Legenda Rawa Pening Semarang dan Kisah Naga Baru Klinthing

Legenda Rawa Pening Semarang dan Kisah Naga Baru Klinthing

Tim detikTravel - detikJateng
Kamis, 22 Sep 2022 00:06 WIB
Rawa Pening
Rawa Pening. Foto: (Andika Fahrurrozi/d'travelers)
Solo -

Legenda Rawa Pening adalah cerita rakyat zaman dulu yang mengisahkan tentang awal mula terbentuknya danau atau Rawa Pening yang kini menjadi objek wisata di Kabupaten Semarang. Berikut legenda Rawa Pening yang sudah jarang dikenal oleh khalayak.

Dikutip dari detikTravel pada Rabu (21/9/2022), legenda Rawa Pening menceritakan tentang sepasang suami istri bernama Ki Hajar dan Nyai Selakanta yang tinggal di Desa Ngasem, di lembah antara Gunung Merbabu dan Telomoyo.

Rawa Pening adalah sebuah danau yang menjadi obyek wisata di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Ada sebuah legenda turun temurun yang mengisahkan awal mula terbentuknya danau tersebut, yakni Legenda Rawa Pening.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kisahnya dahulu kala terdapat sebuah desa bernama Ngasem yang terletak di lembah antara Gunung Merbabu dan Telomoyo. Di desa tersebut bermukim sepasang suami-istri bernama Ki Hajar dan Nyai Selakanta.

Karena dikenal pemurah dan suka menolong, pasutri yang belum dikaruniai anak itu begitu dihormati oleh masyarakat sekitar. Suatu hari, Nyai Selakanta mengutarakan keinginannya untuk segera menimang buah hati.

ADVERTISEMENT

Demi mewujudkan keinginan istrinya, Ki Hajar pun bertapa ke lereng Gunung Telomoyo hingga berbulan- bulan. Nyai Selakanta pun mengkhawatirkan keadaan suaminya yang bertapa sampai tak kunjung pulang.

Secara ajaib, Nyai Selakanta pun mengandung di rumah sendirian. Namun, saat melahirkan, betapa terkejut dia karena yang lahir dari perutnya adalah seekor naga. Anak itu diberi nama Baru Klinthing yang diambil dari nama tombak milik suaminya.

Kata 'Baru' berasal dari kata bra yang artinya keturunan Brahmana, yaitu seorang resi yang kedudukannya lebih tinggi dari pendeta. Sementara kata 'Klinthing' berarti lonceng. Meski berwujud naga, Baru Klinthing dapat berbicara seperti manusia.

Merasa malu telah melahirkan seekor naga, Nyai Selakanta merawat Baru Klinthing dengan sembunyi-sembunyi. Dia pun berencana kelak akan membawa Baru Klinthing ke Bukit Tugur agar jauh dari warga.

Beranjak dewasa, Baru Klinthing pun menanyakan perihal ayahnya. Nyai Selakanta pun mengutus Baru Klinthing untuk menyusul ayahnya yang bertapa di lereng Gunung Telomoyo. Baru Klinthing juga dititipi membawa pusaka tombak Baru Klinthing milik ayahnya.

Sesampainya di lereng Gunung Telomoyo, Baru Klinthing langsung bersembah sujud di hadapan ayahnya yang sedang duduk bersemedi. Awalnya Ki Hajar tidak percaya jika naga tersebut adalah anaknya. Baru Klinthing kemudian menunjukkan pusaka milik Ki Hajar.

"Baiklah, aku percaya jika pusaka Baru Klinthing itu adalah milikku. Tapi, bukti itu belum cukup bagiku. Jika kamu memang benar-benar anakku, coba kamu lingkari Gunung Telomoyo ini!" ujar Ki Hajar.

Kisah Baru Klinthing dan sebatang lidinya ada di halaman selanjutnya...