Warga yang menyaksikan peristiwa itu menceritakan kepada warga lainnya bahwa sebelum lubang itu tertutup,
terdengar suara:
“Parapat… parapat batu… parapatlah!” Oleh karena kata “parapat” sering diucapkan orang dan banyak yang menceritakannya, maka Pekan yang berada di tepi Danau Toba itu kemudian diberi nama “Parapat”.
Parapat kini menjadi sebuah kota kecil salah satu tujuan wisata yang sangat menarik di Provinsi Sumatera Utara,
Indonesia.
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Legenda Seruni
1. http://agathanicole.blogspot.com
May 11, 2014 LEGENDA CERITA RAKYAT
Provensi Sumatra Utara ‐ Indonesia
‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐
Rantau Prapat merupakan sebuah kota kecil yang
berada di wilayah Kabupaten Simalungun, Sumatera
Utara, Indonesia. Kota kecil yang terletak di tepi
Danau Toba ini merupakan tujuan wisata yang ramai
dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun
mancanegara. Kota ini memiliki keindahan alam
yang sangat mempesona dan didukung oleh akses
jalan transportasi yang bagus, sehingga mudah
untuk dijangkau. Kota ini sering digunakan sebagai
tempat singgah oleh para wisatawan yang melintas
di Jalan Raya Lintas Sumatera (Jalinsum) bagian
barat yang menghubungkan Kota Medan dengan
Kota Padang.
Status Rantau Prapat yang sebelumnya adalah kota
administratif dihapuskan pada tahun 2003 menjadi
kota kecamatan biasa karena tidak memenuhi
persyaratan peningkatan daerah otonom. Rantau
Prapat dilalui sungai besar yang bernama Sungai
Bilah.
Kota ini terdapat pusat perbelanjaan yaitu Suzuya Plaza, yang dimanfaatkan warga untuk berbelanja dan sangat
ramai apabila ada hari‐hari besar dan liburan. Menuju ke kota ini bisa dengan Kereta Api dari Kota Medan, dengan
jarak tempuh 6,5 jam. Selain sebagai objek wisata yang eksotis, Parapat juga merupakan sebuah kota yang
melegenda dikalangan masyarakat di Sumatera Utara. Dahulu, kota kecil ini merupakan sebuah kota
niaga/perdagangan yang terletak di tepi Danau Toba.
Nama kota parapat sendiri memiliki kisah yang menarik yang sudah melegenda dan merupakan cerita rakyat yang
diceritakan secara turun menurun dari generasi ke generasi, cerita itu adalah, di sebuah desa terpencil di pinggiran
2. http://agathanicole.blogspot.com
May 11, 2014
Danau Toba Sumatera Utara, hiduplah sepasang suami‐istri dengan
seorang anak perempuannya yang cantik jelita bernama Seruni.
Selain rupawan, Seruni juga sangat rajin membantu orang tuanya
bekerja di ladang. Setiap hari keluarga kecil itu mengerjakan ladang
mereka yang berada di tepi Danau Toba, dan hasilnya digunakan untuk
mencukupi kebutuhan sehari‐hari.
Pada suatu hari, Seruni pergi ke ladang seorang diri, karena kedua
orang tuanya ada keperluan didesa tetangga. Seruni hanya ditemani
oleh seekor anjing kesayangannya bernama si Toki. Sesampainya di
ladang, gadis itu tidak bekerja, tetapi ia hanya duduk merenung sambil
memandangi indahnya alam Danau Toba. Sepertinya ia sedang
menghadapi masalah yang sulit dipecahkannya. Sementara anjingnya,
si Toki, ikut duduk di sebelahnya sambil menatap wajah Seruni seakan
mengetahui apa yang dipikirkan majikannya itu. Sekali‐sekali anjing itu
menggonggong untuk mengalihkan perhatian sang majikan, namun
sang majikan tetap saja tak terusik dengan lamunannya.
Memang beberapa hari terakhir wajah Seruni selalu tampak murung. Ia sangat sedih, karena akan dinikahkan oleh
kedua orang tuanya dengan seorang pemuda yang masih saudara sepupunya. Padahal ia telah menjalin asmara
dengan seorang pemuda pilihannya dan telah berjanji akan membina rumah tangga yang bahagia. Ia sangat
bingung. Di satu sisi ia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, dan di sisi lain ia tidak sanggup jika harus
berpisah dengan pemuda pujaan hatinya. Oleh karena merasa tidak sanggup memikul beban berat itu, ia pun
mulai putus asa.
“Ya, Tuhan! Hamba sudah tidak sanggup hidup dengan beban ini,” keluh Seruni.
Beberapa saat kemudian, Seruni beranjak dari tempat duduknya. Dengan berderai air mata, ia berjalan perlahan
ke arah Danau Toba. Rupanya gadis itu ingin mengakhiri hidupnya dengan melompat ke Danau Toba yang
bertebing curam itu. Sementara si Toki, mengikuti majikannya dari belakang sambil menggonggong.
Dengan pikiran yang terus berkecamuk, Seruni berjalan ke arah tebing Danau Toba tanpa memerhatikan jalan
yang dilaluinya. Tanpa diduga, tiba‐tiba ia terperosok ke dalam lubang batu yang besar hingga masuk jauh ke dasar
lubang. Batu cadas yang hitam itu membuat suasana di dalam lubang itu semakin gelap. Gadis cantik itu sangat
ketakutan. Di dasar lubang yang gelap, ia merasakan dinding‐dinding batu cadas itu bergerak merapat hendak
menghimpitnya.
“Tolooooggg……! Tolooooggg……! Toloong aku, Toki!” terdengar suara Seruni meminta tolong kepada anjing
kesayangannya.
Si Toki mengerti jika majikannya membutuhkan pertolongannya, namun ia tidak dapat berbuat apa‐apa, kecuali
hanya menggonggong di mulut lubang. Beberapa kali Seruni berteriak meminta tolong, namun si Toki benar‐benar
tidak mampu menolongnnya. Akhirnya gadis itu semakin putus asa.
“Ah, lebih baik aku mati saja daripada lama hidup menderita,” pasrah Seruni. Dinding‐dinding batu cadas itu
bergerak semakin merapat.
“Parapat… ! Parapat batu… Parapat!” seru Seruni menyuruh batu itu menghimpit tubuhnya.. Sementara si Toki
yang mengetahui majikannya terancam bahaya terus menggonggong di mulut lubang. Merasa tidak mampu
menolong sang majikan, ia pun segera berlari pulang ke rumah untuk meminta bantuan.
Sesampai di rumah majikannya, si Toki segera menghampiri orang tua Seruni yang kebetulan baru datang dari
desa tetangga berjalan menuju rumahnya.
“Auggg…! auggg…! auggg…!” si Toki menggonggong sambil mencakar‐cakar tanah untuk memberitahukan kepada
kedua orang tua itu bahwa Seruni dalam keadaan bahaya.
“Toki…, mana Seruni? Apa yang terjadi dengannya?” tanya ayah Seruni kepada anjing itu.
3. http://agathanicole.blogspot.com
May 11, 2014
“Auggg…! auggg…! auggg…!” si Toki terus menggonggong berlari
mondar‐mandir mengajak mereka ke suatu tempat.
“Pak, sepertinya Seruni dalam keadaan bahaya,” sahut ibu Seruni.
“Ibu benar. Si Toki mengajak kita untuk mengikutinya,” kata ayah
Seruni.
“Tapi hari sudah gelap, Pak. Bagaimana kita ke sana?” kata ibu Seruni.
“Ibu siapkan obor! Aku akan mencari bantuan ke tetangga,” seru sang
ayah.
Tak lama kemudian, seluruh tetangga telah berkumpul di halaman
rumah ayah Seruni sambil membawa obor. Setelah itu mereka
mengikuti si Toki ke tempat kejadian. Sesampainya mereka di ladang,
si Toki langsung menuju ke arah mulut lubang itu. Kemudian ia
menggonggong sambil mengulur‐ulurkan mulutnya ke dalam lubang
untuk memberitahukan kepada warga bahwa Seruni berada di dasar
lubang itu.
Kedua orang tua Seruni segera mendekati mulut lubang. Alangkah terkejutnya ketika mereka melihat ada lubang
batu yang cukup besar di pinggir ladang mereka. Di dalam lubang itu terdengar sayup‐sayup suara seorang wanita:
“Parapat… ! Parapat batu… Parapat!”
“Pak, dengar suara itu! Itukan suara anak kita! seru ibu Seruni panik.
“Benar, bu! Itu suara Seruni!” jawab sang ayah ikut panik.
“Tapi, kenapa dia berteriak: parapat, parapatlah batu?” tanya sang ibu.
“Entahlah, bu! Sepertinya ada yang tidak beres di dalam sana,” jawab sang ayah cemas.
Pak Tani itu berusaha menerangi lubang itu dengan obornya, namun dasar lubang itu sangat dalam sehingga tidak
dapat ditembus oleh cahaya obor.
“Seruniii…! Seruniii… !” teriak ayah Seruni.
“Seruni…anakku! Ini ibu dan ayahmu datang untuk menolongmu!” sang ibu ikut berteriak.
Beberapa kali mereka berteriak, namun tidak mendapat jawaban dari Seruni. Hanya suara Seruni terdengar sayup‐
sayup yang menyuruh batu itu merapat untuk menghimpitnya.
“Parapat… ! Parapatlah batu… ! Parapatlah!”
“Seruniiii… anakku!” sekali lagi ibu Seruni berteriak sambil menangis histeris.
Warga yang hadir di tempat itu berusaha untuk membantu. Salah seorang warga mengulurkan seutas tali sampai
ke dasar lubang, namun tampar itu tidak tersentuh sama sekali. Ayah Seruni semakin khawatir dengan keadaan
anaknya. Ia pun memutuskan untuk menyusul putrinya terjun ke dalam lubang batu.
“Bu, pegang obor ini!” perintah sang ayah.
“Ayah mau ke mana?” tanya sang ibu.
“Aku mau menyusul Seruni ke dalam lubang,” jawabnya tegas.
“Jangan ayah, sangat berbahaya!” cegah sang ibu.
“Benar pak, lubang itu sangat dalam dan gelap,” sahut salah seorang warga.
Akhirnya ayah Seruni mengurungkan niatnya. Sesaat kemudian, tiba‐tiba terdengar suara gemuruh. Bumi
bergoyang dengan dahsyatnya seakan hendak kiamat. Lubang batu itu tiba‐tiba menutup sendiri. Tebing‐tebing
di pinggir Danau Toba pun berguguran. Ayah dan ibu Seruni beserta seluruh warga berlari ke sana ke mari untuk
menyelamatkan diri. Mereka meninggalkan mulut lubang batu, sehingga Seruni yang malang itu tidak dapat
diselamatkan dari himpitan batu cadas.
Beberapa saat setelah gempa itu berhenti, tiba‐tiba muncul sebuah batu besar yang menyerupai tubuh seorang
gadis dan seolah‐olah menggantung pada dinding tebing di tepi Danau Toba. Masyarakat setempat mempercayai
bahwa batu itu merupakan penjelmaan Seruni yang terhimpit batu cadas di dalam lubang. Oleh mereka batu itu
4. http://agathanicole.blogspot.com
May 11, 2014
kemudian diberi nama “Batu Gantung”. Beberapa hari kemudian,
tersiarlah berita tentang peristiwa yang menimpa gadis itu. Para warga
berbondong‐bondong ke tempat kejadian untuk melihat “Batu
Gantung” itu.
Warga yang menyaksikan peristiwa itu menceritakan kepada warga
lainnya bahwa sebelum lubang itu tertutup,
terdengar suara:
“Parapat… parapat batu… parapatlah!” Oleh karena kata “parapat”
sering diucapkan orang dan banyak yang menceritakannya, maka Pekan
yang berada di tepi Danau Toba itu kemudian diberi nama “Parapat”.
Parapat kini menjadi sebuah kota kecil salah satu tujuan wisata yang
sangat menarik di Provinsi Sumatera Utara,
Indonesia.
* * *
Demikian cerita tentang asal‐usul nama kota prapat. Cerita di atas termasuk cerita rakyat teladan yang
mengandung pesan‐pesan moral yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari‐hari. Salah satu
pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah akibat buruk dari sifat putus asa atau lemah semangat.
Sifat ini tercermin pada sikap dan perilaku Seruni yang hendak mengakhiri hidupnya dengan melompat ke Danau
Toba yang bertebing curam, namun ia justru terperosok ke dalam lubang batu dan menghimpitnya hingga
akhirnya meninggal dunia. Seberat Apapun permasalahan yang kita alami bijaksananya adalah kita memohon
kepada Tuhan agar diberikan jalan keluar yang terbaik, bukannya lari dari permasalahan tersebut apalagi bunuh
diri, di dalam agama apapun, bunuh diri adalah dosa terbesar bagi umat manusia.