Sejarah Seni Kaligrafi Arab, Makin Pesat di Era Abbasiyah

Sejarah Seni Kaligrafi Arab, Makin Pesat di Era Abbasiyah

Nilam Isneni - detikHikmah
Senin, 15 Mei 2023 12:30 WIB
islamic religion, god, god names, Allahs 99 Names
Ilustrasi sejarah seni kaligrafi Arab. Foto: Getty Images/iStockphoto/Raabia87
Jakarta -

Seni kaligrafi Islam merupakan bentuk seni artistik tulisan tangan yang menggunakan ayat-ayat Al-Qur'an. Karya seni ini juga dikenal dengan kaligrafi Arab.

Di tepi Sungai Efrat, kira-kira 170 kilometer selatan Bagdad, terdapat kota yang bernama Kufah di Irak. Kota ini pernah terkenal sebagai pusat pembelajaran pada periode keemasan Islam, sebagaimana dilansir dari Arab News.

Kota tersebut menjadi contoh paling awal dari gaya kaligrafi yang umum dan naskah favorit transkripsi ayat-ayat Al-Qur'an.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak diketahui secara pasti dari mana asal muasal Kufic dan skrip. Alfabet Arab diyakini telah berevolusi dari Nabataean, sebuah dialek Aram yang digunakan oleh orang Arab semi-nomaden yang mendiami Arabia utara, Levant selatan, dan Semenanjung Sinai sekitar abad ke-4 SM.

Saat ini, suku Nabataean terkenal karena keajaiban arsitektur yang mereka wariskan kepada dunia, termasuk Petra di Yordania dan Madain Saleh di Arab Saudi.

ADVERTISEMENT

Dua Aksara yang Digunakan pada Abad Awal Islam

Menurut catatan Ensiklopedia Britannica, pada abad ke-7 dan ke-8 M, para pengikut Nabi Muhammad SAW menaklukan wilayah-wilayah yang terbentang dari pesisir Atlantik hingga Sindh (sekarang di Pakistan).

Selain menyebarkan agama Islam, mereka juga memperkenalkan bahasa Arab baik tulisan maupun lisan ke daerah-daerah yang dikuasainya.

Bahasa Arab kemudian menjadi faktor utama dalam mempersatukan masyarakat yang berbeda suku, bahasa, dan budaya.

Bahkan, pada awal Islam bahasa Arab tidak hanya menjadi bahasa resmi tetapi juga sebagai bahasa agama dan pembelajaran.

Kemudian, abjad Arab (huruf hijaiyah) diadaptasi ke dalam bahasa sehari-hari oleh masyarakat Islam sama halnya dengan abjad latin di Barat yang dipengaruhi oleh Kristen.

Ensiklopedia Britannica juga mencatat bahwa kemungkinan aksara Arab dikembangkan dari Nabataean.

Prasasti Nabataean di Al Ula di Arab Saudi. Alfabet Arab diyakini telah berevolusi dari dialek bahasa Aram ini.Prasasti Nabataean di Al Ula di Arab Saudi. Alfabet Arab diyakini telah berevolusi dari dialek bahasa Aram ini. Foto: Getty Images via Arab News

Secara garis besar, ada dua aksara yang berbeda pada abad-abad awal Islam yaitu aksara Kursif dan aksara Kūfi. Aksara kursif biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari, contoh khas dapat dilihat dalam papirus Arab dari Mesir.

Berbeda halnya dengan aksara Kufi yang lebih dikembangkan untuk tujuan keagamaan dan resmi. Kūfi adalah aksara yang kurang lebih persegi dan bersudut.

Tulisan Kufi sebagian besar berbentuk lonjong dibandingkan dengan format kodeks (buku manuskrip). Biasanya hanya ada tiga baris dalam satu halaman.

Kufi tidak lagi digunakan sejak abad ke-11 dan mulai digantikan dengan aksara Naskhi.

Aksara Naskhi kemudian menjadi aksara paling populer. Aksara Naskhi menjadi skrip kursif yang menggunakan hukum tertentu dengan mengatur proporsi antar huruf.

Dua tokoh besar yang mempopulerkan aksara Naskhi adalah Ibnu Muqlah dan Ibnu al-Bawwab. Keduanya tinggal dan bekerja di Mesopotamia.

Dari karya yang terakhir satu contoh dari aksara Naskhi adalah sebuah manuskrip Al-Qur'an di perpustakaan Chester Beatty, Dublin.

Persia dan Turki merupakan dua negara yang berkontribusi besar dalam perkembangan kaligrafi. Pada abad ke-13 juru tulis Persia menemukan aksara Ta'liq yang menggambarkan kecenderungan setiap kata untuk turun dari kata sebelumnya.

Pada akhir abad yang sama, seorang kaligrafi Mir Ali yang berasal dari Tabriz menggabungkan aksara Naskhi dengan Ta'liq yang disebut Nasta'liq. Aksara ini adalah aksara yang indah dan keduanya populer untuk menyalin karya sastra Persia.

Sedangkan di Turki, kaligrafi yang menjadi khas adalah tughra, sejenis sandi kerajaan yang berdasarkan nama dan gelar sultan yang sedang berkuasa dan dikerjakan menjadi desain yang sangat rumit dan indah.

Dalam arti yang luas, kaligrafi digunakan di dalam bangunan keagamaan, ayat-ayat Al-Qur'an ditorehkan di dinding baik diukir di batu atau plesteran.

Kaligrafi Arab Berkembang pada Era Dinasti Abbasiyah

Melansir Asian Art Museum, terdapat 3 ahli kaligrafi yang menjadi pelopor dan cukup terkenal pada masanya, yaitu Ibnu Muqla (886-940) dari Dinasti Abbasiyah, Ibn al-Bawwab, dan Yakut al-Musta'smi dari Amasya.

Ibnu Muqla berpegang pada tiga formula dalam menciptakan karya kaligrafinya, yakni titik, alif, dan lingkaran. Para ahli kaligrafi saat ini juga menggunakan teori proporsi tersebut.

Sejak abad ke-8, Al-Qur'an hanya disalin dalam kufi, naskah formal yang berbentuk bujur sangkar. Namun, mulai abad ke-10 serangkaian bentuk tulisan melengkung mulai berkembang.

Karya dari Ibnu Muqla kemudian disempurnakan oleh kaligrafer Ibnu al Bawwab dan Yakut al-Musta'simi, sekretaris Abbasiyah terakhir.

Melansir Arab News, di dalam Islam seni Kaligrafi sangat dihormati. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam surah Al-Alaq ayat 3-4:

اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ ٣ الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ ٤

Artinya: "Bacalah! Tuhanmulah yang Maha Mulia, yang mengajar (manusia) dengan pena."

Tidak heran apabila seni menulis ini dikagumi dan dihargai sebagai ekspresi visual dan iman.

Pada akhir tahun 2021, UNESCO menambahkan kaligrafi Arab ke dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan usai 16 negara Arab mengajukan nominasi ke UNESCO.



Simak Video "Berkah Ramadan, Omzet Perajin Kaligrafi di Tulungagung Meroket 150%"
[Gambas:Video 20detik]
(kri/kri)