Skip to main content
Artikel

LAGI, LEGALISASI GANJA?

Dibaca: 81 Oleh 15 Jun 2022Agustus 22nd, 2022Tidak ada komentar
LAGI, LEGALISASI GANJA?
#BNN #StopNarkoba #CegahNarkoba

Dunia media sosial sempat dihebohkan dengan postingan dari salah satu akun Twitter pada Juni 2022. Pemilik akun Twitter tersebut mengunggah sebuah foto seorang ibu yang membawa poster bertuliskan “Tolong, anakku butuh ganja medis”, pada acara Car Free Day di Jakarta. Postingan ini menuai beragam komentar dari warganet. Ada yang bersimpati dan mendukung perjuangannya, namun ada juga yang justru mempertanyakan bagaimana kelegalan ganja di Indonesia.

Tindakan ibu tersebut yang meminta ganja dinilai cukup nekad karena ganja masih menjadi barang tabu bagi kebanyakan masyarakat Indonesia. Setelah ditelusuri, ternyata tindakan ibu bernama Santi tersebut bertujuan demi memperoleh ganja untuk pengobatan anaknya yang menderita penyakit cerebral palsy. Rupanya ia telah dua tahun memperjuangkan legalisasi ganja untuk pengobatan anaknya ke Mahkamah Konstitusi (MK), namun sampai saat ini masih belum mendapatkan respon serius.

Tidak hanya itu, kasus serupa yang terkait ganja untuk pengobatan juga pernah terjadi pada tahun 2017 silam. Saat itu, pria bernama Fidelis di Sanggau, Kalimantan Barat ketahuan menanam ganja di rumahnya. Tanaman ganja tersebut diakuinya untuk mengobati istrinya yang menderita penyakit Syringomelia. Namun, sayangnya saat ia ditahan atas kasus kepemilikan ganja tersebut, istrinya meninggal dunia karena tidak lagi menggunakan ganja sebagai obat.

Dari kedua kasus di atas, tak bisa disangkal bahwa ada sebagian masyarakat Indonesia yang percaya ganja dapat digunakan sebagai obat untuk penyakit tertentu. Ganja dijadikan obat alternatif yang dianggap dapat membantu mengurangi gejala bahkan menyembuhkan penyakit. Ikhtiar demi kesembuhan orang yang dicintai membuat mereka nekad menggunakan ganja meskipun hal tersebut jelas melanggar hukum di Indonesia.

Beberapa negara di dunia memang telah melegalkan ganja untuk kepentingan kesehatan. Mengutip dari Times Indonesia, negara-negara yang telah melegalkan ganja di antaranya adalah Kolombia, Meksiko, Amerika Serikat, Kanada, Italia, Thailand, Australia, Jerman, Afrika Selatan, Argentina, Uruguay, Ekuador, Siprus, Peru, Spanyol, dan Thailand sebagai negara Asia Tenggara pertama yang melegalkan ganja.

Legalnya ganja bukan berarti ganja boleh secara bebas digunakan oleh siapapun, dimanapun, dan kapanpun. Legalitas ganja justru mengatur regulasi penggunaan ganja untuk tujuan tertentu. Tiap negara memiliki peraturan perundang-undangan yang berbeda dalam mengatur penggunaan ganja. Namun, rata-rata negara yang melegalkan ganja hanya mengijinkan ganja untuk pengobatan atau kepentingan medis. Di luar penggunaan tersebut tetap menjadi suatu tindakan kriminal, apalagi jika ganja untuk kebutuhan rekreasi dalam jumlah berlebih atau di luar batas ketentuan.

Banyak hal yang menjadi pertimbangan mengapa ganja masih belum bisa secara legal digunakan untuk pengobatan di Indonesia. Salah satunya jika ditinjau dari sisi hukum, jelas ganja sangat dilarang digunakan di Indonesia. Dalam lampiran I Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, ganja termasuk dalam jenis narkotika Golongan I. Pasal 8 ayat 1 dalam Undang-undang Narkotika tersebut menyatakan bahwa narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.

Undang-undang 35 Tahun 2009 yang masih berlaku sampai saat ini masih melarang keras penggunaan ganja untuk pengobatan. Apalagi sampai sejauh ini belum banyak penelitian di Indonesia yang menyatakan dengan jelas bahwa ganja aman digunakan untuk pengobatan. Jika mengacu pada pasal 8 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2009, penelitian terhadap ganja sebenarnya diperbolehkan dengan syarat harus mendapat persetujuan dari Menteri Kesehatan RI dan rekomendasi Kepala BPOM RI, yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI dan Peraturan Kepala BPOM RI. Sebagaimana yang pernah diutarakan oleh Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin beberapa waktu lalu, bahwa ia memberikan ijin penelitian terhadap ganja untuk kebutuhan medis dan tentunya dengan regulasi yang ketat.

Selain tinjauan dari sisi hukum, jenis ganja yang dapat dilegalkan juga perlu dipertimbangkan.  Ada dua macam ganja yaitu hemp dan mariyuana. Ganja mengandung zat psikoaktif THC (Tetrahidrocanabinol) yang dapat berbahaya bagi kesehatan jika berlebihan. Ganja dengan kandungan THC tinggi inilah yang disebut mariyuana dan biasanya digunakan untuk tujuan rekreasional. Jika berlebihan, maka dapat menimbulkan ketergantungan atau kecanduan. Di sinilah letak bahaya dari penyalahgunaan ganja.

Ganja berjenis hemp adalah ganja yang telah dibiakkan sehingga menghasilkan ganja dengan kandungan CBD (Cannabinoid) yang lebih tinggi dibandingkan dengan THC. Hemp dengan kandungan CBD tinggi inilah yang digunakan untuk pengobatan. Tidak hanya untuk pengobatan, serat, minyak, dan biji hemp juga dapat dimanfaatkan untuk pakaian dan kosmetik. Negara-negara yang telah melegalkan ganja lebih banyak membudidayakan hemp untuk pengobatan, bukan mariyuana. Sedangkan ganja yang masih banyak beredar di Indonesia saat ini masih ganja jenis mariyuana.

Selain dari sisi hukum dan jenis ganja, sosiologi masyarakat Indonesia juga perlu menjadi pertimbangan. Penduduk Indonesia adalah masyarakat yang majemuk dengan beragam karakter. Negara-negara yang telah mengatur regulasi tentang pelegalan ganja adalah negara-negara maju yang masyarakatnya sadar dan patuh hukum, sehingga regulasi ketat tentang penggunaan ganja dapat ditegakkan. Lalu bagaimana dengan Indonesia ?

Selain masyarakat Indonesia yang harus lebih sadar hukum untuk dipatuhi bersama, pemerintah juga perlu mempersiapkan sumber daya manusia dan aparat yang komitmen menegakkan regulasi dengan tegas. Jangan sampai jika nantinya ganja telah dilegalkan di Indonesia seperti yang selama ini diharapkan oleh sebagian masyarakat justru akan menjadi “lahan” baru untuk oknum tertentu dalam mencari keuntungan.

Penerapan legalitas ganja di negara Indonesia memang tidaklah semudah mendapatkan ganja itu sendiri. Perlu berbagai pertimbangan dan peraturan agar ganja tidak semakin disalahgunakan. Tidak hanya melihat dari sisi kegunaan ganja untuk pengobatan, tetapi juga perlu mempertimbangkan efeknya bagi masyarakat umum dan yang menyalahgunakan ganja hanya untuk kebutuhan rekreasional.

Pada kenyataannya, di Indonesia saat ini lebih banyak yang menyalahgunakan ganja untuk rekreasional dibandingkan untuk kebutuhan medis. Seperti yang diungkap dalam Indonesia Drug Report 2020 bahwa jenis narkotika yang paling banyak dikonsumsi dalam satu tahun terakhir di Indonesia adalah ganja. Hal ini bisa disebabkan oleh murahnya harga ganja dibandingkan narkotika jenis lain dan kemudahan memperoleh ganja itu sendiri.

Pemerintah tidak terburu-buru untuk melegalkan ganja di Indonesia demi melindungi dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman bahaya penyalahgunaan narkoba, seperti yang tertuang dalam pasal 4 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Prevalensi penyalahguna narkoba yang semakin meningkat menandakan bahwa penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba masih sulit untuk diberantas, apalagi untuk melegalkan narkotika yang selama ini dilarang.

Oleh sebab itu, upaya penegakan P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika) harus menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai warga negara Indonesia tanpa terkecuali, untuk menyelamatkan generasi penerus bangsa dari jerat narkoba. Pencegahan dapat dimulai dari diri sendiri dan keluarga dengan perilaku hidup sehat dan bersih dari narkoba untuk mewujudkan Indonesia Bersinar (Bersih dari Narkoba). (RP)

 

Ditulis oleh : Ratna Puspitasari, S.Psi.

                     (Penyuluh Narkoba Ahli Pertama BNNP Sumsel)

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel