Trisakti, Korban Tragedi Mei 1998 yang Bergerak Belakangan

Martahan Sohuturon | CNN Indonesia
Rabu, 18 Mei 2016 12:49 WIB
Trisakti dicap lambat, malas bergerak dalam demonstrasi masif mahasiswa menuntut turunnya Soeharto. Nahas saat mereka beraksi, korban langsung jatuh.
Para mahasiswa Universitas Trisakti menabur bunga saat Peringatan 18 Tahun Tragedi 12 Mei 1998 di kampus mereka. (ANTARA/M Agung Rajasa)
Jakarta, CNN Indonesia -- “Anak Trisakti itu paling malas. Gedor-gedor pagar Gedung DPR, enggak. Memobilisasi massa untuk aksi demonstrasi juga enggak. Mereka lebih khawatir dengan mobil yang diparkir di kampus,” kata Andy Karya, seorang alumnus Universitas Trisakti yang terlibat demonstrasi kelabu 12 Mei 1998 di kampusnya.

Senja itu, Selasa (17/5), Andy kembali untuk pertama kalinya ke kampus yang ia tinggalkan pada 1999. Dia melangkahkan kaki perlahan memasuki halaman Universitas Trisakti, Jalan Kyai Tapa, Jakarta Barat.

Tujuh belas tahun berlalu sejak Andy meraih gelar insinyur di bidang teknologi industri mesin. Namun Tragedi Mei 1998 masih melekat kuat di benak pria yang kala itu menjadi koordinator aksi demonstrasi tingkat jurusan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tragedi Trisakti menjadi salah satu pergumulan dalam hidup Andy. Ia berkata, tak mudah memahami peristiwa yang menewaskan keempat rekan kampusnya, sebab menurut dia, Trisakti bukan kampus yang tepat dijadikan korban demi melengserkan Soeharto dari kursi kekuasaan.

Mei 18 tahun lalu, empat mahasiswa Trisakti – Elang Mulya Lesmana, Heri Hartanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie– tewas saat berdemonstrasi menuntut Presiden Soeharto mundur dari tampuk kekuasaan. Mereka meregang nyawa setelah tertembak di dalam kampus mereka sendiri. Peluru tajam bersarang di tubuh mereka.

ADVERTISEMENT

Dicap kampus lambat

Andy mengenang kembali hari suram itu. Rencana aksi 12 Mei mulai disusun sejak 8 Mei. Saat itu Trisakti merasa diremehkan oleh kampus-kampus lain di Jakarta yang telah menggelar aksi demonstrasi lebih dulu untuk menuntut reformasi. Trisakti dianggap kampus yang lambat dan malas bergerak.

Pada 10 Mei, senat tingkat fakultas sampai universitas di Trisakti merampungkan komunikasi dan koordinasi. Para mahasiwa mulai mempersiapkan logistik aksi seperti pengeras suara, panggung, dan sound system.

Tanggal 12 Mei pun tiba. Pukul 13.00 WIB, mahasiswa Trisakti mulai menggelar aksi di dalam kampus. Berbeda dengan demonstrasi sebelumnya, kali ini hampir seluruh mahasiswa Trisakti yang berjumlah 2.000 orang ikut ambil bagian.

Menurut Andy, kala itu mahasiswa-mahasiswi yang berparas cantik-tampan seperti Wanda Hamidah dari Fakultas Hukum dan Adrian Maulana dari Teknik Mesin diposisikan berdiri di barisan terdepan. Tujuannya, sebagai penanda bahwa Trisakti menggelar demonstrasi damai.

“Mahasiswa cewek cantik-cantik yang ke kampus pakai high heels dan celana hipster, ikut dalam aksi 12 Mei. Padahal biasanya mereka cuman nonton saja. Kali itu mereka ikut aksi demo, tetap dengan gayanya,” ucap Andy.

Para ‘pagar ayu’ itu ditugaskan membagi-bagikan sekuntum bunga mawar merah untuk tiap pengendara yang melintas di depan Trisakti.

Pukul 17.00 WIB, situasi memanas. Mahasiswa ingin bertolak menuju Gedung MPR/DPR untuk bergabung dengan rekan mereka dari kampus lain. Namun mereka dilarang oleh aparat kepolisian. Aksi saling dorong tak terhindarkan. Polisi berupaya mendorong mahasiwa masuk kembali ke dalam area kampus.
Menjelang magrib, tepat di muka Gedung DR Sjarif Thajeb, kaki kanan seorang rekan Andy yang dijuluki ‘Zebra’ tertembak peluru tajam. Zebra terkena peluru yang telah memantul ke permukaan tanah terlebih dahulu.

Suasana demonstrasi yang kian mencekam membuat para mahasiswa berlari menuju bagian belakang kampus guna mencari tempat perlindungan. Sejumlah mahasiswa bahkan berusaha memanjat tembok yang memisahkan kampus mereka dengan Universitas Tarumanegara.

Nahas, kepanikan itu justru melahirkan banyak korban luka. Para mahasiswa yang berlari di lorong sisi kiri gedung, terjatuh ke dalam selokan yang memiliki ketinggian sekitar 40 sentimeter.

Meski korban berjatuhan, ambulans yang diharapkan dapat mengangkut korban ke rumah sakit terdekat justru enggan memberikan pertolongan.

Andy pun berinsiatif mencopot salah satu pintu terali besi untuk digunakan mengangkut rekan-rekannya yang terluka. Korban-korban langsung dilarikan ke Rumah Sakit Sumber Waras dengan motor.

“Waktu itu gue sempat coba telepon Palang Merah Indonesia dari kantor radio MS Tri FM untuk minta ambulans. Tapi responsnya gue diketawain, malah dibilang jangan bercanda. Sampai akhirnya ambulans yang pertama kali datang itu punya tentara, pukul 20.30 WIB. Tapi mereka juga tidak ada yang mengangkut korban,” kata Andy.

Setelah itu berbagai informasi yang tak terkonfirmasi kebenarannya beredar cepat di kalangan mahasiswa. Salah satunya terkait korban meninggal akibat tertembak.

Konfirmasi baru didapatkan setelah sejumlah mahasiswa mengecek ke RS Sumber Waras. Di sana diketahui ada rekan mereka yang tewas karena tertembak.

[Gambas:Video CNN]

Memutar kembali memori Tragedi Trisakti, Andy punya analisis pribadi atas peristiwa itu. Ia tetap heran kenapa Trisakti justru menjadi korban sementara mereka belakangan bergerak dibanding kampus-kampus lain.

“Alasan menjadikan Trisakti sebagai sasaran adalah karena di sini center of attention. Times pernah menulis bahwa Trisakti adalah kampus mahasiswa yang bawa mobil Toyota, Daihatsu, dan lain sebagainya. Lebih enak memberitakan anak petinggi Orde Baru meninggal di Kampus Trisakti,” kata Andy.

Dengan kata lain, ujar Andi, Anda hajar satu anak Trisakti, maka jutaan orang akan menyoroti kejadian itu. (agk/agk)
REKOMENDASI UNTUK ANDA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER