Keindahan Seni Pahat Batak di Koleksi Terbaru Tobatenun Tandai Hari Ulos

Daniel Ngantung - wolipop Kamis, 20 Okt 2022 10:40 WIB
Koleksi Tobatenun Kayu & Kosmos Koleksi Tobatenun 'Kayu & Kosmos' yang terbuat dari tenun Batak. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)
Jakarta -

Ulos sebagai warisan budaya Indonesia dapat diolah menjadi busana yang memiliki nilai seni dan daya jual tinggi. Inilah yang ditawarkan Tobatenun lewat koleksi terbarunya dengan inspirasi yang bersumber dari seni pahat Batak.

Menandai Hari Ulos Nasional yang jatuh setiap 17 Oktober, Tobatenun memperkenalkan koleksi busana dari tenun Batak bertajuk 'Kayu & Kosmos' dalam sebuah peragaan yang digelar di Plaza Indonesia, Rabu (19/10/2022). Koleksi ini terbagi menjadi dua sekuens, yakni 'Balau' (dalam bahasa Batak bermakna biru) dan Rara (merah).

Koleksi Tobatenun 'Kayu & Kosmos'Koleksi Tobatenun 'Kayu & Kosmos' (Foto: Dok. Tobatenun)

Sesuai namanya, Balau didominasi oleh busana berwarna biru. Sementara merah menjadi tema warna untuk Rara. Meski berbeda warna, inspirasinya tetap sama.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Semua terilhami oleh seni pahat Batak dan mitologi dari kebudayaan Batak kuno sebelum kolonialisasi Eropa," ungkap pendiri Tobatenun Kerri Na Basari selepas peragaan.

Dalam proses kreatifnya, Kerri dan tim Tobatenun mencoba mengemas inspirasi tersebut dalam konsep yang lebih matang dan menantang.

Sejak didirikan pada 2018, baru kali ini Tobatenun berkreasi dengan pendekatan 'couture'. Teknik yang lebih rumit menjadi daya tarik baru dari koleksi yang terdiri dari hampir 20 set busana ini.

Sedari awal, Tobatenun mengedepankan proses produksi tenun Batak yang sustainable dan ramah lingkungan di dua rumah komunitasnya, Jabu Bonang dan Jabu Borna di Siantar, Sumatera Utara. Para partonun (perajin tenun Batak), mereka perlakukan sebagai artisan yang bekerja dari hati tanpa dituntut permintaan pasar sehingga perlu mendapat apresiasi yang layak.

Tenunan mereka kini semakin bernilai saat mendapat 'treatment' yang mengedepankan kekuatan teknik seperti yang tersaji di koleksi 'Kayu & Kosmos'.

Sekuen Balau mengawali peragaan yang hampir semua tamunya berselempangkan ulos. Namun untuk koleksi ini, jangan bayangkan ulos yang hanya tampil sebagai selendang pemanis.

Ulos kreasi, demikian istilah Tobatenun untuk kain tenun kontemporer (bukan dibuat untuk seremoni adat), menjelma dalam pakaian bersiluet modern.

Koleksi Tobatenun 'Kayu & Kosmos'Koleksi Tobatenun 'Kayu & Kosmos' (Foto: Dok. Tobatenun)

Salah satunya rok panjang bervolume yang terbuat dari tenun Batak bermotif garis. Rok tersebut diberi aksen kerutan yang menyembul dari bagian pinggang sebagai sentuhan kekiniannya. Menariknya, masih ada benang jahitan di permukaan rok yang sengaja tidak dirapikan sehingga meninggalkan kesan unfinished yang kontemporer.

Rok hadir dengan crop-top linen yang dijahit sedemikian rupa sehingga bentuknya menyerupai struktur bagian dalam batang pohon, sumber material kayu untuk seni pahat.

Koleksi Tobatenun 'Kayu & Kosmos'Koleksi Tobatenun 'Kayu & Kosmos' (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

"Tenun sendiri banyak tekniknya, tapi kami ingin mengedepankan juga keberagaman teknik dalam mengolah kain lainnya. Jadi koleksi ini mix material, tapi selalu tenun tetap menjadi inspirasi utama. Lalu kami twist dengan sesuatu yang lebih couture dan avant garde," terang Kerri. Teknik yang sama juga diaplikasikan untuk pilihan outerwear dan korset yang unik.

Saking rumitnya, pengerjaan koleksi Balau yang hanya terdiri dari 11 set busana ini sampai memakan waktu lima bulan. Itu belum termasuk pewarnaan benang dan proses penenunan yang bisa menghabiskan tiga bulan sendiri.

"Salah satu tantangannya cuaca yang tidak kondusif. Proses pengeringan benang setelah pewarnaan sangat bergantung pada iklim. Kalau hujan terus, benang tidak kering-kering, tapi kebanyakan matahari juga tidak baik karena warnanya akan memudar," kata putri Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI Luhut Binsar Pandjaitan ini.

Koleksi Tobatenun 'Kayu & Kosmos'Koleksi Tobatenun 'Kayu & Kosmos' (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Mengingat teknik yang rumit serta lama pembuatan kain, Tobatenun hanya merilis koleksi ini dalam jumlah yang sangat terbatas. Pakaian yang hadir di runway tidak diproduksi ulang, tapi tetap dijual.

"Karena ini couture set, one of a kind piece. Harganya jadi agak tinggi, sekitar Rp 5 juta - Rp 15 juta," kata Kerri. Namun, Tobatenun akan menghadirkan versi turunan (hanya 4-5 item) dari busana runway dengan detail yang lebih minim sehingga harganya lebih terjangkau.

Inspirasi Pahat Batak

Sebuah luaran putih yang menemani two-piece jumpsuit biru dari tenun Batak tampil edgy dengan keliman 'berduri'. Namun, pesona utamanya adalah motif berbentuk semacam cicak atau kadal yang menghiasi bagian dada. Sumber inspirasi motif tersebut berasal dari pahatan yang biasa ditemui di rumah adat Batak atau rumah bolon.

Motif tersebut semakin nyata di sekuen Rara. Busana yang didominasi palet merah tersebut hadir dengan motif gorga yang diperbesar.

Koleksi Tobatenun 'Kayu & Kosmos'Koleksi Tobatenun 'Kayu & Kosmos' (Foto: Dok. Tobatenun)

"Ukiran gorga biasanya ada di rumah bolon sebagai penangkal buruk. Kami juga sengaja memakainya karena ini kali pertama ada motif ini di koleksi Tobatenun. So, it's a good luck," katanya.

Kehadiran motif tersebut tak sekadar memperkuat karakter pada koleksi ini, tapi juga membawa sebuah pesan khusus.

Kerri menjelaskan, tradisi Batak sebenarnya memiliki seni pahat kayu yang tak kalah unik dan indah dari daerah lainnya. Hanya saja, seni tersebut mengalami stagnansi, tidak berkembang, sehingga mulai dilupakan, bahkan oleh orang asli Batak. "Kami harap ini bisa jadi conversation starter untuk pahatan batak sehingga ada upaya pelestarian yang lebih serius," tambahnya.

Koleksi Tobatenun 'Kayu & Kosmos'Koleksi Tobatenun 'Kayu & Kosmos' (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)


Tentang Hari Ulos Nasional, Kerri pun punya kesan dan harapan tersendiri. "Ada senang dan pahit. Senangnya, ulos bisa lebih eksis. Kalau sedihnya, kondisi penenun di sana masih tereksploitasi dan belum fair-trade. Menurut saya, seharusnya kita bisa merayakan cantiknya ulos, tapi tidak melupakan juga orang-orang di baliknya," katanya.

Ia lalu menambahkan, "Harapannya untuk Hari Ulos Nasional ini, Tobatenun bisa mendorong orang-orang mengubah cara outlook dunia tenun Indonesia. Bukan sekadar lihat keindahan kain, tapi sekaligus ke pelakunya atau lebih people minded."



Simak Video "Bakal Debut di JFW, Tobatenun Tampilkan Fashion Tenun Tradisional-Kontemporer"
[Gambas:Video 20detik]
(dtg/dtg)