Napak Tilas Jejak Gerilya Jenderal Soedirman di Lereng Gunung Wilis

Napak Tilas Jejak Gerilya Jenderal Soedirman di Lereng Gunung Wilis
info gambar utama

Ketika menjadi Panglima, Soedirman memimpin militer Indonesia menghadapi dua agresi militer Belanda. Pada agresi militer kedua, Soedirman harus melaksanakan tugasnya meski dalam keadaan yang lemah, karena sakit paru-paru.

Tetapi dengan semangat dan kecintaan akan Tanah Air, Soediman memilih untuk tetap berjuang memimpin perang dari atas tandu dan hanya satu paru-paru. Dirinya kemudian meninggalkan Yogyakarta bersama pasukannya.

Gerilya tersebut menjadi puncak kegemilangan Soedirman. Strategi itu berhasil mempersulit Belanda dan kemudian konon dicontoh oleh tentara Vietnam dalam perang melawan Amerika Serikat.

Rute gerilya Soedirman ini selalu dirayakan setiap tahunnya. Baik prajurit hingga masyarakat sipil biasa untuk menelusuri rute perjalanan sang jenderal dari Yogyakarta hingga Kediri, Jawa Timur.

Nasi Oyek, Saksi Bisu Perjuangan Pasukan Jenderal Soedirman

Salah satunya jejak bersejarahnya masih berdiri yakni rumah di Jalan M.H Thamrin 54 Kediri. Rumah yang kini dimiliki oleh seorang dokter bedah itu menjadi persinggahan Jenderal Soedirman ketika pertama kali sampai di Kediri pada 24 Desember 1948.

Dimuat dari Tempo, dari sinilah mereka menjabarkan isi Perintah Siasat Nomor 1/STOP/48/5/48 tentang siasat umum gerilya Tentara Nasional Indonesia, yang disusun pada Mei 1948.

Hasilnya TNI di seluruh wilayah membentuk basis gerilya di pegunungan dan melakukan serangan mendadak terhadap Belanda. Sebagian besar pasukan di Jawa Timur lalu membangun kekuatan di Gunung Wilis dan Gunung Kombang.

Setelah mematangkan strategi, Soedirman meninggalkan Kediri. Rombongan bergerak ke barat, menyeberangi Sungai Brantas menuju Dusun Karangnongko di lereng Gunung Wilis. Esoknya, Belanda datang menduduki kota Kediri.

Jejak panglima di Lereng Wilis

Ditulis oleh Tempo, rute gerilya Soedirman dari Kediri ke Karangnongko cukup berat. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai dusun itu sekitar 4,5 jam dengan berjalan kaki, hal ini karena sebagian besar jalan mendaki.

Bekas kepala keamanan kampung, Jamingan, bersaksi diminta untuk mencarikan tempat tinggal Soedirman selama di dusun ini. Soedirman kemudian menginap di rumah Mustajab Gombloh tetangga Jamingan, selama satu malam.

“Saat itu rumahnya bagus, besar, dan bersih,” ujarnya.

Namun rumah tersebut sudah tidak ada. Sukoyo, anak bungsu Mustajab mengisahkan bahwa rumah tersebut sudah dirobohkan pada 2002. Hal ini karena sudah reot dan takut akan menimpa orang.

Sejarah Hari Ini (5 Oktober 1950) - Hari Angkatan Perang RI Tanpa Sudirman

Soekanto S.A dalam buku Perjalanan Bersahaja Jenderal Sudirman mengatakan mata-mata Belanda mengendus keberadaan Soedirman di Karangnongko. Untuk menghindari sergapan Belanda, Soedirman diam-diam pergi dari rumah dan bersembunyi di hutan.

“Sedangkan sebagian pasukan lain bergerak ke selatan untuk mengecoh telik sandi musuh. Dari Karangnongko, Soedirman bergerak 8 kilometer ke utara menyusuri Gunung Wilis. Yang dituju Dusun Goliman, masih di wilayah Kediri,” tulis Tempo.

Jadi kepala sekolah

Berbeda dengan jalur sebelumnya, rute Soedirman kali ini naik-turun tebing curam dan melintasi Alas Gendol, hutan yang memisahkan Karangnongko dan Goliman. Tak ada akses jalan yang menghubungkan kedua dusun.

Tekat, sesepuh Dusun Goliman mengatakan Soedirman mengaku sebagai kepala sekolah saat tiba di dusun itu. Dikatakannya, Soedirman meminta dipanggil Mantri Guru dan tingga di rumah Badal yang terpencil dan tertutup rimbun pohon bambu.

“Rumah belum selesai dibangun, tak punya kamar. Jadi kami buatkan sekat kamar Pak Dirman dari gedek,” katanya.

Sejarah Hari Ini (28 Juni 1947) - Pelantikan Jenderal Sudirman

Menurutnya, Sang Jenderal tinggal di Goliman sejak 27 Desember 1948 hingga 6 Januari 1949. Soedirman dikabarkan sakit, tetapi sempat pergi ke lereng membawa teropong dan mengarahkan ke Kota Kediri.

Soedirman kemudian pergi ke Bajulan sekitar 12 kilometer dari Goliman. Dirinya tinggal sembilan hari di sebuah rumah milik Kedah. Sekitar 15 kilometer sebelah barat bangunan, teronggok batu kali sebesar kerbau.

“Pak dirman biasa salat di atas batu ini,” kata Mbah Jirah, anak angkat Kedah.

Sesampai di Bajulan, Soedirman memang meminta dicarikan tempat tinggal yang sepi, jauh dari permukiman. Rumah Kedah dipilih karena paling atas dan terpencil. Di rumah itu Soedirman hanya dikawal delapan tentara kepercayaan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini