Selasa, 7 Mei 2024

Pepak Basa Jawa

- Minggu, 19 Februari 2023 | 09:00 WIB

RADAR JOGJA - Dulu anak sekolah dasar (SD) wajib memiliki buku Pepak Basa Jawa atau panduan lengkap tentang bahasa Jawa. Tujuannya agar mereka mampu melestarikan ragam budaya, terutama soal bahasa daerah.

Untuk warga Provinsi DIJ, khususnya Kabupaten Gunungkidul, tidak asing dengan buku ini. Berbeda dengan era sekarang yang serba digital. Tutorial pandai berbahasa Jawa anak zaman dulu wajib punya buku Pepak Basa Jawa ini.

Seorang mantan pengguna buku Pepak Basa Jawa, warga Kapanewon Wonosari, Gunungkidul, Lucas Didit berbagi cerita tentang buku pintar itu. Dia mendeskripsikan bentuk buku ukurannya sama dengan buku tulis pada umumnya. “Tipis dengan sampul warna mencolok,” katanya.

Seingatnya, mesk tipis isi di dalamnya sangat lengkap, komplet atau pepak dalam bahasa Jawa. Banyak ilmu pengetahuan seputar bahasa Jawa, mulai cangkriman, nama-nama hewan berikut dengan anaknya, nyanyian hingga tata bahasa. “Saya paling suka dengan materi cangkriman atau kalimat teka-teki bahasa Jawa yang maksudnya harus ditebak,” ujarnya.

Kata Lucas, cangkriman juga punya arti. Cangkriman terjemahannya “wong pincang dadi kiriman”. Pihaknya tidak mengetahui secara persis sebenarnya apa makna dari kata cangkriman itu sendiri.

“Kalau diterjemahkan utuh dalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya 'orang cedera serius bagian kaki banyak ditolong orang,” ucapnya.

Saking senangnya dengan cangkriman, tebak-tebakan kata ini sering menjadi pelengkap manisnya persahabatan anak-anak zaman dulu. Ketika sedang gabut atau tidak memiliki kegiatan atau aktivitas, cangkriman dimulai.

“Pak boletus opo artine? Teman-temannya menjawab asal-asalan. Pak boletus, tipak kebo lelene limangatus. Padahal yang benar bukan limangatus tapi satus,” kenangnya sambil senyum-senyum sendiri.

Dalam bahasa Indonesia, makna bebas dari tepak kebo lelene satus, adalah jejak kaki kerbau ada seratus ikan jenis lele. Sampai sekarang dia mengaku tidak mengerti secara persis sebenarnya apa maksud dari perkataan dalam cangkriman.

“Tapi asyik jika dimainkan untuk tebak-tebakan pada zaman kecil saya dulu. Ada lagi, suru dangkat (asu turu ngadang brekat). Artinya anjing tidur menunggu nasi kenduri,” kelakarnya.

Menurutnya, bahasa Jawa sangat unik. Adalah banyaknya satu istilah untuk satu makna yang sama. Penggunaan pun harus dalam konteks yang tepat. Seperti, dalam bahasa Indonesia, kuda kecil. “Diterjemahkan dalam bahasa Jawa bukan jaran cilik, tapi belo,” ucapnya.

Masih banyak istilah lain yang digunakan, karenanya bahasa Jawa sangat unik. Kembali dia mencontohkan. Dalam bahasa Indonesia, nasi. Bahasa Jawa bukan hanya sego.

“Nasi di-translate bahasa Jawa menjadi sego. Sego kalau hanya sedikit disebut upo, kalau basi dan dikeringkan namanya jrangking,” jelasnya.

Lebih jauh mengenai buku Pepak Basa Jawa, di setiap lembarnya juga ada materi lain. Seperti puisi, tetembangan atau syair lagu. Nah, paling spesial adalah tulisan menggunakan aksara Jawa. Di situ ada kalimat legendaris berbunyi Honocoroko Dotosowolo Podojoyonyo Mogobothongo. Artinya ada utusan dua, laki dan perempuan (wanita) berebut kekuatan, sama saktinya (kuatnya) bergumul mati sama-sama menjadi bangkai (terpuruk) lunglai. (gun/laz)

Masih Laris, Tidak Sedikit
Diburu Mahasiswa Luar Jogja

Meskipun tergolong salah satu barang jadul, buku Pepak Bahasa Jawa atau Krawuh Basa Jawa kini masih banyak diburu. Peminatnya pun tidak hanya anak-anak sekolah dasar saja. Ada pula mahasiswa luar DIJ yang membutuhkan buku ini.

Salah seorang penjual buku di Shopping Center Yuli Astuti mengatakan, hingga kini buku teresbut memang masih banyak dibeli. Pembelinya paling banyak anak-anak SD hingga SMP. Terkadang ada ada siswa SMA dan kalangan umum yang mencari buku ini.

Satu hal yang unik, menurut Yuli, buku Pepak Basa Jawa juga dicari oleh para mahasiswa luar Jogjakarta. Para mahasiswa itu biasanya mencari buku ini agar bisa belajar memahami berbagai istilah yang berkaitan dengan bahasa Jawa. Sekaligus mempelajari apa saja budaya-budaya yang selama ini ada di DIJ.
“Buku ini memang masih banyak dicari. Dari dulu sampai sekarang tetap laris. Selama sebulan ya bisa laku lebih dari 15 buku,” ujar pemilik Toko Buku Yulia ini kepada Radar Jogja, Jumat (17/2).

Wanita 55 tahun ini membeberkan, buku ini juga memiliki beberapa kategori harga. Untuk harga yang paling murah berkisar Rp 15 ribuan, itu untuk buku dengan kertas tipis serta tidak berwarna. Sementara untuk buku yang lumayan mahal harganya di kisaran Rp 20 ribu-Rp 35 ribu dengan kertas lebih tebal dan warna yang bervariasi.

Meski buku ini sudah sejak ada tahun 80-an, Yuli menyatakan tidak ada yang berubah dari buku Pepak Basa Jawa. Untuk isi dan materi buku juga masih tetap tentang serba-serbi bahasa Jawa berikut artinya. Bahkan untuk sampul bukunya pun tidak berubah sama sekali.

“Yang berbeda mungkin hanya versinya. Ada yang Pepak Bahasa Jawa, ada juga yang Krawuh Basa Jawa, tapi isinya sama,” tandas Yulia yang sudah berjualan buku di Shopping Center sejak 1985 ini. (inu/laz)

Editor: Editor Content

Tags

Terkini

X