Kyai Hasyim Asy’ari Wafat Tak Lama Usai Menerima Utusan dari Jendral Soedirman

Kyai Hasyim Asy’ari Wafat Tak Lama Usai Menerima Utusan dari Jendral Soedirman

75 tahun lalu, seorang ulama kharismatik dan panutan umat Islam, Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari, dipanggil Yang Maha Kuasa.

Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) itu meninggal tepat pada tanggal 7 Ramadan 1366 H. Detik-detik sang kiai meninggal, disebabkan karena memikirkan kondisi bangsa.

Malam itu, tanggal 3 Ramadan 1366 H, bertepatan dengan tanggal 21 Juli 1947 M. Jam 9 malam, Kyai Hasyim Asy’ari baru saja selesai mengimami salat Tarawih. Seperti biasa, beliau duduk di kursi untuk memberikan pengajian kepada ibu-ibu muslimat.

Tak lama kemudian, datanglah seorang tamu utusan Jenderal Sudirman dan Bung Tomo. Kyai Hasyim Asy’ari menemui utusan tersebut didampingi Kiai Ghufron (pimpinan Laskar Sabilillah Surabaya). Sang tamu menyampaikan surat dari Jenderal Sudirman.

Kyai Hasyim Asy’ari meminta waktu satu malam untuk berfikir, dan jawabannya akan diberikan keesokan harinya. Isi pesan tersebut pertama, di wilayah Jawa Timur Belanda melakukan serangan militer besar-besaran untuk merebut kota-kota di wilayah Karesidenan Malang, Basuki, Surabaya, Madura, Bojonegoro, Kediri, dan Madiun.

Kedua, Hadratussyaikh Kyai Hasyim Asy’ari diminta mengungsi ke Sarangan, Magetan, agar tidak tertangkap oleh Belanda. Sebab jika tertangkap, beliau akan dipaksa membuat statemen mendukung Belanda. Jika hal itu terjadi, maka moral para pejuang akan runtuh.

Ketiga, jajaran TNI di sekitar Jombang diperintahkan membantu pengungsian Kiai Hasyim. Keesokan harinya, Kyai Hasyim Asy’ari memberi jawaban tidak berkenan menerima tawaran tersebut.

Empat hari kemudian, tepatnya pada tanggal 7 Ramadan 1366 H, pada pukul 21.00 WIB malam, datang lagi utusan Jenderal Soedirman dan Bung Tomo. Sang utusan membawa surat untuk disampaikan kepada Hadratussyaikh.

Bung Tomo memohon Kyai Hasyim Asy’ari mengeluarkan komando jihad fi sabilillah bagi umat Islam Indonesia, karena saat itu Belanda telah menguasai wilayah Karesidenan Malang dan banyak anggota laskar Hizbullah dan Sabilillah yang menjadi korban. Hadratussyaikh  kembali meminta waktu satu malam untuk memberi jawaban.

Di hari yang sama, Hadratussyaikh mendapat laporan dari Kiai Ghufron (pemimpin Sabilillah Surabaya) bersama dua orang utusan Bung Tomo, bahwa kota Singosari Malang (sebagai basis pertahanan Hizbullah dan Sabilillah) telah jatuh ke tangan Belanda. Kondisi para pejuang semakin tersudut, dan korban rakyat sipil kian meningkat.

Mendengar laporan itu, Kyai Hasyim Asy’ari berujar, ”Masya Allah, Masya Allah…” sambil memegang kepalanya. Lalu Kyai Hasyim Asy’ari tidak sadarkan diri.

Pada saat itu, putra-putri beliau tidak berada di Tebuireng. Tapi tak lama kemudian mereka mulai berdatangan setelah mendengar ayahandanya tidak sadarkan diri. Menurut hasil pemeriksaan dokter, Kyai Hasyim Asy’ari mengalami pendarahan otak (asemblonding) yang sangat serius.

Pada pukul 03.00 dini hari, bertepatan dengan tanggal 25 Juli 1947 atau 7 Ramadan 1366 H, Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ri dipanggil yang Maha Kuasa. Inna liLlahi wa Inna Ilayhi Raji’un.

Atas jasanya selama perang kemerdekaan melawan Belanda (1945-1947), terutama yang berkaitan dengan 3 fatwanya yang sangat penting:

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: