Home Politik Guru Besar Filsafat Nilai Konflik Papua Didorong Rasa Ketidakadilan

Guru Besar Filsafat Nilai Konflik Papua Didorong Rasa Ketidakadilan

Jakarta, Gatra.com - Guru besar Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Jakarta Franz Magnis-Suseno berpendapat Polemik yang terjadi di wilayah Papua saat ini harus diredam dengan secepatnya. Franz menyarankan agar pemerintah mau untuk melakukan dialog terbuka bersama para pihak seperti masyarakat, perangkat keamanan, dan tokoh-tokoh bangsa.

"Semua menyuarakan akan ketidaksetaraan hak. Pembangunan infrastruktur sudah berjalan, pak Presiden Joko Widodo juga sering bolak balik mengunjungi Papua, tapi nyatanya masyarakat masih menyuarakan persoalan kesetaraan hak. Ini yang membuat pemerintah dengan segera harus membuat dialog terbuka guna menyerap seluruh aspirasi," Ungkap Franz saat berbicara didalam diskusi "Menanti Alternatif Bagi Penyelesaian Konflik dan Ketidakadilan" di Kantor Kantor DPP PMKRI, Jakarta, Sabtu (7/9).
 
Selain itu, dirinya juga menyangsikan kesamaan kasus Papua saat ini dengan Timor Leste. Menurutnya, hal tersebut tidaklah sama. Dan dirinya yakin jika Papua meminta merdeka pun, dunia internasional tidak akan dengan mudah mendukung wacana tersebut. 
 
"Jadi ada suatu hukum internasional tidak tertulis yang menyatakan batas negara yang ditarik pada era kolonial tidak boleh diubah, Kenapa tidak boleh? karena batas ini berkaitan dengan budaya, suku, etnik. Akan jadi kacau kalau diubah. Ini tidak hanya terjafi di Papua, di kawasan Afrika sana juga banyak yang serupa," ujarnya.
 
Lebih lanjut, dirinya juga memberikan rekomendasi agar pemerintah juga menyelaraskan apa yang menjadi keinginan dan harapan warga Papua, dimulai dengan mendengarkan aspirasi mereka. Untuk itu, kedua belah pihak diharapkan duduk bersama tanpa mengambil langkah yang agresif dan meminta kemerdekaan.
 
"Reaksi yang ditunjukkan masyarakat Papua memang merupakan reaksi dengan pesan ketidakadilan dan rasa ketidak diakuikan. Solusinya jelas meluruskan cara pandang yang sama antara masyarakat Papua dengan pemerintah," ujarnya.
796