7 Menit Lebih Dekat Bersama KH. Ahmad Dahlan

7 Menit Lebih Dekat Bersama KH. Ahmad Dahlan

Amarta Yasyhini Ilka Haque

“Hidup-Hidupilah Muhammadiyah, Jangan Mencari Hidup Dalam Muhammadiyah”

-KH. Ahmad Dahlan

Nama        : KH. Ahmad Dahlan
Lahir          : Yogyakarta, 1 Agustus 1868
Wafat        : Yogyakarta, 23 Februari 1923

Pasangan :
Hj. Siti Walidah
Nyai Abdullah
Nyai Rum
Nyai Aisyah
Nyai Yasin

Anak :
Djohanah
Siradj Dahlan
Siti Busyro
Irfan Dahlan
Siti Aisyah
Siti Zaharah
Dandanah

  • Latar Belakang

Kyai Haji Ahmad Dahlan merupakan seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang lahir di suatu daerah bernama Kauman yang tepatnya berada di Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1868. Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Muhammad Darwisy dilahirkan dari kedua orang tua yang dikenal sangat alim, yaitu KH. Abu Bakar yang merupakan seorang ulama dan Imam Khatib terkemuka di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta dan Nyai Abu Bakar, seorang puteri dari H. Ibrahim yang menjabat sebagai Penghulu Kesultanan Yogyakarta saat itu. Beliau merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang lima diantaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah, beliau termasuk keturunan kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim atau yang biasa dikenal sebagai Sunan Gresik, yaitu seorang wali besar dan terkemuka diantara wali songo, serta dikenal pula sebagai pelopor pertama penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa.

  • Masa Muda

Darwisy mempunyai sifat yang baik, berbudi pekerti halus, dan berhati lunak, juga berwatak cerdas. Sejak kecil Muhammad Darwisy diasuh dalam lingkungan pesantren, yang membekalinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. Disamping itu, beliau diasuh dan dididik sebagai putera kiyai. Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji Al-Qur’an, dan kitab-kitab agama. Pendidikan ini diperoleh langsung dari ayahnya.

Ia telah menunaikan ibadah haji di usia yang ke-15 tepatnya pada tahun 1883, lalu dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa Arab di Mekah selama lima tahun. Disinilah ia berinteraksi dengan tokoh pembaharu dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibnu Taimiyah. Pada tahun 1888 di usianya yang ke-20 tahun, ia kembali ke kampungnya dan mengubah namanya menjadi Haji Ahmad Dahlan yang diambil dari nama seorang mufti terkenal dari Mazhab Syafi’i di Mekah, yaitu Ahmad bin Zaini Dahlan.

Pada tahun 1902 sampai 1904, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya yang dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Mekah dengan menetap selama dua tahun. Beliau banyak bertemu dan melakukan muzakkarahdengan sejumlah ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah. Di antara ulama tersebut adalah; Syekh Muhammad Khatib al Minangkabawi, Kiyai Nawawi al-Banteni, Kiyai Mas Abdullah, dan Kiyai Faqih Kembang. Selama dua tahun tersebut, beliau juga sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga merupakan guru dari KH. Hasyim Asyari, pendiri NU.

Sepulang beliau dari Mekah, ia menikah dengan Siti Walidah, saudara sepupunya sendiri yang merupakan anak dari Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan sosok pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, beliau dikaruniai enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Di samping itu, KH. Ahmad Dahlan pernah menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. Beliau juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Ajengan Penghulu Cianjur), yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin, Pakualaman Yogyakarta.

  • Pengalaman Organisasi

Dengan maksud mengajar agama, pada tahun 1909 Ahmad Dahlan masuk Boedi Oetomo – organisasi yang melahirkan banyak tokoh nasionalis. Di sana beliau memberikan pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota. Pelajaran yang diberikannya dirasa sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo sehingga para anggota menyarankan agar Ahmad Dahlan membuka sekolah sendiri yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen.

Saran itu kemudian ditindaklanjuti Ahmad Dahlan dengan mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Muhammadiyah pada 18 November 1912. Organisasi ini bergerak di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui organisasi inilah beliau berusaha memajukan pendidikan dan membangun masyarakat Islam. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dengan cara berpikir dan beramal menurut tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Bagi Ahmad Dahlan, Islam hendaknya didekati serta dikaji melalui kacamata modern sesuai dengan panggilan dan tuntutan zaman. Beliau mengajarkan Al Qur’an dengan terjemahan dan tafsir agar masyarakat tidak hanya pandai membaca semata, melainkan juga dapat memahami makna di dalamnya. Menurut pengamatannya, keadaan masyarakat sebelumnya hanya mempelajari Islam dari kulitnya tanpa mendalami dan memahami isinya.

Pada tanggal 20 Desember 1912, beliau mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah. KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah sebagai organisasi yang mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan. Hal ini diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa dengan jiwa ajaran Islam.

Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu pada tanggal 7 Mei 1921, Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.

Pada bidang pendidikan, beliau lantas mengubah sistem pendidikan pesantren pada masa itu. Ia mendirikan sekolah-sekolah agama yang juga mengajarkan pelajaran umum dan juga bahasa belanda. Bahkan ada Sekolah Muhammadiyah seperti H.I.S met de Qur’an. Ia memasukkan pelajaran agama di sekolah umum pula. Ahmad Dahlan terus mengembangkan dan membangun sekolah-sekolah. Selain sekolah, Ia juga mendirikan masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik, dan juga rumah yatim piatu.

Kegiatan dakwah pun tidak ketinggalan. Beliau semakin meningkatkan dakwah dengan ajaran pembaruannya. Di antara ajaran utamanya yang terkenal, beliau mengajarkan bahwa semua ibadah diharamkan kecuali yang ada perintahnya dari Nabi Muhammad SAW. Beliau juga mengajarkan larangan ziarah kubur, penyembahan dan perlakuan yang berlebihan terhadap pusaka-pusaka keraton seperti keris, kereta kuda, dan tombak. Di samping itu, beliau juga memurnikan agama Islam dari percampuran ajaran agama Hindu, Budha, animisme, dinamisme, dan kejawen.

Kemajuan kaum wanita juga menjadi gagasan dan pemikiran KH. Ahmad Dahlan. Beliau  menghendaki kaum wanita agar dapat maju seperti halnya kaum pria, untuk itu beliau mendirikan organisasi Aisyiyahpada tahun 1918 yang khusus untuk kaum wanita.

Sementara untuk pemuda, Ahmad Dahlan membentuk Padvinder atau Pandu – sekarang dikenal dengan nama Pramuka – dengan nama Hizbul Wathan (HW). Di sana para pemuda diajari baris-berbaris dengan genderang, memakai celana pendek, berdasi, dan bertopi. Hizbul Wathan ini juga mengenakan pakaian seragam, seperti Pramuka sekarang. Pembentukan Hizbul Wathan ini dimaksudkan sebagai tempat pendidikan para pemuda yang merupakan bunga harapan agama dan bangsa. Sebagai tempat persemaian kader-kader terpercaya. Ini sekaligus menunjukkan bahwa Agama Islam itu tidaklah kolot melainkan progressif. Tidak ketinggalan zaman, namun sejalan dengan tuntutan keadaan dan kemajuan zaman.

  • Tokoh Pembaharu Islam

Karena semua pembaharuan yang diajarkan oleh KH. Ahmad Dahlan agak menyimpang dengan tradisi, ia mendapatkan resistensi baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnah, tuduhan, dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Ahmad Dahlan sering diteror seperti rumah yang dilempari batu dan kotoran binatang. Bahkan pada saat dakwah di Banyuwangi, Ahmad Dahlan dituduh sebagai kyai palsu dan Ia diancam akan dibunuh.

Walaupun begitu, beliau tidak mundur. Beliau menyadari bahwa melakukan suatu pembaruan ajaran agama (mushlih) pastilah menimbulkan gejolak dan mempunyai risiko. Segala tindak perbuatan, langkah dan usaha yang ditempuh Kiai ini dimaksudkan untuk membuktikan bahwa Islam itu adalah agama kemajuan yang dapat mengangkat derajat umat dan bangsa ke taraf yang lebih tinggi. Dengan penuh kesabaran, masyarakat perlahan-lahan menerima perubahan yang diajarkannya. Tujuan mulia terkandung dalam pembaruan yang diajarkannya. Usahanya ini ternyata membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Banyak golongan intelektual dan pemuda yang tertarik dengan metoda yang dipraktekkan Kiai Dahlan ini sehingga mereka banyak yang menjadi anggota Muhammadiyah.

Dalam perkembangannya, Muhammadiyah kemudian menjadi salah satu organisasi massa Islam terbesar di Indonesia. Melihat metode pembaruan KH Ahmad Dahlan ini, beliaulah ulama Islam pertama atau mungkin satu-satunya ulama Islam di Indonesia yang melakukan pendidikan dan perbaikan kehidupan umat, tidak dengan pesantren dan tidak dengan kitab karangan, melainkan dengan organisasi. Sebab selama hidup, beliau diketahui tidak pernah mendirikan pondok pesantren seperti halnya ulama-ulama yang lain. Dan sepanjang pengetahuan, beliau juga belum pernah mengarang suatu kitab atau buku agama.

  • Wafatnya KH. Ahmad Dahlan

K.H. Ahmad Dahlan mengalami gangguan kesehatan sejak tahun 1922 karena mobilitas beliau yang begitu tinggi. Kesehatan beliau terus menurun hingga akhirnya beliau meninggal pada tanggal 23 Februari 1923 dengan berusia 54 tahun. Beliau dimakamkan di kampung Karangkajen, Brontokusuman, wilayah bernama Mergangsan di Yogyakarta. Pada tanggal 27 Desember 1961, berdasarkan SK Presiden RI No.657 Tahun 1961 atas jasa-jasa beliau, Pemerintah Republik Indonesia memberikan gelar kehormatan sebagai Pahlawan Nasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *