CNBC Insight

Peneliti Asing Terbang ke RI & Bongkar Tanda Orang Pelihara Tuyul

Lifestyle - MFakhriansyah, CNBC Indonesia
23 February 2024 15:15
Ilustrasi tuyul. (Dok. Freepik) Foto: Ilustrasi tuyul. (Dok. Freepik)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bagi orang Jawa, hantu jadi sesuatu yang tak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia sehari-hari. Salah satu yang terkenal adalah tuyul hantu anak kecil berkepala gundul yang suka mencuri uang diam-diam dari rumah ke rumah.

Narasi tuyul dalam alam pikir orang Jawa menjadi perhatian khusus Clifford Geertz, mahasiswa Harvard University yang datang ke Indonesia untuk melakukan penelitian antropologi pada 1952. 

Ketika melakukan riset dan 'menyatu' dengan kehidupan masyarakat, Geertz mengaku berkenalan dengan tuyul dan sukses merinci deskripsi mengenai hantu itu dalam risetnya. Kala itu, Geertz mendengar cerita ada tiga orang di Mojokuto, Kediri, yang memelihara tuyul untuk memupuk kekayaan. Mereka adalah tukang jagal, perempuan pedagang tekstil, dan saudagar yang bergelar Haji.

Ketiganya menjalin kerjasama dengan mendatangi beberapa tempat keramat umat Hindu. "[Tempat itu adalah] Borobudur di Barat, Penataran di Selatan, Bongkeng di Timur dan makam Sunan Giri di Gresik Utara," tulis Geertz dalam riset yang kelak dibukukan berjudul The Religion of Java (1976).

Saat mendatangi tempat-tempat itu, kata Geertz, mereka melakukan perjanjian dengan roh. Jika roh itu memberi tuyul, maka sebagai pengganti mereka bakal membunuh orang sebagai persembahan ke roh itu.

Dalam perjalanannya, para pemelihara tuyul itu benar-benar melakukan perjanjian. Ambil contoh seorang saudagar bergelar Haji yang tinggal di sebelah timur Kota. Dia diketahui memperoleh tuyul lewat perjanjian dengan roh.

Sebagai timbal balik, setiap tahun dia harus membunuh empat orang dari beragam profesi dan umur agar perjanjian dengan tuyul tak sirna. Tentu jika perjanjian itu usai, orang itu sendiri yang bakal rugi.

"Dia mencari korban kemana-mana, bahkan mencarinya hingga ke Mekkah," tulis Geertz.

Beranjak dari pengamatan tiga orang tersebut, Geertz menyebut beberapa ciri orang pemelihara tuyul, antara lain:

  1. Kaya raya atau menjadi kaya secara mendadak
  2. Kikir
  3. Sering menggunakan pakaian bekas
  4. Sering mandi di sungai bersama para kuli miskin
  5. Selalu menyantap makanan orang miskin, seperti jagung dan singkong, ketimbang nasi

Kelima ciri tersebut tentu saja untuk mengelabui orang-orang supaya dianggap tidak punya uang, padahal di rumahnya selalu penuh dengan emas batangan.

Selain itu dari segi sosial, para pemelihara tuyul juga sering melakukan penyimpangan. Mereka sering bicara keras dan agresif. Di sisi lain, mereka kurang sopan santun, berpakaian ceroboh, dan selalu punya kebiasaan tak lazim dalam membagi pemikirannya. Namun, seseorang pemelihara tuyul akan mengalami kesulitan saat meninggal. Dia akan mengalami kematian yang lambat dan sulit.

Lalu, sebelum meninggal nafasnya menjadi pendek disertai sakit dan demam tinggi berkepanjangan. Intinya, dalam proses menuju meninggal, semua dilalui dengan sangat lambat dan berliku-liku.

Meski begitu, kata Geertz, proses kematian seperti itu merupakan "harga yang cukup kecil untuk dibayar". Sebab, semasa hidup pemelihara tuyul sudah puas dengan kekayaan yang diperoleh dari hasil curian tersebut.

Selain tuyul, Geertz juga mengamati tiga hantu lain dalam mahakarya The Religion of Java, antara lain memedi, lelembut, dan dedemit. Berkat riset di Mojokuto itu, Geertz menjadi salah satu antropolog terkemuka yang secara spesifik meneliti masyarakat Indonesia.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Bukan Uang! Ini 5 Hal Cegah Perceraian, Diungkap Janda-Duda di AS


(mfa/mfa)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading