun 1998. Demonstrasi ini dilakukan secara besar-besaran dari kampus Trisakti menuju Gedung Nusantara atau Gedung DPR/MPR.

Aksi demonstrasi diikuti oleh kalangan mahasiswa, dosen, hingga karyawan Universitas Trisakti. Sehingga bisa disimpulkan bahwa aksi tersebut melibatkan banyak elemen di dalam Universitas Trisakti sendiri.

Aksi yang dilakukan oleh mahasiswa dan civitas akademika Universitas Trisakti ini sebenarnya merupakan aksi damai. Meskipun, dalam pelaksanaannya tidak mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan militer.

Sebelum terjadi penembakkan mahasiswa dan pihak keamanan sama-sama bersepakat untuk mundur dan membubarkan aksinya.

Namun, akibat provokasi salam satu mahasiswa, terjadilah kericuhan yang akhirnya membuat enam orang mahasiswa tertembak. Empat dari enam mahasiswa itu adalah mahasiswa Trisakti.

Meskipun, ditemukan bukti akurat bahwa peluru yang digunakan adalah peluru tajam, namun pihak kepolisian dan militer tetap berargumen bahwa peluru yang digunakan saat pengamanan merupakan peluru karet.

Menurut Asri Abdullah dan Ostaf Al-Mustafa dalam, “Kota Para Demonstran” (2019), gugurnya empat demonstran dalam peristiwa tersebut menyulut kemarahan dan kerusuhan besar lainnya pada 13-15 Mei 1998.

Adapun beberapa korban mahasiswa Trisakti yang tewas dalam peristiwa ini terdiri dari:

  • Elang Mulia Lesmana, berasal dari Fakultas Arsitektur Trisakti, angkatan 1996.
  • Hafidi Alifidin, berasal dari Fakultas Teknik Sipil Trisakti, angkatan 1995.
  • Heri Heriyanto, berasal dari Fakultas Teknik Industri Jurusan Mesin Trisakti, angkatan 1995. mengalami luka tembak di punggung.
  • Hendriawan, berasal dari Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Trisakti, angkatan 1996.

Catatan Kelam Reformasi

Hingga hari ini tidak pernah ditetapkan satu tersangka pun dalam kasus penembakan ini. Bahkan ketika dilakukan penyelidikan ditemukan peluru kaliber 5,56 mm di tubuh salah satu korban yang bernama Hery Hertanto.

Baca Juga: Sejarah Proklamasi Darul Islam 1949, Tasikmalaya dan Ciamis Diancam Komandan TII

Meskipun, sudah ditemukan bukti mengenai peluru tersebut, pihak keamanan menilai bahwa pada hari kejadian mereka tidak pernah menggunakan peluru tajam.

Bahkan persidangan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut tidak membuahkan hasil yang memuaskan dibalik penembakan mahasiswa tersebut.

Hingga hari ini kempat mahasiswa tersebut menjadi nama jalan di Kampus Trisakti sebagai tanda jasa selama Reformasi.

Dibalik hiruk-pikuk Reformasi 1998 sebenarnya menyimpan banyak catatan kelam mengenai pelanggaran HAM berat di Indonesia.

Menurut Barkara T. Wardaya dalam “Menguak misteri kekuasaan Soeharto” (2007), bahkan sebelum terjadinya peristiwa Reformasi ini sendiri sudah terjadi aksi penculikan terhadap para mahasiswa.

Peristiwa-peristiwa berdarah yang sama dengan tragedi ini pun terjadi pula di kota-kota lain, seperti Yogyakarta yaitu meninggalnya Moses Gatotkaca.

Kini Indonesia sudah 25 tahun mengalami Reformasi, namun apakah janji mengenai reformasi sudah terjadi.

Sayangnya fenomena Reformasi hanyalah bagian kecil dari sejarah perjalanan Indonesia. Praktik KKN, krisis ekonomi, hingga pelanggaran HAM yang pernah diperjuangkan pada masa Reformasi masih terus terjadi.

Fenomena ini memberikan gambaran bahwa Indonesia hanyalah menggantikan periode kekuasaan dari satu rezim kepemimpinan menuju rezim kepemimpinan lainnya. (Azi/R7/HR-Online/Editor-Ndu)

Cek berita dan artikel lainnya di Google News