Alasan Dibalik Sikap Diam ASEAN dan Cina Terhadap Genosida Rohingya

Eramuslim – Ratusan orang tewas dan ratusan ribu lainnya mengungsi ke negara tetangga akibat kekejaman junta militer Myanmar dan teroris Budha dalam 2 pekan terakhir.

Meskipun telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia terhadap Muslim Rohingya, akan tetapi tekanan diplomatik terhadap Myanmar karena kekejaman militernya sangat dirasa kurang.

Salah satunya adalah Cina yang menjadi sekutu terdekat Myanmar, dan memiliki pengaruh besar di negara ini, termasuk melakukan bisnis yang luas di negara bagian Rakhine.

Seperti dilansir Forbes dalam terbitannya tahun 2016, Cina seharusnya memiliki tingkat tanggung jawab yang tinggi atas pelecehan hak asasi manusia di Myanmar. Cina seharusnya dapat memimpin dan mengontrol tingkah laku Myanmar, tapi sampai saat ini belum melakukannya.

Menurut seorang diplomat Asia, Cina secara diam-diam sebenarnya telah menyetujui pelecehan hak asasi manusia di Myanmar sehingga tidak menciptakan preseden buruk yang dapat memengaruhi pelecehan hak asasi manusia di Cina sendiri. Ini juga dilakukan untuk menolak hak asasi manusia AS yang mungkin memberikan pengaruh yang lebih banyak di Asia.

Cina selama ini sering menentang gagasan tentang hak asasi manusia universal, terlebih dengan adanya kepentingan strategis dan bisnis di Myanmar. Beberapa perusahaan Cina saat ini melakukan bisnis di atau di lepas pantai negara bagian Rakhine, di mana pelecehan hak asasi manusia tersebut terjadi. Perusahaan itu adalah China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) dan Petro China.

Diamnya Cina terhadap isu Rohingya kemungkinan disebabkan oleh kepentingan bisnis di daerah tersebut. Diamnya Cina berarti secara diam-diam mendukung Myanmar secara diplomatis dalam isu Rohingya.

Seorang sumber diplomatik Asia lainnya bahjab menuduh Cina dan sebagian besar negara ASEAN lainnya sengaja mengabaikan krisis Rohingya, atau mendukung Myanmar dari belakang layar.

Alasannya karena mereka tidak ingin memberikan preseden bagi pihak luar untuk campur tangan dalam masalah HAM domestik mereka. Preseden semacam itu dapat digunakan untuk melawan pelanggaran hak asasi manusia terhadap kelompok minoritas mereka sendiri.

Selain itu, Cina melihat keluhan hak asasi manusia sebagai jalan potensial bagi pengaruh AS masuk ke Asia. Cina dan sebagian besar negara ASEAN memiliki minoritas mereka sendiri yang didiskriminasi, atau lebih buruk lagi.

Kelompok minoritas yang diperlakukan paling buruk di Cina berada di Xinjiang dan Tibet. Oleh karena itu, preseden Rohingya mereka hindari untuk melindungi kebijakan Cina di provinsi tersebut. (Rol/Ram)