samudrafakta.com
Bedah Fakta

KH. Hasyim Asy’ari: Penyeru Resolusi Jihad, Kukuh Merawat Kehormatan Bangsa Indonesia

Kharisma dan ketokohan Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asyari tak hanya diakui di tanah Jawa. Ia disegani oleh sebagian besar ulama dunia Islam. Ulama yang memiliki cara pandang luas serta visi jauh ke depan. Punya peran besar dalam mempertahankan kehormatan Indonesia, sekaligus giat mengampanyekan kemandirian ekonomi.

Salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) ini memiliki gelar “hadratussyekh”. Gelar ini tak disandang sembarangan ulama. Hanya ulama bagi yang telah memenuhi kualifikasi keilmuan yang tinggi, termasuk dalam ilmu hadits.

Pada tahun 1899, sepulangnya dari Mekkah, KH. Hasyim Asy’ari mendirikan Pesantren Tebu Ireng—yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad 20. Pada tahun 1926, K.H Hasyim Asy’ari menjadi salah satu pemrakarsa berdirinya Nadhlatul Ulama (NU).

James Fox, Antropolog dari Australian Nation University, punya penilaian yang akurat tentang Kiai Hasyim. “Jika kiai pandai masih dianggap wali, ada satu figur dalam sejarah Jawa yang dapat menjadi kandidat untuk peran wali. Ia adalah ulama besar, Hadratussyekh Kiai Hasyim Asy’ari. Beliau memiliki ilmu dan dipandang sebagai sumber berkah bagi mereka yang mengetahuinya. Hasyim Asy’ari semasa hidupnya menjadi pusat yang menghubungkan para kiai utama seluruh Jawa. Kiai Hasyim juga dianggap memiliki keistimewaan luar biasa. Menurut garis keturunannya, tidak saja ia berasal dari garis keturunan ulama pandai, dia juga keturunan Prabu Brawijaya,” papar Fox.

Baca Juga :   KH. Wahid Hasyim (3): Memimpin NU karena Kapasitas, Bukan Warisan

Berkat tangan dingin Kiai Hasyim pula NU bertransformasi menjadi organisasi besar yang memiliki pengikut terbanyak di bumi Nusantara. Sebagai Rais Akbar, dia mengusahakan kemandirian NU, swadaya warga NU dalam mengembangkan organisasi.

Seruan kemandirian itu termaktub dalam rumusan Khittah NU, statue NU fatsal 3, yaitu “Mendirikan badan-badan oentoek memadjoekan oeroesan pertanian, perniagaan dan peroesahaan, jang tiada dilarang oleh sjara”. Sehingga jelas bahwa pasal 3 tersebut merupakan tugas NU dalam memajukan pertanian di pedesaan.

Saat muktamar, Kiai Hasyim juga mengampanyekan kemandirian pendidikan dan kemandirian pangan. Untuk itu, dalam setiap Muktamar NU, para kiai dan peserta harus membawa hasil bumi dan hewan ternak sebagai upaya swadaya NU untuk umat. Artinya, kegiatan NU tidak membebani otoritas. Tidak bergantung pada donasi, sponsor, funding, atau berbagai bentuk sumbangan lainnya dari luar NU.

Kiai Hasyim juga menyarankan mendirikan lembaga pendidikan, rumah sakit, lembaga sosial, lembaga perekonomian, pengembangan kemandirian perempuan, dan lain-lain. Untuk itu mewujudkan gagasan ini, NU diprakarsai oleh tiga organisasi penggerak, yaitu Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Bangsa), Tashwirul Afkar (Organisasi Pemikiran dan Gagasan), dan Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Para Saudagar).

Baca Juga :   PKB Tetap Pede Kendati Hasil Survei Sebut Mereka Bukan Partai Favorit Warga NU

Artikel Terkait

Leave a Comment