Sudut pandang/Opini

Mengembalikan Tanaman Kakao ke "Habitatnya" agar Produktivitas Tanaman Optimal

·
Mengembalikan Tanaman Kakao ke "Habitatnya" agar Produktivitas Tanaman Optimal
Sumber gambar: mitalom.com.

oleh Mardiah*

Tanaman kakao termasuk katagori tanaman penyegar, di samping kopi dan teh. Kakao merupakan tanaman primadona di antara tanaman perkebunan di Kabupaten  Pidie dengan luas tanam lebih dari 10 000 ha, yang tersebar dalam beberapa kecamatan, di antaranya Glumpang Tiga, Mutiara Timur, Titeu, dan Padang Tiji. 

Era keemasan kakao pernah dirasakan oleh petani penghasil di era tahun 1990-an. Namun, seiring dengan perjalanan waktu, akibat beberapa faktor, produktivitas kakao semakin menurun.

Penurunan produktivitas sesungguhnya merupakan permasalahan klasik yang lazim dihadapi petani pada berbagai komoditas pertanian.

Khusus untuk tanaman kakao di Kabupaten Pidie, penurunan produktivitas  disebabkan oleh beberapa hal diantaranya:  penggunaan bahan tanam yang kurang baik, kurangnya pengetahuan petani kakao tentang teknik bercocok tanam kakao yang tepat yang lazim disebut Good Agriculture Practices (pedoman teknik budidaya yang tepat), dan umur tanaman sudah tidak produktif.

Mengembalikan kakao ke “habitat asli”

Kakao merupakan tanaman bawah hutan tropis basah yang berasal dari Amerika Selatan.  Hutan tropis basah telah memanjakan tanaman kakao dengan daya dukung kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah serta iklim yang sangat sesuai (S1) bagi tanaman kakao.  

Kakao termasuk katagori tanaman yang membutuhkan unsur hara yang sangat lengkap dalam pertumbuhannya. Kompleksitas terhadap kebutuhan dan ketersediaan unsur hara itulah salah satu penyebab permasalahan produksi bagi tanaman kakao.  Seperti kita ketahui, hutan tropis basah memiliki tingkat kesuburan tanah yang sangat baik. Tindakan budidaya tanaman tentu diawali dengan mengenal tanaman yang akan dibudidayakan itu sendiri.  

Berikut sekilas syarat tumbuh tanaman kakao:

Tanaman kakao tumbuh subur pada daerah dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun.

Tipe iklim yang sangat ideal bagi kakao adalah tipe B dengan ketinggian 0 – 600 m dpl.  Suhu juga berkaitan dengan ketersediaan air, sinar matahari dan kelembaban.  

Faktor kelembaban dan intensitas cahaya matahari bagi tanaman kakao harus dikelola dengan baik melalui pemangkasan, penataan pohon pelindung, dan tata air.  

Sinar matahari juga hal sangat penting terutama memdukung proses fotosintesis pada tanaman.

Kakao dapat tumbuh pada suhu  210 c s/d 320 c.  Solum tanam yang dikehendaki kakao minimal 90 cm dengan ph tanah pada kisaran 6.5 – 7.  

Solum tanah berkaitan erat dengan daya tembus akar dan kemampuan akar menyerap hara.

Tanaman kakao menghendaki tanah yang subur. Sifat tanah yang sangat berpengaruh adalah sifat kimia dan sifat fisik tanah. Sifat kimia ini erat kaitannya dengan kesuburan tanah, ketersediaan unsur hara dan derajat kemasaman tanah serta kadar bahan organik tanah.  Tidak kalah penting adalah sifat fisik tanah yang meliputi porositas tanah, struktur tanah, aerasi tanah serta tekstur tanah.   

Rendahnya produktivitas tanaman kakao di Kabupaten Pidie saat ini mencerminkan pelaksanaan SOP GAP Kakao belum sepenuhnya dilakukan petani kakao.

Kompleksitas terhadap kebutuhan dan ketersediaan unsur hara itulah salah satu penyebab permasalan produksi bagi tanaman kakao.  Artinya petani penghasil tidak boleh alpa terhadap langkah-langkah peningkatan produksi dari sisi pemenuhan terhadap syarat  tumbuh tanaman kakao itu sendiri. 

Bahan Tanam

Bahan tanam sebagai sumber benih tanaman merupakan  salah satu persyaratan budidaya.

Benih yang baik adalah yang diketahui memiliki produktivitas tinggi dan telah teruji serta tahan terhadap hama dan penyakit.

Dalam dunia perkakaoan dikenal dengan nama klon yang berasal dari perkawinan silang/cross breading.  Guna memperoleh hasil seperti yang diinginkan dari induknya, maka dalam perbenihan kakao dilakukan dengan cara sambung pucuk (top grafting) dengan menggunakan cabang (entres) tanaman unggul yang diambil dari induk terpilih (kebun entres).  Benih yang dihasilkan disebut benih klonal.  

Pada tanaman  yang sudah terlanjur dibudidayakan petani dan ternyata menunjukkan produktivitas tidak seperti yang diharapkan, maka dapat diganti dengan klon yang lain  yang lebih unggul melalui sambung samping dan sambung chupon. 

Banyak klon yang sudah diuji dan dilepas oleh lembaga berwenang (Puslitkoka) seperti RCC 70, RCC71, RCC 72, TSH 858, ICS 60 , Sulawesi 1, Sulawesi 2, ICCRI 1, ICCRI 2 dan lain-lain. Di samping itu juga ada klon lokal yang sudah teruji secara nasional yang juga dilepas oleh Puslit koka seperti MCC 01, MCC 02, BL 50, dll.

Penerapan GAP yang tepat

Update ilmu dan teknologi budidaya kakao dirasa cukup penting dalam menjawab fenomena global termasuk menjaga kesinambungan produksi kakao tanah air melalui program Sustainability Cocoa Production Programe.  

Program ini tidak hanya menjaga keberlanjutan produksi tanaman kakao tapi juga memiliki orientasi kelestarian lingkungan. Tidak berlebihan karena pemanasan global dan perubahan iklim ternyata berdampak buruk bagi kegiatan budidaya pertanian secara umum.   Oleh karena itu,  aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi  dalam  kegiatan budidaya kakao mutlak diperlukan,  seperti pengetahuan tentang tata cara  mengembalikan tanaman kakao ke “habitat asli” agar produktivitas tanaman optimal.  

Tindakan lainnya yang juga  perlu ditempuh dalam upaya peningkatan produksi tanaman kakao adalah pemanfaatan bahan tanam unggul melalui sambung pucuk dan sambung samping, selalu menjaga kesuburan tanah fisik dan kimia tanah melalui pemberian  bahan organik pada tanah  baik kompos maupun pupuk kandang. Serta menciptakan iklim mikro seperti yang dimaui tanaman kakao. 

Penulis adalah pemerhati kakao. Tinggal di Kabupaten Pidie.

Loading...