Redenominasi Rp 1.000 Jadi Rp 1 & Cerita Zimbabwe yang Gagal

News - Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
07 July 2020 08:05
Uang Specimen Foto: Uang Specimen

Jakarta, CNBC Indonesia - Wacana penyederhanaan nilai rupiah alias redenominasi muncul lagi. Kementerian Keuangan memasukkan rencana redenominasi ke daftar beleid yang akan dibahas pada 2020-2024.

Intinya, redenominasi akan membuat nominal rupiah lebih sederhana. Nantinya Rp 1.000 akan diubah menjadi Rp 1, menyederhanakan tiga digit.



Pada 2017, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sempat mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun RUU itu masih nyangkut di Senayan, belum ada pengesahan sampai sekarang.

Perubahan harga rupiah ini pernah dijelaskan lengkap dalam kajian Bank Indonesia (BI). Redenominasi bukanlah sanering atau pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang.

Redenominasi biasanya dilakukan dalam kondisi ekonomi yang stabil dan menuju ke arah yang lebih sehat. Sedangkan sanering adalah pemotongan uang dalam kondisi perekonomian yang tidak sehat, di mana yang dipotong hanya nilai uangnya.

Dalam redenominasi, baik nilai uang maupun barang, hanya dihilangkan beberapa angka nol-nya saja. Dengan demikian, redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai barang dan jasa yang diikuti pula penyederhanaan penulisan alat pembayaran (uang).

Selanjutnya, hal ini akan menyederhanakan sistem akuntansi dalam sistem pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian.

Bank Indonesia memandang bahwa keberhasilan redenominasi sangat ditentukan oleh berbagai hal yang saat ini tengah dikaji sebagaimana yang telah dilakukan oleh beberapa negara yang berhasil melakukannya.

Pengalaman negara lain menunjukkan keberhasilan redenominasi menuntut stabilitas makroekonomi, inflasi yang terkendali, nilai tukar mata uang, dan kondisi fiskal.



Ada Negara yang Gagal Total

Turki menjadi salah satu negara yang dianggap sukses menerapkan redenominasi. Namun, tidak semua negara berhasil menerapkan kebijakan ini, tak terkecuali seperti Zimbabwe yang gagal total dan dolar Zimbabwe kini punah.

Zimbabwe melakukan tiga kali redenominasi yaitu pada 2006, 2008, dan 2009. Pada 2006, harga dolar dolar Zimbabwe 'disunat' tiga digit. Uang ZWN 1.000 berubah menjadi ZWN 1, seperti yang rencananya diterapkan di Indonesia.

Namun karena melimpahnya uang beredar akibat pencetakan uang gila-gilaan, inflasi Zimbabwe tidak terkendali. Pada 2007, inflasi Zimbabwe sempat mencapai 1.000%.

Belum lagi bank sentral sama sekali tidak punya independensi, dengan menyebut inflasi sebagai barang haram. Dunia usaha tidak boleh menaikkan harga, yang kemudian malah memicu merebaknya aktivitas ekonomi 'bawah tanah'.

Di pasar gelap, US$ 1 bisa dihargai sampai ZWN 600.000. Kemudian pada 2008, redenominasi dilakukan kembali dan dolar Zimbabwe mengalami perubahan kode dari ZWN menjadi ZWR. di mana ZWN 10.000.000.000 berubah menjadi ZWR 1.

Akan tetapi, redenominasi jilid II tidak mengubah kenyataan bahwa dolar Zimbabwe adalah uang yang tiada berharga. Sebab, bank sentral tetap harus mencetak uang gila-gilaan untuk membiayai rezim pemerintahan Presiden Robert Mugabe.

Saat redenominasi jilid II berlaku, penggunaan mata uang asing menjadi semakin biasa di negara itu. Karena dolar Zimbabwe yang nyaris tidak berharga sama sekali.

Lalu pada 2009, dolar Zimbabwe lagi-lagi mengalami redenominasi dengan perubahan kode dari ZWR menjadi ZWL. Bukan kaleng-kaleng, langsung 12 nol dipangkas. Jadi ZWR 1.000.000.000.000 setara dengan ZWL 1.

Redenominasi ketiga pun tidak sukses, karena ekonomi Zimbabwe praktis sudah menggunakan dolar AS sebagai mata uang yang berlaku sehari-hari. Uang beredar yang terlalu banyak membuat inflasi Zimbabwe pada 2008 sempat mencapai 250.000%.

Mesin ATM sampai tidak bisa mengeluarkan uang karena jumlah nol yang kebangetan banyaknya. Akhirnya Zimbabwe menyerah.

Pada 2014, bank sentral Zimbabwe menyatakan bahwa dolar AS, rand Afrika Selatan, pula Botswana, poundsterling Inggris, euro, dolar Australia, yuan China, rupee India, dan yen Jepang adalah alat pembayaran yang sah. Kemudian pada pertengahan 2015, bank sentral Zimbabwe secara resmi 'menyuntik mati' dolar Zimbabwe dan beralih ke dolar AS sebagai mata uang utama.

Jadi, inti dari keberhasilan redenominasi adalah mengendalikan inflasi. Ketika inflasi bisa terkendali, maka redenominasi akan sangat membantu untuk menjangkar ekpektasi. Namun ketika rakyat hilang kepercayaan terhadap kondisi ekonomi, maka redenominasi tidak akan banyak membantu.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Ini Waktu Pas Kapan Redenominasi Rp 1.000 Jadi Rp 1 Dilakukan


(sef/sef)

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading