Prambanan dan Ratu Boko, kawasan pariwisata di Sleman, Yogyakarta dikenal karena bangunan cagar budaya, namun masih menghadapi masalah kemiskinan.
Kawasan Prambanan dan Ratu Boko dikenal karena memiliki sejumlah bangunan cagar budaya yang sangat penting bagi sejarah Indonesia, seperti Candi Prambanan, Candi Ratu Boko, dan Candi Sambisari. Keindahan alam dan budaya yang dimiliki oleh kawasan ini telah menarik perhatian wisatawan dari berbagai negara.
Seturut Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (Ripparda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kawasan Prambanan dan Ratu Boko, yang terletak tidak jauh dari YIA, akan menjadi fokus pengembangan pariwisata. Ripparda menargetkan jumlah kunjungan wisatawan ke Yogyakarta meningkat menjadi 15 juta pada tahun 2025.
Sumber : Dokumen PT Trisakti Pilar Persada
Berdasarkan data yang diperoleh tim riset TPP dari BPS Sleman, di kawasan Prambanan – Ratu Boko pada tahun 2022 jumlah wisatawan asing dan domestik masih cukup tinggi, yaitu di Kapanewon Berbah, Prambanan dan Kalasan. Terutama jumlah kunjungan wisatawan domestik yang jumlah kunjungan masih dominan hingga mencapai 3 juta lebih wisatawan. Meskipun terjadi peningkatan kunjungan wisatawan di kawasan Prambanan-Ratu Boko, tingkat kemiskinan di sekitarnya masih tetap tinggi dan belum teratasi sepenuhnya.
Sumber : Hasil riset Tim KP PT Trisakti Pilar Persada // BPS Sleman
Sumber : Hasil riset Tim KP PT Trisakti Pilar Persada // BPS Sleman
Hasil tim riset TPP dari Badan Pust Statistik Sleman 2022 juga menyatakan sebuah realitas pahit di kawasan Prambanan – Ratu Boko. Meski berhasil menarik sebanyak 3.483.623 pengunjung pada tahun lalu, namun tingkat kemiskinan di kawasan wisata Prambanan – Ratu Boko tetap tinggi. Tercatat, pada Kapanewon Prambanan ada sekitar 2.435 Kepala Keluarga miskin atau sekitar 12,92% penduduk setempat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Kegiatan Quality Control II Tim Kajian Pengembangan PT.TPP
Tingkat kemiskinan yang tinggi di kawasan Prambanan terindikasi disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah minimnya pekerjaan yang tersedia bagi masyarakat sekitar, terutama yang tidak memiliki keterampilan khusus yang dibutuhkan dalam industri pariwisata. Meskipun sektor pariwisata diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru, namun belum semua masyarakat dapat merasakan manfaat tersebut. Hal ini juga menunjukkan bahwa salah satu tujuan pengembangan pariwisata di DIY yaitu meningkatkan perekonomian daerah melalui industri pariwisata, masih belum sepenuhnya tercapai.
Selain itu, kurangnya investasi pada sektor ekonomi lokal dan infrastruktur mendorong kegiatan ekonomi untuk diambil alih oleh investor dari luar. Perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata, memberikan pelatihan dan pembinaan keterampilan bagi masyarakat sekitar, serta mengembangkan bisnis dan usaha lokal.
Penulis: Tim Jurnalistik