Minggu, 19 Mei 2024

Harganya Sering Anjlok, Warga Rembang ini Olah Bunga Sedap Malam Jadi Teh

- Selasa, 25 Juli 2023 | 14:50 WIB
MIRIP GULA AREN: Synta Sofiatul Khusnia, 22, menunjukkan teh bunga sedap malam buatannya. Rasanya mirip gula aren. (Iwan Andrik/Radar Bromo)
MIRIP GULA AREN: Synta Sofiatul Khusnia, 22, menunjukkan teh bunga sedap malam buatannya. Rasanya mirip gula aren. (Iwan Andrik/Radar Bromo)

 

Anjloknya harga bunga sedap malam menginspirasi Synta Sofiatul Khusnia untuk mengolahnya menjadi produk lain. Semula, dia ingin mengolah bunga sedap malam menjadi parfum. Namun, karena biaya produksi yang tinggi, dia pun memilih produk yang lebih sederhana. Yaitu, teh bunga sedap malam. Siapa sangka, kreasi ini banyak peminatnya.

IWAN ANDRIK, Rembang, Radar Bromo

Warnanya merah kehitaman. Tak ubahnya seduhan teh pada umumnya. Namun, ketika masuk lidah, rasanya berbeda. Tidak sama dengan seduhan daun teh. Melainkan hampir mirip dengan gula aren.

Bukan tanpa alasan. Teh yang dibuat oleh Synta Sofiatul Khusnia ini memang bukan dari pucuk daun teh. Melainkan, dari bunga sedap malam yang tumbuh subur di kampungnya.

“Kata ayah saya, rasanya memang mirip gula aren,” aku perempuan kelahiran 3 Mei 2001 itu.

Warga Pekoren, Kecamatan Rembang, Kabupaten Pasuruan, memang tak lepas dari bunga sedap malam. Peraih penghargaan Young Ambassador Agriculture 2023 tersebut adalah petani milenial sedap malam. Sementara kampungnya dikenal sebagai sentra pertanian sedap malam.

“Saya mulai menekuni pertanian sedap malam sejak 2018,” ungkapnya.

Tak heran, manis pahitnya pertanian sedap malam dirasakannya. Ketika harga jualnya tinggi, ia merasakan nikmatnya menjadi petani bunga berbau wangi itu. Namun, ketika harga anjlok, ia pun merasa tak enaknya.

Untuk memanen bunga pun enggan. Maklum, biaya panen juga tidaklah murah. Sementara, bunga yang dipetik harga jualnya murah. Dijual pun kadang sulit lakunya. “Akhirnya, bunga yang sudah dipetik kerap terbuang,” tambah dia.

Kondisi itu sering dialami tidak hanya olehnya. Tapi, juga oleh petani sedap malam di kampungnya. Saat sedang bagus, harga sedap malam mencapai Rp 50 ribu per kilogram. Namun, saat anjlok, hanya dihargai Rp 30 ribu untuk 10 kg atau Rp 3 ribu saja per kilogram.

Padahal, biaya produksi sedap malam tinggi. Mulai pupuk, ongkos pekerja, dan lainnya. Kondisi itu sering membuatnya sedih. Synta lantas berpikir untuk menyelamatkan pamor bunga sedap malam. Mengolahnya jadi produk lain, sehingga harganya akan meningkat. Dengan demikian, petani sedap malam tidak hanya bisa menjualnya dalam bentuk bunga segar di pasar.

Semula, ia berpikir mengolah sedap malam menjadi parfum. Sebab, bunga ini memang dikenal dengan wanginya yang sangat khas. Selain itu, selama ini banyak penelitian tentang pembuatan parfum sedap malam di sejumlah kampus. Namun, tidak pernah ditemukannya yang benar-benar merealisasikan penelitian tersebut.

Akhirnya Synta pun enggan mengikuti jejak penelitian sebelumnya. Apalagi berdasarkan pengalamannya, pembuatan parfum sedap malam membutuhkan biaya yang tak murah.

Halaman:

Editor: Jawanto Arifin

Tags

Terkini

X