Tembok China dan Ibadah


Photograph of The Great Wall of China from 1907.
Perlu 300-an tahun membangun tembok China

Tembok China dan Persistensi Ibadah

Apa hubungannya? Wong tembok Cina kok dikaitkan dengan ibadah? Ada…Tenang aja, ada kok hubungannya. Sabar deh. Mari kita bahas.

Konon China membangun tembok raksasa (The Great Wall) selama ratusan tahun. Panjangnya diperkirakan 6.400 kilometer,ada yang menulis lebih dari 8.000 km (dari kawasan Sanhai Pass di timur hingga Lop Nur di sebelah barat) dan tingginya 8 meter. Lebar bagian atas 5 m, sedangkan lebar bagian bawahnya 8 m. Setiap 180-270 m dibuat ’menara pengintai’ dengan tingga antara 11-12 m.

Konon bagian tertentu tembok dibangun pada abad ke-8 sebelum masehi (SM). Pada sekitar abad 5 sampai dengan 221 SM, dinasti Qi, Yan and Zhao masing-masing membangun benteng yang kokoh untuk mempertahankan perbatasan teritori negara. Artinya seluruhnya memakan waktu 300-an tahun. Tembok itu dibangun guna mencegah serbuan musuh, khususnya bangsa Mongol di utara. Belakangan dinasti Ming, abad tahun 1440an hingga 1460an menyempurnakannya untuk menangkis serangan bangsa Manchu.

Orang China menyusun tembok itu bagian demi bagian kecil, dari bawah sampai paling atasnya. Selesai ‘satu kotak’, barulah mereka menyusun kotak baru di sampingnya. Demikian seterusnya, sehingga mencapai ribuan km panjangnya. Konon tembok besar itu menjadi salah satu ‘keajaiban’ ciptaan manusia yang kabarnya (tapi ini masih sebagai mitos) merupakan satu-satunya bangunan yang bisa terlihat jelas dari luar angkasa.

Mengapa orang China, maksudnya para raja atau penguasa, rela membuang waktu ratusan tahun untuk sebuah tembok itu? Ini katanya karena mereka beranggapan China akan berdiri langgeng selama ribuan tahun, sehingga tidak percuma ‘pengorbanan’ 300-an tahun untuk suatu manfaat yang jauuuuuh lebih lama lagi.

Untuk membuat tembok raksasa ini, diperlukan waktu ratusan tahun di zaman berbagai kaisar. Semula, diperkirakan Qin Shi-huang yang memulai pembangunan tembok itu, namun menurut penelitian dan catatan literatur sejarah, tembok itu telah dibuat sebelum Dinasti Qin berdiri, tepatnya dibangun pertama kali pada Zaman Negara-negara Berperang.

Kaisar Qin Shi-huang meneruskan pembangunan dan pengokohan tembok yang telah dibangun sebelumnya. Sepeninggal Qin Shi-huang, pembuatan tembok ini sempat terhenti dan baru dilanjutkan kembali di zaman Dinasti Sui, terakhir dilanjutkan lagi di zaman Dinasti Ming. Bentuk Tembok Raksasa yang sekarang kita lihat adalah hasil pembangunan dari zaman Ming tadi. Bagian dalam tembok berisi tanah yang bercampur dengan bata dan batu-batuan. Bagian atasnya dibuat jalan utama untuk pasukan berkuda Tiongkok.

Tembok Raksasa Cina dianggap sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia. Pada tahun 1987, bangunan ini dimasukkan dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO.

Nah, analog dengan itu, orang mestinya siap berkorban sekian jam dalam sehari, atau bahkan berbulan atau tahun, untuk menyiapkan bekal bagi suatu masa yang bukan cuma ribuan tahun lamanya, melainkan jutaan bahkan milyaran tahun – suatu masa yang tak terhingga lamanya. Sebuah eternity, sebuah kampung abadi. Dalam bahasa orang matematika, ‘ketidakberhinggaan’ sama dengan bilangan berapa saja dibagi nol (0) — atau n/0 — yang kemudian diperlambangkan dengan huruf ‘S’ yang tidur (~).

Kita bukan Einstein atau ahli matematika pemenang Nobel, tapi secara bodoh barangkali penggunaan angka nol (0) sebagai penyebut dalam formula n/0 itu boleh jadi karena di kampung akhirat itu semuanya nol. Karena di sana (berbeda dengan dunia yang fana) tidak ada dimensi waktu (dan ruang) — maka segalanya adalah nol belaka. Semuanya. Semuanya tidak ada, kecuali Tuhan sendiri.

Walhasil, persistensi itulah barangkali sebuah makna yang mungkin saja berhubungan dengan hadis: belajarlah sampai ke negeri Cina. Entah hadis itu sahih atau tidak (dan mengapa harus ‘Cina’ yang dipilih, mungkin karena dulu peradaban Cina yang jauh dan Persia yang dekat sajalah yang dikenal bangsa Arab pada abad ke-enam Masehi), yang jelas, kini Cina memang menjadi sebuah negeri adidaya yang sangat diperhitungkan di dunia, menyaingi Amerika. (Di Cina sendiri terdapat sekitar 21 juta orang Islam, yang artinya lima kali lipat penduduk Palestina atau Singapura dan hampir menyamai jumlah penduduk Australia atau Malaysia.)

Di Cina, di Palestina atau di Indonesia, semua yang ingin berjuang untuk jangka panjang rupanya memang harus persisten. Dengan kata lain: sabar dan tidak mengenal kata ‘lelah’. Oleh karena itu — menillik kembali kepada pengorbanan dan keabadian — mestinya sebuah ibadah dalam bentuk doa misalnya tidak ada maknanya apa-apa jika hanya dilakukan selama satu atau dua jam, atau bahkan sepekan atau sebulan. Di sini kuantitas itu, bilangan itu, hanya nol besar. Yang bermakna kiranya hanyalah kualitas atau mutu. Mutu sebuah ibadah kiranya paralel dengan besarnya nilai kesabaran dan keikhlasan.

Maka, sebuah doa seperti di bawah ini mungkin akan menuntut pembacanya sabar dan ikhlas — meski lama membacanya sebetulnya hanya membutuhkan waktu empat sampai lima menit saja.

• Wahai Dia yang menyayangi yang tidak disayangi manusia;
• Wahai Dia yang menerima yang ditolak makhluk-Nya;
• Wahai Dia yang tidak merendahkan orang yang memerlukan-Nya;
• Wahai Dia yag tidak mengecewakan mereka yang bermohon kepada-Nya;
• Wahai Dia yang mensyukuri yang sedikit dan membalas dengan banyak;
• Wahai Dia yang mendekat kepada mereka yang mendekati-Nya;
• Wahai Dia yang mengajak ke hadirat-Nya, orang-orang yang berpaling dari-Nya;
• Wahai Dia yang tidak mengubah nikmat dan tidak segera membalas;
• Wahai Dia yang menjadikan kebaikan berbuah, sehingga menumbuhkannya, dan memaafkan kesalahan sehingga bahkan menghapuskannya;

• Semua yang agung, kecil di hadapan-Mu, Semua yang mulia, hina di hadapan kemuliaan-Mu;
• Kecewalah orang yang berangkat kepada selain-Mu, Rugilah orang yang tidak menghadap kepada-Mu; Lenyaplah orang yang tidak tinggal bersama-mu, Malang benar orang yang memisahkan diri kecuali yang bergabung pada karunia-Mu;
• Pintu-Mu terbuka bagi para perindu,
• AnugerahMu disebarkan pada para peminta, pertolongan-Mu dekat pada pemohon bantuan;

… Dan seterusnya, lihat di bagian lain blog ini.

Silakan Beri Komentar