Share

Mengenal 3 Adat Unik Suku Batak Toba yang Berbau Mistis

Rahel Pebrini Panjaitan, Jurnalis · Selasa 15 Agustus 2023 17:00 WIB
https: img.okezone.com content 2023 08 14 406 2864194 mengenal-3-adat-unik-suku-batak-toba-yang-berbau-mistis-O11nvnx2A5.jpg Mangongkal holi, salah satu adat unik Batak Toba di Samosir, Sumatera Utara. (Youtube Pesona Samosir)

INDONESIA terkenal dengan keanekaragaman budaya dan suku. Salah satunya Batak Toba. Suku di sekitar Danau Toba, Sumatera Utara ini memiliki beragam tradisi dan budaya yang unik.

Sisi budaya Batak Toba selalu memiliki daya tarik tersendiri untuk dikulik. Bahkan beberapa di antaranya jadi gelaran event tahunan yang menarik perhatian wisatawan.

Berikut 3 adat unik suku Batak Toba yang rada berbau mistis.

 BACA JUGA:

1. Mangongkal Holi

Bagi masyarakat Batak Toba, kematian bukanlah akhir dari sebuah kehidupan. Salah satu cara untuk tetap menjalin relasi dengan orang yang sudah meninggal dunia dapat ditemukan dalam ritual adat Mangongkal holi.

Mangongkal holi berarti menggali tulang-belulang orang mati untuk dikuburkan di tempat yang lain. Dalam bahasa Batak Toba, holi berarti tulang atau tulang-belulang disebut juga saring-saring yaitu tulang tengkorak orang yang meninggal.

Ilustrasi

 Instagram @musa_rajekshah

Adat mangongkal holi merupakan salah satu tradisi dalam budaya suku Batak Toba yang dilaksanakan keluarga dengan harapan agar roh para leluhur akan memberikan berkat ( pasu-pasu) kepada semua keturunannya yang masih hidup sekaligus menjauhkan segala malapetaka.

Setelah makam lama digali, pihak paman membersihkan dan membungkus tulang-belulang dengan ulos. Kemudian, tulang-belulang yang sudah bersih dan dibungkus kain ulos dimasukkan ke dalam peti dan dibawa oleh pihak istri (jika masih ada, jika sudah tidak ada maka akan digantikan oleh anak perempuan tertua) dengan menaruh peti di atas kepala.

 BACA JUGA:

Tak heran jika upacara ini membutuhkan biaya yang besar, karena tradisi ini memotong hewan ternak dan proses upacaranya panjang, dari proses penggalian hingga pada prosesi pesta yang membutuhkan waktu berhari-hari.

Dalam tradisi kebudayaan Batak, mereka selalu menghormati leluhur yang telah lama meninggal dengan cara memelihara kuburannya atau menyimpan tulang-belulangnya.

2. Horja

Upacara horja merupakan salah satu adat yang diadakan untuk menghormati dan mengenang para leluhur. Upacara horja melibatkan berbagai tahapan, termasuk penyembelihan hewan, tarian, nyanyian, dan doa.

Ilustrasi

Instagram @musa_rajekshah

Ritual horja biasanya dilakukan pada waktu yang telah ditentukan oleh dukun atau tetua adat. Sebelum dimulainya acara, tempat pemujaan atau altar khusus didirikan di lokasi yang telah dipilih. Altar ini biasaya dihiasi dengan simbol-simbol agama Batak( parmalim, seperti patung-patung leluhur atau tugu batu.

Salah satu tahapan penting dalam horja adalah penyembelihan hewan kurban, seperti babi atau kerbau. Penyembelihan ini dilakukan oleh pemimpin upacara dengan menggunakan alat-alat tradisional.Darah hewan kurban dianggap memiliki nilai ritualistik yang kuat sebagai tanda pengorbanan.

Upacara ini bertujuan untuk menjaga hubungan spritual dengan leluhur serta memperkuat ikatan sosial antar anggota keluarga dan komunitas. Selain itu, Horja juga dianggap sebagai sarana memohon berkah, keselamatan, dan keberuntungan dari leluhur dalam kehidupan sehari-hari.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

3. Keranda Roto

Keranda Roto merupakan kendaraan dari kayu yang memiliki empat buah roda yang berfungsi sebagai kereta jenazah untuk membawa jasad orang meninggal menuju pemakaman.

Kereta Roto berbentuk rumah adat Batak Toba dengan jambul depan dan belakang yang khas sebagai tanda pengenal. Roto tersebut ditutupi dengan kain ulos berlapis-lapis, pemberian dari orang-orang yang menyayangi mendiang.

Setelah upacara adat, peti mati dimasukkan ke dalam roto yang diputar tujuh kali dan kemudian digiring tanpa henti ke tempat pemakaman.

 Ilustrasi

Setibanya di lokasi pemakaman, peti mati akan dikeluarkan dari roto untuk dimakamkan. Semua ulos yang menutupi roto akan dibawa kembali oleh keluarga, dan roto tersebut akan ditinggalkan di tempat pemakaman.

Penggunaan Roto hanya diperbolehkan bagi orang tua yang meninggal dengan status “saur mauli bulung” atau sebutan bagi orang tua yang keseluruhan anaknya telah menikah hingga memiliki cucu dan cicit atau dalam istilah Batak “marnini marnono”.

“Sejak dahulu, setiap orang meninggal dengan sematan ‘saur matua’ hingga ‘saur mauli bulung’akan diberangkatkan mengendarai Roto menuju tanah pemakaman,” tulis akun instagram @taputinfo.

1
2

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini