Kamis, 2 Mei 2024

Mengenal Lebih Dekat Gunung Marapi, Gunung Awal Peradaban Minangkabau

- Selasa, 5 Desember 2023 | 12:45 WIB

Gunung Marapi bukanlah sekadar tumpukan tanah dan batu yang tinggi. Bagi suku Minangkabau, Gunung ini bernilai tuah yang jauh dari sebatas gunung. Dalam Tambo adat Minangkabau, Gunung Marapi merupakan gunung asal muasal peradaban etnis Minangkabau.

Laporan-- Two Efly, Bukittinggi

Banyak informasi yang menjelaskan tentang Gunung Marapi ini. Ada cerita "sajak gunuang marapi sagadang talua itiak’’, niniak moyang orang Minang berlabuh di puncak gunung tersebut, setelah banjir surut mereka menyisiri punggung gunung dan sampailah di nagari tuo Pariangan.

Itu menurut tambo. Dalam reportase kali ini penulis tak akan bercerita tentang budaya dan sejarah. Kami hanya ingin menyampaikan seperti apa Gunung yang memuntahkan abu vulkanik ini. Kenapa gunung ini begitu "seksi" sehingga setiap minggunya selalu saja para petualang datang dari berbagai penjuru negeri.

Gunung Marapi merupakan gunung vulkanologi. Gunung ini memiliki ketinggian 2.891 Mdpl. Puncak tertinggi terdiri dari Puncak Merpati dan Puncak Garuda. Puncak Merpati terletak ke arah Pariangan, Tanahdatar sedangkan puncak Garuda lebih mengarahkan ke Batu Palano, Kabupaten Agam.

Hutan Edelweis, Kawah Mati dan Telaga

Sebagai mantan pendaki gunung, jujur saya akui puncak Gunung Marapi merupakan puncak gunung tereksotis di Sumatera Barat. Puncak gunung yang gundul dan tandus tersebut menyuguhkan keindahan yang tak dimiliki oleh gunung lain di Sumatera Barat maupun di Sumatera.

Ada banyak wisata adventure dan panorama alam yang tersuguhkan di puncak gunung tersebut. Setidaknya ada tiga wisata unggulan yang ada di sana. Pertama "lapangan bola". Bagi para pendaki cekungan yang luas bak stadion di sebelah kawah induk dan Tugu Abel disebut sebagai "lapangan bola". Tempat ini sering dijadikan para pendaki untuk beraktivitas memanaskan tubuh. Hamparan pasir dan bebatuan yang luas seolah olah membawa imajinasi pendaki ke gurun pasir di jazirah Arab.

Dari cerita warga, lapangan bola di puncak gunung itu di masa lalunya adalah kawah. Namun karena tersumbat dan munculnya kawah baru di sebelah kawasan tersebut maka kawah induk tersebut mulai tertimbun oleh luncuran pasir dan muntahan abu dan pasir. Perlahan-lahan cekungan dalam itu mulai terpenuhi dan menjadi kawasan luas bak stadion sepakbola.

Selain lapangan bola. Puncal Gunung tertinggi di Sumbar ini juga menyuguhkan hutan "bunga cinta abadi". Bunga Edelweis yang konon kabarnya tak pernah layuh walau sudah dipetik dari batangnya tumbuh subur di puncak gunung tersebut. Hamparan hutan Edelweis ini berada bersebelahan dengan puncak Merpati.

Secara lokasi, hutan Edelweis ini memang agak terpisah. Jarak tempuh dari puncak Merpati ke hutan Edelweis ini dibutuhkan waktu tempuh 30-45 menit (one way). Jalurnya yang harus di tempuh pun terbilang cukup berat karena harus melintasi puncak dinding tebing kawah utama yang terus mengepulkan asap putih berbau belerang. Selain, bau Belerang yang menyengat, tiupun angin juga cukup kencang apalagi puncak Gunung Marapi gundul dan botak. Tak ada vegetasi atau tumbuah besar yang dapat meredam lajunya angin.

Biasanya tantangan ini memancing andrenalin para pendaki. Sekuat tenaga para pendaki mencoba menembus dan menjangkau hutan Edelweis ini. Merupakan satu kebanggaan dan kepuasan tersendiri bagi seorang pendaki untuk sampai dan memetik setangkai bunga Edelweis dari batangnya.

Selain dua pemandangan unik tersebut, view panorama alamnya sangat bagus terutama ketika subuh menjelang. Ada dua moment menarik yang dapat dinikmati dari puncak tertinggi Ranah Minang tersebut. Di Subuh menjelang kerlap kerlip lampu di kota Bukittinggi, Padangpanjang dan kawasan Agam timur, sebagian Padangpariaman, Kota Padang dan sebagian kawasan Limapuluh Kota menjadi pemandangan indah. Begitu Matahari muncul di ufuk timur ada pendaran cahaya indah yang tak akan bisa didapatkan dari ketinggian lain.

Setelah fajar muncul, ada view alam yang terbentang dengan indah. Ada enam gunung yang dapat dilihat dari puncak Gunung Marapi. Di antaranya Gunung Singgalang, Gunung Tandikek, Gunung Talang, Gunung Sago, Gunung Talamau, Gunung Pasaman, dan Gunung Kerinci. Jika cuaca cerah ketujuh gunung tersebut terlihat dengan jelas.

Selain kokohnya ketujuh gunung tersebut ada juga bentangan Danau Singkarak, Talago Koto Baru yang dapat dilihat dari kejauhan. Bahkan kerlap lampu senter (hand lamp) pendaki di Gunung Singgalang pun dapat di lihat dari puncak Gunung Marapi secara sayup-sayup.

Keindahan alam lainnya yang dapat dinikmati dipuncak Gunung tertinggi di Sumbar tersebut lubang kawah (caldera). Ada banyak lubang kawah yang mengepulkan asap putih berbau Belerang. Selain dua kawah induk berdampingan dalam ukuran besar yang selalu berasap, ada juga beberapa kawah lain. Seperti kawah Delapan. Para pendaki menyebut kawah delapan karena mirip sekali dengan angka delapan kalau dilihat dari kejauhan, ada kawah anak beberapa buah yang tak terpaut jauh dari kawah delapan dan kawah induk. Kawah anak dan kawah delapan ini kepulan asapnya tidak seperti kawah induk yang terus mengepul setiap menit.

Satu lagi keindahan alamnya adalah bentangan telaga. Telaga ini disebut Telaga Dewa yang terletak searah dengak kawah delapan kalau kita memandang dari puncak Garuda. Telaganya memang tak sebening Telaga Dewi puncak Gunung Singgalang. Telaga ini ditumbuhi tumbuhan rampat dan pepohonan. Permukaan airnyapun tak begitu luas yang bisa dilihat, vegeratasi merapung nyaris menutupi genangan air tersebut. Telaga ini berada di kawasan hutan larangan, sehingga pendaki sangat jarang sekali mendekati nya.

Telaga inilah yang mengaliri air ke Sarasah dan Badorai. Jika hujan deras debit airnya akan besar dan luncuran air terjunnya banyak terlihat. Kawasan ini juga sering kali menjadi wilayah tersesatnya para pendaki. Ada istilah guyon dari para pendaki dan mantan pendaki dengan jalur penipu.

Gunung Seribu Jalur

Puncak yang gundul dan berada di dua kawasan teritorial (Tanahdatar dan Agam) membuat Gunung Marapi memiliki banyak akses dan jalur. Selain jalur resmi dan jalur  tradisional, Gunung Marapi juga dapat diakses dari berbagai tempat.

Ada empat jalur akses yang biasa di tempuh oleh para pendaki. Pertama jalur tradisional (Koto Baru) Tanahdatar. Kedua, jalur Aia Angek (Tanahdatar, Jalur Batu Palano (Agam), Jalur Cumantiang (Agam), jalur Pariangan (Simabua) Tanahdatar.

Selain itu masih ada beberapa "jalur tikus" yang bisa mengantarkan pendaki ke puncak Gunung Marapi. Bagi pendaki, prinsipnya sederhana. Setiap aliran anak sungai atau aliran air yang datang dari puncak gunung berarti bisa di sisir untuk mencapai puncak.

Dari sekian banyak jalur, penulis ingin mengulasnya dari jalur tadisional. Jalur itu adalah jalur yang sudah ada semenjak lama. Ketika penulis masih aktif mendaki gunung jalur ini selalu menjadi jalur favorit. Jalur mana? Koto Baru.

Dari Pasar Koto Baru ke Puncak Merpati

Perjalanan menuju puncak Gunung Marapi bisa dimulai dari Pasar Koto Baru, kecamatan X Koto Tanahdatar. Titik awal pendakian ini berada di pinggir jalan nasional rute Padangpanjang-Bukittinggi.

Lazimnya sebuah pertualangan, biasanya para pendaki membeli dan menyiapkan logistik dipaasar Koto Baru ini. Makanan, minuman, batrai dan perlengkapan lainnya bisa didapat dari gerai-gerai perlengkapan gunung di Pasar Koto Baru ini. Ada kecenderungan sebagian pendaki juga sarapan atau makan di pasar Koto Baru ini sebelum memulai pendakian.

Setelah logistik dirasa cukup. Para pendaki mulai melakukan pendakian. Di masa lalu rerata pendaki mulai berjalan kaki menyisir kaki gunung. Melalui jalan setapak, pendaki melangkah melintasi perkebunan palawija milik masyarakat. Betul ada jalan yang bisa dilalui kendaraan, tapi di era 90-an para pendaki rerata berjalan kaki menuju pos pertama (tower).

Dari  Pasar Koto Baru menuju Pos 1 (tower) biasanya di tempuh  60 menit dengan jalan kaki. Kini kondisinya sudah berbeda. Akses jalan yang bagus membuat kendaraan yang tumpangi pendaki bisa dengan mudah menuju pos 1.

Pesangrahan dan Pintu Rimba

Setelah sampai di pos 1 (Tower) perjalanan di lanjutkan ke pos kedua. Kami para mantan pendaki lebih menyebutnya pesanggrahan atau pintu rimba. Dibutuhkan waktu tempuh lebih kurang 50 menit untuk sampai di pintu rimba ini dari pos 1.

Untuk mencapai pintu rimba ini pendaki menyisir perkebunan penduduk dan memasuki kawasan hutan pohon ampera. Setelah melewati hutan ampera, pendaki sampai di kawasan mata air pertama dan terpaut beberapa meter dari sumber mata air ini sampailah di pintu rimba.

Di kawasan ini biasanya pendaki ngaso sejenak. Biasanya rehat sejenak menjelang memasuki pendakian ke puncak, para pendaki mendirikan tenda. Pendaki memasak minuman dan makanan di situ. Menikamati konsumsi di pintu rimba dengan pepohonan pinus yang besar membuat aura dan suasananya menjadi unik. Selain itu di kawasan ini juga ada salah satu benteng pertahanan yang menjadi kawasan berlindung saat perang. Baik saat perang melawan Belanda ataupun perjuangan PRRI di masa lalu.

Kecenderungan pendaki di pesanggrahan rehat cukup lama. Rerata pendaki menghabiskan waktu rehat 1 sampai 1,5 jam. Dan tak jarang pula ada yang memutuskan camping ground di situ.

Menuju Puncak

Dari Pesanggrahan selanjutnya para pendaki memulai pendakian yang sebenarnya. Menapaki jalan tanah dan berlumpur kalau hujan para pendaki mengayunkan langkah setapak demi setapak.

Rute menuju puncak cukup bervariasi. Ada tanjakan tajam, ada tanjakan landai dan tak jarang juga harus bergelayut di akar pohon agar tidak terjatuh dan tergelincir. Meskipun begitu sebagian titik perjalanan ada juga jalur datar yang sering disebut para pendaki sebagai bonus.

Rute dan track perjalanan menuju puncak Marapi menurut penulis termasuk relatif ringan. Maksudnya, kalau rute pendakian ke puncak Marapi ini dibandingkan dengan ke puncak Singgalang, Tandikek, Talamau dan Kerinci maka Marapi relatif lebih ringan.

Itu pulalah para pendaki pemula atau perdana cenderung memulai petualangannya dari Marapi. Selain relatif lebih ringan, eksotisme alam di puncak gunungnya juga memanjakan mata.

Selama dalam perjalanan menuju puncak dari pesanggrahan ada beberapa titik persinggahan. Rerata persinggahan itu dijadikan tempat untuk rehat sejenak. Sepanjang ada kawasan sedikit datar biasanya para pendaki menjadikan itu tempat rehat sejenak.

Biasanya para pendaki tak lama rehat, target pendaki adalah secepatnya menuju mata air kedua yang terletak di kawasan pintu angin atau batas vegetasi.

Ada banyak penyebutan untuk kawasan mata air kedua ini. Ada yang menyebut pintu angin, ada yang menyebut batas vegetasi dan ada pula yang menyebut pintu cadas. Sebetul tak ada mata air di kawasan itu. Air untuk tambahan konsumsi biasanya dapat diambil dari cekungan-cekungan batu cadas. Resapan air dari akar pepohonan rendah di kawasan itu banyak yang tergenang dalam lubang dam dan cekungan kecil batu cadas tersebut.

Batas Vegetasi, Cadas dan Puncak

Sesampai di pintu angin (batas vegetasi) maka perjalanan menuju puncak nyaris selesai. Hanya terpaut jarak ratus meter para pendaki sudah bisa mencapai puncak.

Di masa lalu (era 90-an) batas vegetasi ini menjadi tempat peristirahatan menjelang matahari terbit. Para pendaki lebih memilih mendirikan tenda untuk istirahat dan makan. Pilihan ini untuk menghindari dinginnya cuaca yang menusuk tulang di puncak gunung. Dinginnya suhu di batas vegetasi agak lumayan dibandingkan dinginnya suhu di puncak gunung. Setidaknya tiupan angin masih bisa dihindari dengan berlindung di bawah pohon di kawasan batas vegetasi.

Walau terpaut jarak yang tak terlalu jauh namun tantangan terberat menuju puncak justeru berada di rute batu cadas ini. Track yang menanjak dan karakter batu cadasnya yang rapuh membuat potensi para pendaki  sangat rawan tergelincir. Kalau itu terjadi maka cedera pasti tak terhindari. Selain itu, luncuran batu cadas yang lepas juga menggelinding ke bawah. Ini bisa saja menimpuk dan menimpa pendaki yang sedang berada di batas vegetasi atau yang sedang berjalan menuju puncak.

Cukup lama jarak tempuh antara batas vegetasi dengan puncak (tugu abel). Rerata pendaki pemula memakan waktu 1,5 jam mencapai puncak sedangkan pendaki yang sudah terbiasa membutuhkan waktu tempuh lk 1 jam perjalanan. Selain itu, selama berada di track batu cadas dipastikan para pendaki ngos-ngosan. Sangat banyak ditemukan pendaki yang rehat sambil berdiri. Ini bisa dilihat dari jejeran para pendaki menuju puncak.

Sepengatahuan penulis inilah rute dan track terberat menuju puncak Gunung Marapi. Berat karena medannya, berat karena sudah bergerak dengan sisa-sisa tenaga.

Kerja keras dari titik nol pendakian akan terbalas tuntas begitu tapak kaki menginjak puncak. Dari titik puncak pertama (Tugu Abel) pendaki mulai disuguhkan dengan eksotisme alam. Satu per satu apa yang penulis uraikan di awal tulisan tadi dapat dinikmati sepuas-puasnya. Kalau tak percaya datang dan cobalah. (***)

Editor: Hendra Efison

Tags

Terkini

X