Korupsi yang Tak Seksi Lagi

 

Lama saya tak nulis soal korupsi. Bukanya apa wak, semakin disorot, ditelanjangi para koruptor itu, korupsi makin merajalela. Tak menteri, kepala daerah, hakim, jaksa, polisi, kepala desa, sampai guru pun ada korupsi. Lebih ngenes lagi, Ketua KPK pun tersangka korupsi. Cuma jabatan presiden dan wakil presiden belum pernah dijebloskan ke penjara. Coba ente pikir, tukang berantas korupsi, eh malah dia pelakunya. Belum lagi pegawai KPK nya terima pungli di Lapas nya sendiri. Memang suek benar dah.

Yang belum pernah ditangkap KPK pencuri sandal. Mungkin juga peminta-minta macam ibu viral yang diusir warga Bogor itu, ups. Negeri ini memang jadi surganya koruptor. Negeri Pancasila isinya para garong uang rakyat.

Fakta mencengangkan dalam sidang mantan Menteri Pertanian, SYL, bukan STY ya. Bagian rumah tangga Kementan, Arief Sopian bersaksi. Ia pernah diminta SYL untuk mengumpulkan uang dari pejabat eselon I, kecuali Inspektorat. Uang itu untuk membeli mobil Kijang Innova seharga Rp500 juta untuk hadiah anak SYL. Ibarat kate ni, para pejabat tinggi dipalakin satu per satu sampailah terkumpul uang segitu. Kasihan. Demi anak, orang lain dipaksa ngumpulkan uang yang tentu sumbernya dari uang negara. Kasihan para eselon harus putar otak cari celah anggaran untuk si anak bos. Uang terkumpul, langsung dibelikan mobil, cash. Hari itu juga langsung diantar mobil buka bungkus ke si anak. Gitu wak.

Itu yang terungkap di persidangan. Apalagi yang belum. Praktik korup seperti itu sebenarnya sudah lazim. Pejabat eselon harus pandai memanjakan menteri. Kepala dinas di daerah harus paham apa keinginan gubernur, bupati, atau walikota. Bila tak pandai, alias makan sorang, kate orang Melayu Pontianak, bersiap dimutasi. Harus pandai melayani, dalam artian, begitu bos minta setoran, anak buah harus pandai menyiapkan.

Nah, dari mana uang itu dikumpulkan. Pastinya dari paket proyek, baik yang akan dan sedang dikerjakan. Siapa yang dimintai dana, ya pengusaha atau kontraktor yang biasa bermain di kementerian atau kantor kepala daerah. Seorang penguasa yang mencari makan dari proyek APBN atau APBD, harus piawai. Komitmen fee untuk menteri, eselon, kepala daerah, kepala dinas harus sudah disiapkan. Kapan saja diminta, harus siap. Apabila tidak siap ketika diminta, tahun berikutnya sulit dapat paket lagi.

Kata Mahfud MD, lingkaran setan. Siapapun masuk dalam lingkaran itu, ya jadi setan juga. Memang sangat komplek mau diurai. Apalagi sampai diberantas, tak bakalan bisa dengan sistem pemerintahan seperti saat ini. Biaya politik yang sangat mahal bisa jadi pemicu awal. Mau duduk menjadi Dewan, nyogok pemilih. Mau jadi kepala daerah, kalau tak “Buah sawit kayu ara, Ada duit ada suara” sangat mustahil bisa terpilih. Lucunya, kadang yang teriak “Pemimpin harus bersih, harus anti korupsi” giliran dibawakan segepok lembaran merah, senyap.

So, apakah masih ada harapan korupsi bisa dibentas? Terus terang saya pesimis. Fakta hari ini sudah ribuan para koruptor dijebloskan ke penjara. Hasilnya, korupsi semakin meraja lela. Semakin ke sini, lembaga anti rasuah malah menjadi alat politik. Pilih-pilih siapa yang mau ditangkap. Bila berhubungan dengan lawan politik, tangkap. Ketika berhubungan dengan penguasa, .dilindungi. Akibatnya, politisi, pengusaha, pejabat harus seiya sekata dengan penguasa. Berani mencoba berseberangan, bersiaplah dicari kesalahan untuk ditangkap. Ada aktivis dikriminalisasi hanya gara-gara mengkritik, itu salah satu contohnya.

Kadang lebih menyedihkan, banyak pejabat dijadikan ATM oleh penegak hukum. Begitu ATM nya terkuras, barulah ditangkap. Contoh, ada anggot DPR RI terlibat korupsi. Saat menjabat, tak ada penegak hukum menangkapnya. Begitu tak menjabat lagi, langsung ditangkap dan dijebloskan ke hotel prodeo.

Untungnya rakyat negeri ini pelupa dan pemaaf. “Udah, biarkan saja. Toh, yang memilih rakyat.” Mudah lupa dan pemaaf lagi. Kurang apa baiknya warga negeri +62. Pernah dipenjara karena korupsi, begitu keluar, nampil di televisi, seolah-olah paling bersih. Bahkan, ikut Pemilu lagi, dan ada yang memilihnya. Coba bayangkan, betapa pelupa dan pemaafnya orang kita.

Selain itu, isu korupsi sudah tidak seksi lagi. Lawan politik diserang dengan isu korupsi, paling dijogetin. Sebab, di lapangan orang tak lagi bicara kandidat itu bersih, jujur, baik, saleh, atau rajin menabung, melainkan “wani piro” Apalagi era kejayaan Bansos kemarin, membuat siapapun kandidat harus siap isi tas penuh. Bukan integritas, kapabilitas, moralitas, religisiusitas, profesionalitas, melainkan isi tas. Semua paham soal ini.

Kembali soal korupsi. Kalau dibiarkan alias masa bodoh, lantas siapa lagi yang peduli. Memang hampir putus asa bila bicara cara berantas korupsi, sampai saat ini belum ketemu panglimanya. Mestinya figur paling utama antikorupsi dimulai dari Presiden, menteri, dewan, penegak hukum (hakim, jaksa, polisi). Bila mereka ini secara nyata memang antikorupsi, yakinlah para perampok uang rakyat bisa diberantas sampai ke akar-akarnya. Tapi, kalau hanya retorika saja, omon-omon, “Ngomong lain jak,” ujar budak Pontianak. Dari mana mulai, ya dari diri sendiri. Yakinlah bahwa korupsi itu extra ordinary crime, dilarang agama, dimusuhi dunia. Sebesar apapun larangan korupsi, kalau pelaku korup sudah jadi budaya, rasanya kecil harapan negeri ini bersih dari tikus berdasi. Rancangan UU Perampasan Aset yang digadang-gadang senjata terakhir berantas korupsi, hanya angin surga. Tetap para pemilik modal tak tersentuh hukum. Yang tersentuh pejabat jujur yang dipaksa korupsi oleh atasannya.

Oleh : RJ.

#camanewak


Write a Reply or Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *