Kisah Ketut Dania, Satu dari Dua Kusir Dokar yang Tersisa di Klungkung

Kisah Ketut Dania, Satu dari Dua Kusir Dokar yang Tersisa di Klungkung

Agus Eka Purna Negara - detikBali
Minggu, 12 Feb 2023 12:31 WIB
Ketut Dania, satu dari dua kusir dokar di Klungkung, Bali.
Ketut Dania, satu dari dua kusir dokar di Klungkung, Bali. (Agus Eka Purna Negara/detikBali)
Klungkung -

Ketut Dania adalah satu dari dua orang kusir dokar yang tersisa di Kota Semarapura, Klungkung, Bali. Pria 65 tahun itu kerap mangkal di Pasar Semarapura setiap pagi hingga siang menjelang sore. Menariknya, satu kusir dokar lainnya di Klungkung adalah kakaknya sendiri.

"Yang satu lagi kakak saya. Dia jarang di pasar. Lebih banyak saya. Jadi kakak-adik. Kekalih manten (dua saja) kusir di Klungkung," tutur Dania ditemui di Pasar Semarapura, Minggu (12/2/2023).

Pria asal Kelurahan Semarapura Kelod, Kabupaten Klungkung, itu mengenang era 1980-an yang menjadi masa emas para kusir dokar. Pada masa itu, jumlah dokar di Klungkung bisa mencapai 100 lebih. Dokar menjadi salah satu moda transportasi utama bagi warga kota maupun pelancong pada masa itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dania menuturkan kuda yang dia gunakan sebagai transportasi tradisional itu merupakan kuda asli Bali. Kuda tersebut dia beli dari seorang saudagar asal Loloan, Jembrana, seharga Rp 10 juta.

Ia juga pernah membeli di Denpasar, pernah pula mendapat bantuan dari tokoh Puri Klungkung. "Diberi bantuan supaya bertahan," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Di usia senjanya, Dania masih semangat narik dokar. Meski penghasilan tidak seberapa, pria yang kulitnya sudah keriput itu bertekad melestarikan dokar di Klungkung.

Pemerintah setempat sebenarnya berupaya mempertahankan moda transportasi tradisional itu melalui program city tour. Namun, menurut Dania, program tersebut kurang maksimal.

Padahal, keberadaan dokar dapat membawa wisatawan bernostalgia akan suasana Klungkung di masa lampau yang menjadi pusat kerajaan di Bali pada abad ke-17.

"Jadi ada klasik-klasiknya. Saya kan ingin tamu-tamu itu naik dokar. Misalnya dari Gelgel turun, jalan ke kota. Ada Kertagosa, monumen Klungkung (Ida Dewa Agung Jambe), Puri Agung Klungkung, pasar kain," ungkap kakek tiga cucu ini berkeluh-kesah.

Pada era 1980-an, turis asing dari Eropa sangat menggandrungi dokar. Mereka naik dokar untuk berkeliling ke sejumlah objek wisata di Klungkung.

Saat ini, turis-turis asing sudah tidak tertarik naik dokar. Dania kemudian bercerita tentang pengalaman salah satu kusir pada 2010 silam. Ketika itu, wisatawan asing dari Eropa meminta diantar ke pasar senggol, sebelah timur monumen Klungkung.

Saat naik dokar dari Pasar Semarapura, bule Eropa itu meminta turun karena melihat kuda dipecut. "Karena ada tamu yang pecinta binatang. Kalau bule-bule sudah tidak mau naik. Saat itu, kami di sini cukup narik talinya saja kalau mau narik kuda," ucapnya.

Kini, Dania berharap jasanya dimanfaatkan orang lokal, terutama emak-emak yang hendak ke pasar. Sesekali wisatawan asing juga masih ingin naik dokar, terutama yang berasal dari Asia seperti Tiongkok dan Jepang.

"Tapi tidak banyak. Sempat ngomong sama guide supaya diajaklah turisnya naik dokar. Pas ditanya, bulenya geleng-geleng," kenang Dania sembari tertawa.

Tarif naik dokar di Klungkung cukup murah. Hanya Rp 5 ribu hingga Rp 15 ribu sudah bisa keliling kota sejauh 500 meter sampai 1 kilometer. Meski begitu, Dania dan kakaknya yang masih bertahan sebagai kusir dokar di Klungkung harus bersaing dengan menjamurnya kendaraan bermotor maupun angkutan ojek berbasis online.



Simak Video "Pilu Nenek di Klungkung Dapurnya Roboh Gegara Gempa M 5,5"
[Gambas:Video 20detik]
(iws/nor)