Erick Bicara 'Bersih-bersih' Garuda Hingga Transformasi PLN

Entrepreneur - Syahrizal Sidik & M. Gibran, CNBC Indonesia
17 February 2022 19:21
INFOGRAFIS, 4 BUMN Collabs Bikin Holding Baterai Foto: Ilustrasi Erick Thohir (CNBC Indonesia/Edward Ricardo)

Bagaimana dengan PLN yang akan melakukan restrukturisasi dengan membentuk holding dan subholding?
Konsepnya mirip Pertamina, di mana, Pertamina dengan adanya holding dan sub holding, struktur biaya dari masing-masing jenis usaha Pertamina akan lebih terlihat, tidak overlapping angka-angkanya. Di Pertamina mirip, logistik jadi satu ekosistem, sehingga akan jauh efisien. Kilang dan Petrokomia juga satu kesatuan.

Ini yang kita melihat dengan struktur biaya yang lebih terbuka dan transparan, dikelola secara profesional, kita bisa melihat angka-angkanya dengan baik. Sama, di PLN juga kita banyak melakukan benchmarking dengan negara lain, ada Malaysia, Thailand, Korea Selatan, Amerika Serikat, Prancis. Seperti apa sih kita mengelola PLN ke depan, apalagi ada disrupsi listrik hijau, digitalisasi itu sangat perlu diantisipasi. Apalagi Indonesia sudah menandatangani zero emission di 2060, transaksi itu kan harus dilihat. Nah di situlah perlu benchmarking.

Jangan sampai transformasi PLN meliberalisasi kelistrikan nasional, tidak. Kita tetap bagaimana listrik ini jantung daripada pertumbuhan ekonomi, industrialisasi, kehidupan masyarakat dan desa. Listrik ini menjadi kompenen terpenting sekarang, mobil motor pun sekarang sudah jadi listrik, tidak BBM 10 tahun yang akan datang.

Karena ini merupakan jantung, penting sekali supaya sehat. Awal-awal bagaimana utang PLN yang sampai Rp 500 triliun waktu itu, salah satunya efisiensi capex, karena itu capex kita tekan, efisiensi Rp 26 triliun dan utang-utang PLN kita percepat pembayaran atau di-refinance dengan bunga yang lebih murah. Alhamdulillah utangnya sekarang turun dari Rp 500 triliun menjadi Rp 456 triliun dengan bunga lebih baik.

Sekarang, step berikutnya apa? Harus lebih efisiensi lagi. Itulah kenapa ada holding yang fokus pada distribusi dan namanya pemasaran dan listriknya. Apalagi sekarang PLN sudah punya direktur pemasaran, ini pertama kali dalam sejarah PLN, yang selama ini datang perlu listrik, sekarang sudah gak bisa. Sekarang pabrik dan rumah bisa pasang solar panel, ini kan terjadi perubahan, itu yang pikirkan ada dua sub holding satu power dan turunannya. Power plan dan bagaimana seluruh industri di bawah power plant. Apalagi kemarin ada isu batu bara dengan kompleksitasnya.

Kedua, subholding beyond kWh, di luar listrik. Infrastruktur lain, digitalisasi seperti fiber optik, internet. Kebetulan PLN punya jaringan kabel itu, kenapa tidak create value sendiri untuk PLN. Dengan adanya sub holding, sama seperti Pertamina, akan terjadi transparansi dan efisiensi dengan cost-cost yang lebih jelas. Karena itu, dengan adanya sub holding ini kita melihat potensi yang baik.

Dulu yang namanya negara lain memerlukan listrik kita kirim batu baranya, tapi ke depan kita kirim baterainya, hasil storage atau di satu baterai apakah hasil dari air, geotermal, udara ini bisa kita lakukan. Kita bisa kirim listriknya. Belum lagi negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia memerlukan listrik hijau dengan butuhnya data center yang sangat besar, mereka perlu.

Kita bisa sambungkan sub holding jualan listrik ke luar negeri. Kita harapkan ada subsidi silang, sehingga harga listrik competeable, sehingga keperluan industri yang memang tidak perlu diproteksi lagi, tapi tetap rakyat miskin yang memerlukan listrik murah, kita pastikan mereka mendapatkan.

Seperti apa PLN di tengah era transisi energi, tapi harus menyuplai listrik masyarakat?
Itulah kenapa sub holding power plant ini kita harus bisa berdiri sendiri. Dalam melakukan transisi energi memerlukan dana yang sangat besar, salah satu ekonom ternama dunia, Joseph Stiglitz, beliau menyampaikan dalam transisi kelistrikan tidak bisa hanya dibebankan kepada negara-negara berkembang, tapi perlu ada partisipasi dari negara-negara maju.

Kita tidak mau bergantung kalau sampai misalnya harus bergantung kontekstual negara luar negeri, kita lakukan terobosan sendiri, market listrik Indonesia masih besar, kompor pun ke depan dari LPG akan menjadi listrik. Belum lagi ada akses penjualan ke negara-negara tetangga.

Nah, karena itu kenapa, kesempatan ini harus menjadi sebuah pemikiran, konsep dari bisnis model baru power plant ini. Selain mereka bisa melakukan rights issue, karena ini perlu ada investasi baru mengubah, bayangkan 15 giga watt itu perlu hampir US$ 20 sampai US$ 25 miiliar, itu kan berarti nggak mungkin kita ngutang lagi. Masak yang tadi PLN sudah utang Rp 500 triliun turun Rp 456 triliun tiba tiba naikkan lagi jadi Rp 700 triliun, tidak akan kuat.

Akhirnya beban dari listrik ini beban lagi, akhirnya seperti hari ini, yang kayak pun disubsidi, mestinya yang kaya-kaya tidak boleh disubdisi, peta-petanya kan berubah. Kalau ini berdiri sendiri, transisinya bisa pakai mekanisme go public dan lain, sekalian kita membenahi ini dengan partnership tapi tetap melayani rakyat.

Ini menjadi yang lebih baik seperti ketika rights issue BRI yang sampai Rp 96 triliun waktu itu, awal-awalnya berpikir, wah mana mungkin, ternyata dengan corporate action, kita mendukung pengembangan UMKM, justru kita menjadi rights issue terbesar di Asia Tenggara kedua di Asia, dan 7 di dunia, tapi apa, kepentingan pemerintah untuk meningkatkan UMKM sekarang dengan market, bukan dengan intervensi atau dana dari pemerintah.

Kita coba balance ini, karena dengan situasi Covid-19 seperti ini kan kita harus prihatin dengan pemasukan negara yang tidak hanya bergantung kita membenani terus. Sub holding PLN mirip-mirip, kita coba cari jalan bagaimana melakukan aksi korporasi, sehingga transisi energi ini bisa berjalan dengan konteks lebih profesional dan subsidi tepat sasaran.

Apalagi PLN ini kan perusahaan besar yang bergerak di energi. Apa ada opsi kalau IPO dan rights issue?
Seperti kemarin, ketika Mitratel go public, itu kan valuasi dari Telkom tumbuh Rp 496 triliun, sejarah tertinggi valuasi Telkom, artinya bisa, Mitratel akan terbebani dengan penugasan BTS-BTS yang 5G, ke depan industri kesehatan, pabrik 5.0 semua perlu 5G, hal hal ini kita coba balance.

Target PLN seiring sejalan dengan pemenuhan listrik masyarakat?
Kita tentu tetap berusaha menyeimbangkan pelayanan kepada masyarakat dengan harga listrik yang baik tetapi tentu yang tidak perlu disubdisi lagi jangan. Misal Pertamina buka harga Pertamax Turbo, yang lainnya kita tahan harganya. Rumah-rumah di atas 2.000 nggak boleh terima subsidi. Pabrik punya nilai ekonomi bagus tidak perlu terima subsidi.


[Gambas:Video CNBC]

(miq/miq)
HALAMAN :
1 2
Artikel Selanjutnya

Erick Blak-blakan Utang Jumbo BUMN Hingga Laba Rp90 T di 2021

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading